Claim Missing Document
Check
Articles

Found 16 Documents
Search

Persepsi Remaja Nonperokok terhadap Pictorial Health Warnings di Kota Gorontalo Sapiun, Zulfiayu; Goi, Misrawatie; Herawati, Lucky
Media Penelitian dan Pengembangan Kesehatan Vol 27, No 3 (2017)
Publisher : Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.22435/mpk.v27i3.5580.141-152

Abstract

The 13-15 year old male smoker increased from 23.4% in 2007 to 29.3% in 2013. Meanwhile, the age of the initial smoker begin to shift from 15-24 years to 10-14 years. To anticipate the rate of increase in the number of smokers, especially in the younger generation, the Indonesian Government has obliged tobacco companies to include Pictorial Health Warnings (PHW) on the cigarette packaging they produce. PHW is an image contained in cigarette packaging that contains about smoking can causes cancer of the mouth, throat, lungs/bronchitis chronic; death, and endanger small children. This study aims to identify characteristics, knowledge, and perception of non-smoker teenagers to PHW and the relationship between variables. The study design was cross-sectional with non-smoking male teen research population of 2,473 people. As for the sample of 219 people selected by stratified random sampling. The research variables are characteristic, knowledge, and perception toward PHW. Data analysis used Chi-squared for bivariate and logistic regression for multivariate. The results showed 86.8% respondents had good knowledge and 71.7% had very good perception about PHW although 69.9% of their parents were smokers. There is a significant relationship between knowledge and perception of PHW in non-smoker teenagers.AbstrakRemaja laki-laki usia 13-15 tahun yang merokok meningkat dari 23,4% pada tahun 2007 menjadi 29,3% pada tahun 2013. Sementara itu, usia perokok awal mulai bergeser dari 15-24 tahun menjadi 10-14 tahun. Untuk membendung laju kenaikan jumlah perokok, khususnya pada generasi muda, pemerintah Indonesia telah mewajibkan perusahaan rokok untuk mencantumkan Pictorial Health Warnings (PHW) pada kemasan rokok yang mereka produksi. PHW adalah gambar yang terdapat dalam kemasan rokok yang memuat tentang merokok dapat menyebabkan kanker mulut, tenggorokan, paru-paru/bronkitis kronis; kematian; dan membahayakan anak kecil. Penelitian ini bertujuan untuk mengidentifikasi karakteristik, pengetahuan, dan persepsi remaja nonperokok terhadap PHW serta hubungan antarvariabel. Desain penelitian adalah potong lintang dengan populasi penelitian remaja laki-laki nonperokok sebanyak 2.473 orang. Adapun sampel penelitian sebanyak 219 orang yang dipilih secara stratified random sampling. Variabel penelitian berupa karakteristik, pengetahuan, dan persepsi terhadap PHW. Analisis data menggunakan Chi kuadrat untuk bivariat dan regresi logistik untuk multivariat. Hasil penelitian menunjukkan 86,8% responden memiliki pengetahuan baik dan 71,7%memiliki persepsi sangat baik tentang PHW walaupun 69,9% dari orang tua mereka adalah perokok.Terdapat hubungan yang signifikan antara pengetahuan dengan persepsi terhadap PHW pada remaja nonperokok.
KNOWLEDGE, ATTITUDE, AND IMPLEMENTATION OF COLD CHAIN MANAGEMENT IN BOALEMO DISTRICT, GORONTALO, INDONESIA Pangalo, Paulus; Sapiun, Zulfiayu; Ischak, Wenny Inno; Goi, Misrawatie; Hartati, Hartati
Journal of Health Policy and Management Vol 5, No 2 (2020)
Publisher : Masters Program in Public Health, Universitas Sebelas Maret, Indonesia

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (246.15 KB)

