ABSTRAKTulisan ini dimaksudkan untuk mengkaji arah politik luar negeri Indonesia terhadap Tiongkok di masa Reformasi. Seperti diketahui bahwa hubungan bilateral Indonesia-Tiongkok yang sudah berlangsung sejak dekade 1950-an mengalami pasang surut sesuai dengan dinamika politik dalam negeri masing-masing negara. Sesuatu yang menggembirakan bahwa di era Reformasi ini kerja sama bilateral tersebut semakin meningkat khususnya dibidang politik dan ekonomi. Hanya saja yang menjadi masalah bahwa kerja sama ini dihadapan kepada kondisi ketidakseimbangan (asymmetric power relations) yang berpengaruh terhadap posisi tawar (bargaining position) masing-masing negara dalam memperjuangankan kepentingan nasionalnya. Tiongkok sebagai negara dengan kekuatan nasional (nasional power) yang lebih besar akan lebih mudah dalam memperjuangkan kepentingan nasionalnya dibanding dengan Indonesia sebagai negara dengan kekuatan nasional lebih kecil. Untuk mengimbangi hal itu, posisi Indonesia sebagai negara kekuatan menengah (middle power) bisa menjadi insturmen strategi dalam menghadapi Tiongkok. Keberadaan  sebagai kekuatan menengah didasarkan pada pada sejumlah indentifikasi yaitu kapasitas yang dimiliki dan perilaku politiknya dalam hubungan internasional sebagai inisiator diplomatik dalam mewujudkan stabilitas/keamanan dan perdamaian di kawasan. Akhirnya, sebagai penutup bahwa tulisan ini diharapkan akan memberi masukan terhadap arah politik luar negeri Indonesia terhadap Tiongkok sehingga lebih memiliki posisi tawar dalam memperjuangkan kepentingan nasionalnya terhadap Tiongkok di tengah-tengah ketidak seimbangan kekuatan tersebut.Kata kunci: Politik luar negeri, ketidakseimbangan kekuatan, kepentingan nasional