Warsito Warsito
STABN Sriwijaya

Published : 4 Documents Claim Missing Document
Claim Missing Document
Check
Articles

Found 4 Documents
Search

Konflik Perilaku Keagamaan nomads dan Fundantentalis Guru Agana Buddha Warsito Warsito
Vijjacariya: Jurnal Pemikiran dan Pendidikan Buddhis Vol 4, No 2 (2017): December 2017
Publisher : STABN Sriwijaya

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar

Abstract

Dalam menyampaikan mated pelajaran guru agama Buddha perlu menggunakan pendekatan psikologis, sesuai dengan later belakang mereka dan menjelaskan mated pokok secara mendalam, terperinci dan jelas. Kondisi dan situasi saat ini dikatalcan kondisi kurang ideal di mane dalam menyampaikan mated pelajaran kepada siswa berlawanan pandangannya. Guru agama Buddha harus menyesuaikan praktik dan gagasan yang sudah ada, dengan menyampaikan pelajarannya sesuai dengan karakter pendengamya (upaya kausalya) yaitu keterampilan yang bijaksana untuk mengubah cara pandang masyarakat. Pada kenyataannya ada guru agama Buddha yang menjelaskan materi pelajaran yang diarahkan pada sekte tertentu karena pedoman yang dijadikan patokan seorang guru adalah perangkat pembelajaran yang diarahkan pada sekte tertentu pub. Hal ini berdampak pada keberlangsungan pendidikan yakni terdapat siswa yang tidak mengikuti ajaran agama Buddha dikarenakan ajaran yang ditanamkan orang tua berbeda dengan yang diajarkan di sekolah. Penanaman sikap dogmatis tens dilakukan sehingga tumbuh sikap-sikap fundamentalis terhadap ajaran agama.Bila dalam ajaran agama dijelaskan mengenai manusia yang memilki potensi untuk berperilaku balk atau bunk Jika potensi perilaku baik seseorangkarena tidak berkembang (melalui pendidikan), maka perilaku manusia dalam hidupnya akan mengalami kemerosotan sehingga akan timbul perbuatan­perbuatan bun* seperti membunuh, mencuri, bean berdusta dan minum­minuman keras.Agar perbuatan bunk dapat dikendalikan.dalam arti pemenuhannya sesuai dengan ajaran agama, maka potensi berperilaku baik itu harus dikembangkan, yaitu melalui pendidikan agama dad sejak usia dini. Apabila nilai-nilai agama telah terintemalisasi dalam did seseorang maka dia akan mampu mengembangkan dirinya sebagai manusia bermoral, yang salah satu karakteristilcnya adalah mampu mengendalikan did dad pemuasan hawa nafsu yang tidak sesuai dengan ajaran agama.
Pengaruh Intensitas Pemanfaatan Gawai terhadap Afektif Siswa Pada Pembelajaran Pendidikan Agama Buddha dan Budi pekerti di Sekolah Menengah Atas Dharma Putra Tangerang Widya Dwi Permana; Warsito Warsito; Sutadi Sutadi
Vijjacariya: Jurnal Pemikiran dan Pendidikan Buddhis Vol 10, No 1 (2023): June 2023
Publisher : STABN Sriwijaya

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar

Abstract

Penelitian ini dilatarbelakangi oleh perlunya penggunaan gawai guna menunjang proses pembelajaran yang telah diterapkan di Sekolah Menengah Atas Dharma Putra Tangerang, tetapi dapat berpotensi terhadap menurunnya afektif siswa. Oleh karena itu, penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh intensitas pemanfaatan gawai terhadap afektif siswa pada pembelajaran Pendidikan Agama Buddha dan Budi Pekerti di SMA Dharma Putra, Tangerang. Penelitian ini menggunakan pendekatan kuantitatif dengan teknik analisis Mann-Whitney U Test. Hasil penelitian menunjukkan nilai probabilitas kumulatif sebesar 0.151 signifikansi 0.05, sehingga menunjukkan tidak adanya pengaruh intensitas pemanfaatan gawai terhadap afektif siswa pada pembelajaran Pendidikan Agama Buddha dan Budi Pekerti
STRATEGI PEMBINAAN UMAT OLEH DHARMADUTA Warsito Warsito
Jurnal Pelita Dharma Vol. 1 No. 1 Edisi Desember 2014
Publisher : STABN Sriwijaya