Abstract

Background: Children's health is a priority in health development with the goal of reducing child mortality. So far, high immunization coverage does not guarantee the emergence of diseases that can be prevented by immunization (PD3I). Cold Chain Management is a system used to store vaccines in good condition which refers to the vaccine supply chain for the immunization procurement chain. The purpose of this study was to examine the relation­ship of knowledge, attitude, and implementation of cold chain management.Subjects and Method: This was a cross sec­tional study conducted at 11 health centers in Boa­­lemo District, Gorontalo, Indonesia, in Sep­tem­ber 2018. A sample of 34 health officers was selected purposively. The dependent variable was cold chain management. The independent variables were knowledge and attitude. The data were collected by questionnaire and observation sheets. The data were analyzed by Chi square.Results: High knowledge increased positive atti­tude toward implementation of cold chain mana­ge­ment (OR= 5.87; p= 0.061). High knowledge (OR= 2.17; p= 0.448) and positive attitude (OR= 2.69; p= 0.405) increased implementation of cold chain management, but they were statistically non-significant.Conclusion: High knowledge and positive atti­tude increase implementation of cold chain managementKeywords: cold chain management, vaccine, knowledge, attitudeCorrespondence: Zulfiayu Sapiun. Department of Pharmacy, Health Polytechnics, Ministry of Health Gorontalo.Jl. Taman Pendidikan 36, Gorontalo 96123, Indonesia. Email: zulfiayu@poltekkesorontalo.ac.id. Mobile: 081244521639Journal of Health Policy and Management (2020), 05(02): 139-145https://doi.org/10.26911/thejhpm.2020.05.02.06
Analisis Pengelolaan Obat di Instalasi Farmasi Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota Se-Provinsi Gorontalo Periode Tahun 2018 dan 2019 Fadli Husain; Vyani Kamba; Zulfiayu Zulfiayu; Arlan K Imran
Journal of Experimental and Clinical Pharmacy (JECP) Vol 2, No 1 (2022): Februari 2022
Publisher : Poltekkes Kemenkes Gorontalo

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.52365/jecp.v2i1.352

Abstract

Instalasi farmasi sering menghadapi permasalahan pada tahap seleksi, perencanaan dan pengadaan. Pengelolaan obat yang buruk menyebabkan tingkat ketersediaan obat menjadi berkurang, terjadi kekosongan obat, banyaknya obat yang menumpuk karena tidak sesuainya perencanaan obat, serta banyaknya obat yang kadaluwarsa/rusak akibat sistem distribusi yang kurang baik sehingga dapat berdampak kepada inefisiensi penggunaan anggaran/biaya obat di tingkat Kabupaten/Kota. Penelitian ini menggunakan rancangan deskriptif dengan pengambilan data secara retrospektif dan concurent. Penelitian ini dilaksanakan di Instalasi Farmasi Kab. Kota se-Provinsi Gorontalo. Alat ukur penelitian ini adalah daftar pertanyaan berdasarkan indikator standar yang telah ditetapkan sesuai pedoman yang digunakan untuk monitoring dan evaluasi pengelolaan obat kabupaten/kota, serta melakukan wawancara langsung kepada penanggung jawab Instalasi Farmasi setempat. Hasil penelitian didapatkan bahwa; alokasi dana pengadaan obat tahun 2018 > 2 Miliar rupiah dan tahun 2019 1,7 Miliar - 4,3 Miliar rupiah. Terdapat 50% Kabupaten/kota yang sudah memiliki Tim Perencanaan Obat Terpadu (TPOT) di lingkungan Dinas Kesehatan. Biaya obat perkapita bila menggunakan standar WHO 1 US$ perkapita maka 80% Kabupaten/Kota sudah sesuai bahkan melampaui, hanya 1 kabupaten yang dibawah standar WHO. Terdapat 83% Kabupaten/kota yang kesesuaian item obat dengan DOEN diatas 80% dan seluruh  Kabupaten Kota mempunyai kesesuaian FORNAS lebih dari 80%.Pharmaceutical installations often face problems at the selection, planning, and procurement stages. Poor drug management causes decreasing the level of drug availability, drug vacancies, overstock of drugsdue to inappropriate drug planning, and expired/damaged drugs due to a poor distribution system can have an impact on inefficiency in the use of drug budgets/costs at the Regency/City. This study used a descriptive design with retrospective and concurrent. This research was conducted at the Pharmacy Installation at the Regency/City in Gorontalo Province. The measuring instrument for this research is a list of questions based on standard indicators that have been set according to the guidelines used for monitoring and evaluating regency/citydrug management and conducting direct interviews with the PIC of the local Pharmacy Installation. The results of the study found that; the allocation of funds for drug procurement in 2018 was more than 2 billion rupiah and in 2019 was 1.7 billion - 4.3 billion rupiah. There are 50% of regencies/cities already have an Integrated Drug Planning Team (TPOT) within the Health Office. Drug costs per capita when using the WHO standard of US$ 1 per capita, 80% of districts/cities comply and even exceed, only 1 district is below the WHO standard. There are 83% of regencies/cities whose conformity of drug items with DOEN is above 80% and all regencies/cities have FORNAS conformity of more than 80%.
THE POTENTIAL OF “TYAM” BISCUIT (BICCUIT WITH TEMPE FLOUR AND SPINNING POWDER SUBSTITUTION) AS ALTERNATIVE TO PREVENT STUNTING IN TODDLERS Fihrina Mohamad; Denny Indra Setiawan; Nangsih Sulastri Slamet; Zulfiayu Sapiun; Anna Y. Pomalingo
Journal Health & Science : Gorontalo Journal Health and Science Community Vol 6, No 1 (2022): APRIL: JOURNAL HEALTH AND SCIENCE : GORONTALO JOURNAL HEALTH AND SCIENCE COMMUNI
Publisher : Gorontalo State University

