Waluyo Waluyo
STABN Sriwijaya

Published : 2 Documents Claim Missing Document
Claim Missing Document
Check
Articles

Found 2 Documents
Search

Praktik Hidup Berkesadaran Untuk Anak Usia Dini Waluyo Waluyo
Vijjacariya: Jurnal Pemikiran dan Pendidikan Buddhis Vol 4, No 1 (2017): June 2017
Publisher : STABN Sriwijaya

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar

Abstract

Artikel ini fokus pada konflik dan kekerasan yang melibatkan banyak pihak, terutama melibatkan anak-anak. Keterlibatan anak-anak dalam konflik global merupakan kontribusi dan peran besar dari orang dewasa di sekitar mereka, terutama orangtua dan keluarga. Anak-anak yang dibesarkan dengan kekerasan akan melahirkan generasi yang penuh ambisi ambigu yang dapat menciptakan kekacauan dan bahkan perang fisik di masa depan. Pendidikan informal, non-formal, dan bahkan formal masih kurang optimal dalam membentuk generasi yang penuh kasih sayang dan cenderung berkonsentrasi pada kinerja kompetitif dengan penguasaan keterampilan sosial dan emosional yang minimal. Artikel ini bertujuan untuk memberikan deskripsi komprehensif tentang praktik kesadaran hidup yang diterapkan pada masa kanak-kanak sesuai dengan perkembangan moral dan pembentukan karakter anak-anak.Metode studi ini menggunakan daftar periksa sintesis yang terdiri dari sintesis awal, lanjutan, dan akhir; mempertimbangkan elemen-elemen teks, konteks, dan wacana. Objek dari penelitian ini adalah gagasan tentang praktik kesadaran dari berbagai sumber literatur, terutama aplikasinya yang dapat digunakan untuk usia anak-anak. Validitas studi ini didasarkan pada perbandingan yang mencerminkan objektivitas studi.Hasil studi menunjukkan bahwa: (a) bentuk praktik kesadaran yang dapat diterapkan pada masa kanak-kanak, yaitu: hidup bersama, bernapas, meditasi duduk, makan bersama, istirahat, diam mulia, meditasi pelukan, meditasi, berlindung, mengatasi kemarahan, dan pulang ke rumah; (b) integrasi praktik kesadaran hidup untuk perkembangan moral mencakup: pulang ke rumah, hedonisme relatif (istirahat), meditasi duduk, diam mulia, meditasi pelukan, menjaga norma sosial dan otoritas (makan bersama, meditasi teh), orientasi harga diri dengan lingkungan sosial (berlindung, mengatasi kemarahan), dan prinsip universal (hidup bersama, bernapas); dan (c) integrasi bentuk-bentuk praktik hidup sadar masing-masing dapat mengarah pada pembentukan karakter yang mencakup tiga komponen: pengetahuan moral (sadardiri, mengetahui, moral, pengetahuan diri, keputusan, perspektif), perasaan moral (pengendalian diri, empati, mencintai kebenaran), dan tindakan moral (ingin, adat, kompeten).  
Ornamen Dan Nilai-Nilai Karakter Cerita Pancatantra Pada Relief Candi Mendut Dan Candi Sojiwan Waluyo Waluyo
Vijjacariya: Jurnal Pemikiran dan Pendidikan Buddhis Vol 5, No 2 (2018): December 2018
Publisher : STABN Sriwijaya