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar

Abstract

Perkembangan Dharmaduta di Indonesia telah berkembang pesat sejak masa kerajaan Sriwijaya di Sumatra dan Kerajaan Majapahit di Jawa Timur. Agama Buddha bangkit kembali pada masa pasca kemerdekaan dengan penyebaran Dharma yang dilakukan oleh para Rohaniwan dan pembina yang mengabdikan diri pada Buddha Dharma. Penyiaran agama Buddha dapat diuji dan dibuktikan sendiri, sehingga memungkinkan mereka mencari kebenaran itu sendiri, dilakukan tanpa kekerasan dan cinta damai. Penyiaran agama Buddha melalui dharmaduta harus lebih ditingkatkan melalui banyak hal seperti mengadakan penyuluhan, kelas dhamma dan lain sebagainya. Pada saat ini pengembangan dharmaduta tidak hanya berpusat penyuluhan yang dilaksanakan oleh penyuluh agama yang diangkat dari kementerian agama tetapi terdapat penyuluh honorer yang ditugaskan untuk membantu dalam penyebaran Buddha Dhamma. Pandita juga mempunyai tugas memberikan ceramah dharma bagi pengembangan Buddha Dhamma. Pandita selain memimpin kebaktian dan memberikan ceramah dhamma ada juga yang berperan melakukan pemberkatan kepada umat Buddha yang ingin melangsungkan perkawinan. Dhammaduta memiliki tugas untuk menyebarkan Dhamma kepada umat manusia agar mereka berbahagia. Kecakapan sangat diperlukan dan memegang peranan penting bagi Dharmaduta, sebab ia cepat mengetahui latar belakang para pendengarnya agar uraian yang disampaikan dapat diterima oleh pendengar. Oleh karena itu ia perlu memperhatikan cara-cara dalam membabar dan menerangkan Dharma. Dharmaduta secara khusus bertujuan untuk memperkokoh dan mempertahankan kelangsungan Buddha Dharma, agar para pendengar dapat mengikuti dan melaksanakan Dharma dan Vinaya secara benar, Melindungi Buddha Dharma dari usaha penyelewengan dan pencemaran, sehingga umat mengetahui mana yang benar dan mana yang salah.
PARADIGMA KAUM PURITAN DALAM PEMBENTUKAN KEYAKINAN BERAGAMA INTERN SEKTE/MAZHAB BUDDHA DI INDONESIA Warsito Warsito
Jurnal Ilmiah Kampus: Sati Sampajanna Volume 10 Nomor 1, 2019
Publisher : STABN Sriwjaya

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar

Abstract

The emergence of puritan religious groups with a strong character, it will be forced to reexplorethe relationship between religion and pluralism. The group will remain ignorant of itsdoctrines and opinions and assume that with this belief they will claim the most correct. Puritangroups have variations in names and movements but their diversity of character has the same lines andcorridors. Puritan groups in Buddhism arise in large sects or sects in Indonesia such as the puritangroups of the Indonesian Theravada Buddhist Council, Maitreya groups, Mahayana groups, Tridharma Indonesia, and others.In this study using a qualitative approach (quality research) which reveals a phenomenon togain understanding with data in the form of qualitative data. This research is to find out the paradigmof Buddhist puritans in a plural society that is by openly interviewing schools of Buddhism. Inqualitative research the source of data comes directly from what is experienced by researchers as themain instrument, data embodied in words or images, pay more attention to process rather than results,in analyzing data more likely to use inductive methods.The results obtained show that there are different paradigms in Buddhism regarding theemergence of puritans. The different paradigm followed by listening to responses from religious leadersand youth in the school of Buddhism. After writing in this research, hopefully it will benefit to youngpeople, religious leaders, Buddhist communities and other communities in general.