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.35971/gojhes.v5i3.13797

Abstract

Pangan fungsional dapat dijadikan sebagai alternatif dalam mencegah stunting pada balita. Tempe dan bayam merupakan bahan lokal yang mudah diperoleh, ekonomis, nilai gizinya tinggi dan mutu cernanya tinggi dalam tubuh sehingga berpotensi dijadikan pangan fungsional. Kebaruan dalam penelitian ini meneliti potensi Biskuit “TYam”(biskuit dengan substitusi tepung tempe dan serbuk bayam) sebagai alternatif pencegahan stunting pada balita. Penelitian ini bertujuan untuk memformulasi biskuit yang disubtitusi tepung tempe dan serbuk bayam (Biskuit “TYam”) dan menganalisis pengaruh subtitusi tersebut terhadap organoleptik dan nilai gizi biscuit.Metode penelitian ini adalah eksperimen laboratorium. Biskuit “TYam” diformulasi dengan mensubtitusi tepung terigu dengan tepung tempe dan serbuk bayam, masing-masing 0g (P0), 15g (P1), 30g (P2) dan 45g (P3). Keempat formula Biskuit “TYam” diuji organoleptik (warna, aroma, rasa dan kerenyahan) oleh 25 panelis menggunakan skala hedonik dengan teknik skoring. Analisis data uji organoleptik meliputi uji normalitas, uji Friedman dan uji lanjutan yakni uji Wilcoxon. Sedangkan nilai gizi biskuit “TYam” dihitung menggunakan Nutrisurvey. Hasil penelitian menunjukkan bahwa secara organolpetik formula biscuit “TYam” P2 (15g) paling disukai dari segi warna, aroma, rasa dan kerenyahan. Sedangkan nilai gizi Biskuit “TYam” yang meningkat adalah Protein, PUFA, Vitamin A, Vitamin E, Vitamin B6, Total asam folat, Kalium, Magnesium, Fosfor, Ferro dan Zink. Kesimpulan penelitian adalah semakin banyak tepung tempe dan serbuk bayam yang disubtitusi pada Biskuit “TYam”. maka nilai gizi semakin meningkat dan berpengaruh signifikan terhadap organoleptiknya.Kata Kunci: Bayam; Biskuit; Pangan fungsional; Stunting; Tempe. AbstractFunctional foods can be used as an alternative to prevent growth retardation in young children. Tempe and spinach are local ingredients that are easy to procure, economical, nutritious, digestible in the body, and have the potential to be used as functional foods. Novelty in research to examine the potential of "TYam" Biscuits (biscuits with substitution of tempeh flour and spinach powder) as an alternative to stunting prevention in toddlers. The purpose of this study is to formulate biscuits (“TYam” biscuits) replaced with tempe and spinach powder and analyze their effects on the sensual and nutritional value of biscuits. This research method is a laboratory experiment. "TYam" biscuits were formulated by replacing wheat flour with tempe flour and spinach powder, 0g (P0), 15g (P1), 30g (P2) and 45g (P3), respectively. "TYam" biscuit formulas were sensually tested by 25 panelists using a hedonic scale using t-scoring technology (color, aroma, flavor, crispness). Analysis of sensory test data included a normality test, a Friedman test, and another test, the Wilcoxon test. On the other hand, the nutritional value of "TYam" biscuits was calculated using Nutrisurvey. The results showed that the sensually "TYam" P2 (15 g) biscuit formulation was the most preferred in terms of color, aroma, flavor, and crispness. The nutritional value of the increased "TYam" biscuits was protein, PUFA, vitamin A, vitamin E, vitamin B6, total folic acid, potassium, magnesium, phosphorus, iron and zinc. The conclusion of the study was that the "TYam" cookie as an alternative functional food in preventing stunting in toddlers. 
MEMBANGUN KESADARAN JAJANAN AMAN PADA ANAK SEKOLAH Zulfiayu Sapiun; Paulus Pangalo; Heny PanaI; Sukma Damiti
Jambura Health and Sport Journal Vol 1, No 1 (2019): Februari
Publisher : Universitas Negeri Gorontalo

