Tulisan ini bermaksud menganalisis identitas perempuan muslim kontemporer Indonesia melalui iklan kosmetik muslim Wardah. Iklan kosmetik tidak hanya berfungsi sebagai bagian dari bisnis semata tetapi juga menjadi arena kontestasi, negosiasi, dan resistensi konstruksi identitas perempuan muslim Indonesia. Hasil analisis menunjukkan identitas perempuan muslim yang dibangun adalah tidak hanya sosok perempuan urban yang berpendidikan, taat pada ajaran agama, dan sopan tetapi juga dituntut untuk bersikap kosmopolit dengan bergabung pada pergerakan kebudayaan global, berinteraksi dengan orang asing, bahkan hidup di wilayah lain yang dalam hal ini wilayah barat. Selain itu, iklan Wardah juga menjadi sarana negosiasi dan resistensi ajaran Islam dan stigma media yang cenderung memberatkan perempuan. Iklan Wardah berusaha memberikan interpretasi ajaran Islam yang lebih ramah terhadap perempuan. Perempuan muslim Indonesia kontemporer dicitrakan sebagai sosok yang aktif di ruang publik tetapi tetap berjiwa sosial, tidak bergantung pada laki-laki, dan memiliki agensi diri untuk menentukan masa depan kehidupannya. Dari analisis yang dilakukan juga menunjukkan posisi perempuan berhijab dalam iklan Wardah memiliki posisi yang penting karena ia menjelma menjadi sosok otoritatif dalam menentukan keunggulan produk yang ditawarkan dalam iklan.This paper aims to analyze the identity of Muslim women in contemporary Indonesia through Wardah Muslim cosmetics advertising. Cosmetics’ advertising is not only function as a mere part of the business but also becomes an arena for contests, negotiations, and resistance to the construction of the identity of Indonesia’s Muslim women. The result shows that the identity of Muslim women are not only mirrored as a figure of an educated urban woman who is obedient to religion teachings and is also polite, but they are also forced to be cosmopolite by joining cultural movements globally, interacting with strangers, and even living in the other part of the world in this case in the West. Moreover, Wardah advertising is also become the media of negotiation and resistance to Islamic teachings and media stigma which tend to incriminate women. Wardah advertising attempts to provide interpretations of Islamic teachings that are more hospitable to women. Muslim women in contemporary Indonesia imaged as an active figure in public spaces but they still have a social spirit and not depend on men, and furthermore they have their own right to determine their future life. The analysis also shows that the position of a woman wearing “hijab†(a veil) in Wardah advertising has an important position because she has transformed into an authoritative figure to determine the excellence of products offered in the advertisement.