Untuk mencapai cita-cita hukum yang diharapkan oleh masyarakat yang pluaralis, dipandang penting oleh seorang hakim untuk dapat membaca konteks hukum dari perspektif teks undang-undang ataupun membaca hukum dalam konteks niat legislator sebagai pembentuk undang-undang. Tujuan hukum yang merupakan salah satu inti dibentuknya suatu hukum tidak akan tercapai jika hakim sebagai pihak yang memutuskan tidak memiliki pemahaman yang kuat dan tidak memiliki keseragaman tentang aspek-aspek yang berkontribusi dalam pengambilan suatu keputusan hukum. Pemahaman dan tafsir hukum dari seorang hakim dari perspektif filsafat hukum mencakup berbagai konsep dan teori yang mempengaruhi cara pandang hukum untuk dipahami dan diterapkan. Hal ini tentunya sangat berdampak dalam proses pengambilan putusan, pemahaman hakim tentang objek hukum yang dihadapi akan memiliki beragam pandangan oleh beberapa hakim sesuai dengan pemahaman dan tafsir hukum yang dimiliki oleh masing masing hakim tersebut. Beberapa faktor seperti sistem hukum tertentu, filsafat yang dianut, pengalaman, latar belakang hukum, nilai etika pribadi, metode interpretasi hukum serta preceden menjadikan para hakim memiliki perspektif yang berbeda terhadap objek hukum yang harus diputuskan. Perbedaan ini menjadikan terjadinya pluralitas interpretasi hukum yang membawa ke dalam perdebatan mana yang paling benar sehingga menjadi bagian integral dalam sistem hukum. Oleh sebab itu untuk menghasilkan putusan-putusan yang berkwalitas dalam masyarakat, dipandang perlu seorang hakim memiliki landasan kuat tentang filsafat hukum dalam upaya menciptakan keseimbangan antara stabilitas hukum dan kemampuan sistem untuk dapat beradaptasi dengan perkembangan nilai nilai yang berlaku dalam masyarakat.