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (336.8 KB) | DOI: 10.37311/jhsj.v1i1.2051

Abstract

Tujuan Kegiatan untuk mengetahui tingkat pengetahuan dan sikap siswa/siswi sebelum dan sesudah penyuluhan dilaksanakan dan memastikan bahwa jajanan di sekitar sekolah aman dari cemaran kimia. Kegiatan ini adalah quasi eksperiment. Alat ukur adalah kuesioner berisi pernyataan pengetahuan dan sikap. Pengetahuan dan sikap dinyatakan baik bila nilai ?75. Data dianalis dengan univariat dan perubahan diuji dengan wilcoxon. Kegiatan berupa penyuluhan keamanan pangan dan pengujian sampel makanan jajanan di sekitar sekolah. Pengetahuan siswa tentang jajanan aman adalah sebelum penyuluhan adalah 3,79 dan setelah sebesar 4,65. Sikap siswa tentang jajanan aman adalah sebelum penyuluhan adalah 4,90 dan setelah sebesar 5,75. Tingkat pengetahuan siswa MIN 1 Kota Gorontalo 35% kurang baik dan 65% baik. Sedangkan setelah kegiatan menjadi 10% kurang baik dan 95% baik. Sikap siswa MIN 1 Kota Gorontalo sebelum kegiatan adalah 37% kurang baik dan 63% baik, sedangkan setelah kegiatan 5% kurang baik dan 95% baik. Hasil pengujian Wilcoxon menunjukkan bahwa penyuluhan tentang jajanan aman telah mampu mengubah pengetahuan secara signifikan dengan nilai P=0,000, dimana P0,05. Hasil pengujian Wilcoxon menunjukkan bahwa penyuluhan tentang jajanan aman telah mampu mengubah sikap secara signifikan dengan nilai P=0,000. dimana P0,05. Hasil pengujian jajanan didapatkan 10 sampel uji negatif mengandung metanil yellow, rhodamin B, borax, dan formalin.
Uji Aktivitas Antioksidan Sediaan Lip Balm Rambut Jagung (Zea mays L.) dengan Metode DPPH (1,1-Diphenyl-2-Picrylhydrazyl) Hartati Hartati; Fadli Husain; Nangsih Sulastri Slamet; Fihrina Mohamad; Zulfiayu Sapiun
JURNAL ILMU KEFARMASIAN INDONESIA Vol 18 No 2 (2020): JIFI
Publisher : Fakultas Farmasi Universitas Pancasila