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar

Abstract

Penelitian ini didasarkan pada cerita bertema pañcatantra di Candi Mendut dan Candi Sojiwan yang mengandung nilai moral luhur dalam membentuk karakter seseorang, namun belum dimanfaatkan secara optimal, serta belum adanya penjabaran komprehensif persamaan dan perbedaannya pada kedua candi, baik pada ornamen dan analisis reliefnya maupun karakter yang ada. Penelitian ini bertujuan untuk mendeskripsikan ornamen dan nilai-nilai karakter cerita pañcatantra yang terdapat di Candi Mendut dan Candi Sojiwan. Penelitian ini menggunakan paradigma kualitatif dengan metode penelitian arkeologi yang mendasarkan pada analisis ikonografi. Relief bertema pañcatantra dilakukan analisis ikonografi dari segi narasi, bentuk, morfologi, teknologi, dan kontekstual. Data bersumber dari Candi Mendut dan Candi Sojiwan yang terpahat banyak relief bertema pañcatantra yang mengandung nilai-nilai karakter. Keabsahan data ditempuh melalui peningkatan ketekunan, diskusi dengan sejawat dan ahli, triangulasi, di samping proses dependability, transferability, dan confirmability. Analisis data menggunakan analisis relief sebagai bagian dari analisis ikonografi.Hasil penelitian menunjukkan bahwa: (a) relief cerita fabel bertema pañcatantra yang terpahat pada Candi Mendut dan Candi Sojiwan yaitu "Garuda dan Penyu", "Buaya dan Kera", "Gajah dan Tikus Pengerat", "Kepiting dan Bangau", "Burung Berkepala Dua", dan "Serigala dan Lembu"; sedangkan cerita yang hanya terdapat pada Candi Mendut yaitu "Ular dan Luwak", "Penyu dan Angsa", "Seekor Kera", "Brahmana, Ular, dan Kepiting", "Rusa, Macan, dan Kera", "Ular dan Manusia Terbang", "Kera Pemarah", "Macan, Kera, dan Kambing", "Dua Rusa", dan "Kucing dan Tiga Tikus"; serta cerita yang hanya terdapat di Candi Sojiwan yaitu "Singa dan Manusia", "Serigala dan Manusia", "Anjing dan Manusia", dan "Gajah dan Kambing"; (b) persamaan ornamen relief pañcatantra pada Candi Mendut dan Candi Sojiwan mengambil bentuk monoscenic narratives, bentuk continuous narratives pada Candi Mendut; sebagian besar berbentuk empat persegi panjang, ada juga bentuk segitiga dan tak beraturan pada Candi Mendut; sedangkan pada analisis morfologi figur yang dipahatkan sebagian besar naturalis, pada Candi Sojiwan ditemukan tidak naturalis berupa garuda, hiasan kerang, dan kinnara; ukuran relief pada Candi Mendut bervariasi, pada Candi Sojiwan berukuran sama; pada kedua candi memiliki ukuran figur tokoh sentral yang diapit oleh hiasan flora dan atau fauna; dari segi teknologi, kedua candi termasuk kategori haut relief; analisis kontekstual kedua candi berbeda atas ditemukannya gana unik dan spesifik berupa gajah, singa, dan manusia menunggang singa di Candi Sojiwan; persamaannya yaitu terdapat makara dan gana dengan karakter yang sedikit berbeda; (c) nilai-nilai karakter cerita pañcatantra pada Candi Mendut dan Candi Sojiwan yang bernilai positif yaitu tanggung jawab, strategi, pengorbanan, pertolongan, kebersamaan, suka cita, usaha keras, kerja bertahap, belas kasih, balas budi, kebijaksanaan, persahabatan, saling menolong, persaudaraan, kecerdikan, berterima kasih, pemahaman sebab akibat, kesetiaan, kejujuran, kesabaran, tepat waktu, perjuangan, kewaspadaan, empati, dan siap menghadapi tantangan; sedangkan nilai-nilai negatif yang muncul di antaranya permusuhan, tipu daya, balas dendam, lupa diri, kesombongan, keras kepala, serakah, rakus, rencana jahat, pembunuhan, tipu muslihat, kebodohan, kekalahan, suka mengejek, kemarahan, mengharapkan sesuatu yang tidak mungkin, bersama dalam kejahatan, kepura-puraan, keinginan lebih, iri hati, keinginan salah, dan menyia-nyiakan kesempatan.