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.35814/jifi.v18i2.829

Abstract

Jagung sebagai komoditas utama di Provinsi Gorontalo menghasilkan limbah yang cukupbanyak. Hal ini membuat pemerintah menawarkan peluang investasi dengan memanfaatkan limbahjagung, di antaranya rambut jagung. Studi pustaka menunjukkan bahwa rambut jagung memilikiaktivitas antioksidan yang cukup baik, sehingga dilakukan formulasi lip balm dengan memanfaatkaninfusa rambut jagung sebagai bahan aktif. Penelitian kuantitatif dengan quasi eksperimen laboratoriumdilakukan untuk mengetahui aktivitas antioksidan dari sediaan lip balm rambut jagung (Zea mays L.)yang diformulasi dengan menggunakan tiga konsentrasi infusa rambut jagung, yaitu Formula A (7,5%);Formula B (15%) dan Formula C (22,5%). Sediaan dibuat dengan mencampurkan fase air (infusa rambutjagung dan gliseril monostearat) dengan fase minyak (lanolin, beeswax, setil alkohol, paraffi n cair danminyak jagung) serta emulgator (span 60 dan tween 60). Hasil uji stabilitas organoleptik dan pH selama4 minggu pengamatan menunjukkan bahwa tidak ada perubahan, baik dari segi organoleptik maupunpH masing-masing sediaan. Aktivitas antioksidan diukur dengan menggunakan spektrofotometer UVVisibel“SHIMADZU UV-1800” dan kuersetin (1000 μg/mL) sebagai pembanding. Hasil pengujianmenunjukkan bahwa Formula B (15%) memberikan aktivitas yang lebih baik dalam meredam radikalDPPH dengan nilai IC50 sebesar 0,987 mg/mL, Formula C (22,5%) sebesar 1,857 mg/mL dan FormulaA (7,5%) sebesar 2,909 mg/mL.
Teh Temujahecang Sebagai Produk Inovatif Untuk Meningkatkan Kesehatan Masyarakat Sisilia Rosmala Dewi; Rusdiaman Rusdiaman; Santi Sinala; Sainal Edi Kamal; Zulfiayu Sapiun
Jurnal Pengabdian Kefarmasian Vol 3, No 1 (2022): JURNAL PENGABDIAN KEFARMASIAN
Publisher : Jurusan Farmasi Politeknik Kesehatan Makassar

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.32382/jpk.v3i1.2667

Abstract

“Temujahecang tea” is a drink that warms the body and the ingredients are from aromatic plants such as salvia leaves, temulawak, ginger, secang, cardamom, lemongrass leaves, cinnamon and mint leaves as flavorings in the drink. This tea has nutritious ingredients that have been proven to be beneficial for health, and herbal ingredients are now starting to be sought after by many people to restore health, especially in disease prevention. The results of several studies / studies show that the ingredients in this drink can prevent and reduce / minimize the occurrence of chronic diseases commonly experienced by the elderly / degenerative diseases, namely antioxidants, lowering cholesterol, preventing osteoporosis, anti-diarrhea, anti-cancer, so that people who drink this tea can improve health. Therefore we need an innovation to overcome this problem, namely making "Temujahecang Tea" with natural ingredients (herbal ingredients). The targets in this community service activity are partners in the Graha Matahari Permai Housing Block E Bontoala Village, Pallangga District, Gowa Regency. This activity is in the form of training in making tea from herbal ingredients. The purpose of this activity is to optimally empower natural resources so that it can encourage the community's economy by pioneering the temujahecang tea beverage home industry. The outputs of this activity are articles, products, modules, videos and IPR.Keywords : Temujahecang, Herbal Tea, Training“ Teh Temujahecang” adalah minuman penghangat/menghangatkan badan  dan bahannya berasal dari tanaman yang beraroma seperti daun salvia, temulawak, jahe, secang, kapulaga, daun sereh, kayu manis dan daun mint sebagai perasa dalam minuman tersebut. Teh ini memiliki bahan-bahan berkhasiat telah terbukti bermanfaat bagi kesehatan, dan bahan-bahan herbal saat ini mulai banyak dicari orang untuk memulihkan kesehatan terutama dalam preventiv/pencegahan penyakit. Hasil dari beberapa riset/penelitian menunjukkan bahwa bahan dalam minuman ini dapat  mencegah  dan mengurangi/ meminimalkan  terjadinya  penyakit  kronis yang biasa dialami lansia/penyakit degeneratif yaitu antioksidan, menurunkan kolesterol, mencegah osteoporosis, anti diare, anti kanker, sehingga masyarakat yang minum teh ini dapat meningkatkan kesehatan. Oleh karena itu perlu suatu inovasi untuk mengatasi masalah tersebut yaitu membuat ”Teh Temujahecang” dengan bahan alam (bahan herbal). Sasaran dalam kegiatan pengabdian kepada masyrakat ini adalah mitra  di  Perumahan Graha Matahari Permai Blok E Desa Bontoala Kecamatan Pallangga Kabupaten Gowa.  Kegiatan  ini  berupa pelatihan pembuatan teh dari bahan herbal. Tujuan kegiatan ini adalah memberdayakan sumber daya alam secara optimal sehingga dapat mendorong perekonomian masyarakat dengan jalan perintisan home industry minuman teh temujahecang. Luaran yang dihasilkan dari kegiatan ini adalah artikel, produk, modul, video dan HKI.Kata Kunci : Temujahecang, Teh Herbal, Pelatihan
Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Tidak Menular (PTM) melalui Edukasi dan Terapi Autogenik kepada Kader Kesehatan, Pengurus PKK dan aparat Kelurahan sebagai Kelompok Risiko PTM dan Klien PTM di Kelurahan Huangobotu Kecamatan Dungingi Kota Gorontalo Paulus Pangalo; Rini Fahriani Zees; Mira Astri Koniyo; Zulfiayu Sapiun
JOURNAL OF NONCOMMUNICABLE DISEASES Vol 2, No 1 (2022): April 2022
Publisher : Poltekkes Kemenkes Gorontalo

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (503.056 KB) | DOI: 10.52365/jond.v2i1.411

Abstract

Penyakit Tidak Menular (PTM) telah menjadi masalah kesehatan masyarakat di seluruh dunia khususnya di negara-negara maju dan negara berkembang. Besarnya biaya pengobatan dan lamanya perawatan, rendahnya daya beli masyarakat, perilaku dan pola hidup masyarakat yang tidak sesuai dengan pola hidup sehat menjadi faktor yang mempengaruhi tingginya angka kesakitan dan kematian PTM di Indonesia. Prevalensi PTM di kelurahan Huangobotu setiap tahun meningkat, kondisi ini berkaitan dengan adanya pergeseran gaya hidup yang cenderung tidak sehat dan kurangnya pengetahuan masyarakat untuk mencegah dan mengendalikan PTM. (1) Latar Belakang: dilaksanakannya penelitian ini adalah untuk memacu kemandirian kader kesehatan, pengurus PKK dan aparat kelurahan sebagai kelompok risiko tinggi dan klien PTM dalam upaya pencegahan dan pengendalian PTM; (2) Metode: pengabdian kepada masyarakat melalui pelaksanaan ceramah dan demonstrasi terapi relaksasi Autogenik. Pertemuan selama 15-20 menit diikuti oleh peserta, lima menit kemudian dilakukan pengukuran tekanan darah, persentasi kunjungan ke prolanis serta pengetahuan masyarakat terkait PTM; (3) Hasil: terjadi peningkatan kemandirian klien PTM dibuktikan dari kunjungan pada kegiatan Prolanis dari 65% menjadi 78% pada bulan Oktober 2021 dan tekanan darah sistole dan diastole sebelum dilakukan terapi rata-rata  140/86,4 mmHg, setelah dilakukan terapi terjadi penurunan : 131,6/81,2 mmHg. Pertemuan kedua sebelum dilakukan terapi : 138,4/81,2 mmHg, setelah dilakukan terapi : 128/80,4 mmHg serta terjadi peningkatan pengetahuan, hasil pre test pada pertemuan pertama yang menjawab benar sebesar 47% dan post test pada pertemuan kedua yang menjawab benar 93%; (4) Kesimpulan: terapi relaksasi Autogenik dapat meningkatkan kepatuhan pasien dengan penyakit kronis untuk mengunjungi dan mengikuti program Prolanis, menurunkan tekanan darah serta meningkatkan pengetahuan masyarakat terkait PTM.
Aktivitas Antimikroba Sabun Antiseptik Bunga Eceng Gondok (Eichhornia crassipes) dengan Basis Minyak Jelantah Nangsih Sulastri Slamet; Fihrina Mohamad; Hartati Hartati; Fadli Husain; Zulfiayu Sapiun
JURNAL ILMU KEFARMASIAN INDONESIA Vol 20 No 2 (2022): JIFI
Publisher : Fakultas Farmasi Universitas Pancasila

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.35814/jifi.v20i2.1078

Abstract

Water hyacinth flowers (Eichhornia crassipes) contain antibacterial phenols, flavonoids, alkaloids, tannins, terpenoids, sterols, and glycosides that can be made into antiseptic soaps. Used cooking oil purifi ed with banana peel can be used to make soap. This study aimed to determine how to process used cooking oil, formulate and test antimicrobial antiseptic soaps using water hyacinth flower extract. The method uses antiseptic soap formulated with 10%, 15%, and 20% water hyacinth infusion. Physical, chemical, irritation, and antibacterial testing of the preparation. Used cooking oil is refined and clear, not thick. Water hyacinth flower extract can be formulated into antiseptic soap with a 1.5 cm foam height, cleaning power in criteria 3, pH in the range 9-10, water content >15%, and free alkali content of 0.6- 1.3%. Formula A (19.17 mm), B (20.01 mm), and C have strong antibacterial activity against E. coli based on the diameter of the barrier (20.13 mm). Water hyacinth flower extract and used cooking oil can be used to make antimicrobial antiseptic soap.
PENGUATAN KAPASITAS SURVEILANS PENYAKIT MENULAR TERTENTU YANG DAPAT MENIMBULKAN WABAH DI PROVINSI GORONTALO Syafruddin Syafruddin; Irwan Irwan; Paulus Pangalo; Bun Yamin Badjuka; Zulfiayu Sapiun; Tumartony Thaib Hiola; Sabri Panigoro; Rahman Suleman
Jurnal Pengabdian Kesehatan Masyarakat Vol 3, No 2 (2022): November: Jurnal Pengabdian Kesehatan Masyarakat
Publisher : Program Studi Kesehatan Masyarakat Universitas Negeri Gorontalo

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.37905/jpkm.v3i2.16875

Abstract

Pandemi Covid-19 belum dicabut menandakan bahwa kejadiannya masih saja berlangsung, di sisi lain penyakit menular tertentu potensi wabah mulai bermunculan. Kebaruan kegiatan ini karena penguatan kapasitas surveilans penyakit menular tertentu yang dapat menimbulkan wabah. Tujuan pengabdian masyarakat ini adalah terlaksananya penguatan kapasitas surveilans bagi petugas di unit surveilans dalam pengendalian Covid-19 dan penyakit menular potensi wabah. Lokasi kegiatan mencakup dinas kesehatan provinsi/kabupaten/kota dan puskesmas terpilih se Provinsi Gorontalo. Metode pelaksanaan yaitu pelatihan/workshop, Coaching, dan Monitoring dan evaluasi. Hasil penguatan kapasitas pada unit surveilans di masing-masing level menunjukkan adanya peningkatan kapasitas individu dan diikuti dengan semakin membaiknya manajemen data surveilans di tingkat provinsi, kabupaten/kota dan puskesmas, yang semula 27% menjadi 77%. Hal yang sama terjadi pada umpan balik perbaikan data laporan dari 72% menjadi 94%. Fragmentasi data antar program makin kecil dan bahkan dapat dieliminir. Jaminan tersedianya data base surveilans “evindence base” di fasilitas Kesehatan makin baik dan terdokumen dalam bentuk laporan Sistem Terpadu Penyakit (STP) dan Sistem Kewaspadaan Dini dan Respon (SKDR).  Kesimpulan Puskesmas telah membuat Pemantauan Wilayah Setempat (PWS) penyakit potensi menular tertentu potensi wabah dan melakukan tahapan manajemen data dengan mempertimbangkan aspek epidemiologi berdasarkan tempat, waktu dan orang. Tampilan datanya sudah variatif berupa tabel, grafik, dengan menggunakan ukuran epidemiologi dengan tepat dan diuraikan dalam bentuk distribusi frekuensi, insidensi rate, prevalensi rate, dan case fatality rate.Kata Kunci: Penguatan; Surveilans; Wabah.