Hilmi Sulaiman Rathomi
Bagian Ilmu Kesehatan Masyarakat, Fakultas Kedokteran, Universitas Islam Bandung, Bandung

Published : 10 Documents Claim Missing Document
Claim Missing Document
Check
Articles

Found 10 Documents
Search

Dampak Program Jaminan Kesehatan Nasional Terhadap Utilisasi Layanan Kesehatan Pasien Kanker Serviks Hilmi Sulaiman Rathomi; Fajar Awalia Yulianto; Nurul Romadhona
Jurnal Kebijakan Kesehatan Indonesia Vol 7, No 3 (2018)
Publisher : Center for Health Policy and Management

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (441.441 KB) | DOI: 10.22146/jkki.38260

Abstract

Program Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) di Indonesia bertujuan untuk meningkatkan akses masyarakat terhadap layanan kesehatan yang berkualitas, termasuk masyarakat dengan penyakit katastropik seperti kanker serviks. Pasien kanker serviks seringkali gagal mendapatkan layanan yang optimal dan terdiagnosis pada stadium yang lebih lanjut sehingga menimbulkan beban ekonomi dan kesehatan yang amat berat. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengeksplorasi dampak keberadaan JKN terhadap utilisasi layanan kesehatan pasien kanker serviks. Penelitian ini adalah studi cross sectional yang dilakukan di 2 Rumah Sakit di Kota dan Kabupaten Bandung pada periode 2013 – 2017. Pengambilan data dilakukan pada bulan Mei – Agustus 2018 dengan mengambil seluruh data rekam medis yang tercatat secara lengkap (total sampling). Data dianalisis dengan software STATA versi 13 dengan uji fisher exact. Dari 85 rekam medis yang tercatat secara lengkap didapatkan nilai tengah usia pasien adalah 49 (28 – 80), mengalami paritas 3 kali (0-9), 85% berstatus menikah, 88% merupakan ibu rumah tangga, 68% menggunakan jaminan kesehatan, dan 51% terdiagnosis pada stadium lanjut. Setelah penerapan JKN, terlihat adanya peningkatan utilisasi layanan kesehatan untuk kasus kanker serviks, terutama setelah tahun ketiga. Usia pasien yang terdiagnosis cenderung semakin muda, hampir seluruh pasien menggunakan BPJS untuk pembiayaan, dan stadium saat awal terdiagnosis cenderung semakin dini. Dari uji statistik didapatkan perbedaan bermakna antara periode sebelum dan setelah JKN dari aspek cara pembiayaan (p= 0.00), namun tidak didapatkan perbedaan bermakna pada stadium saat awal terdiagnosis (p> 0.05). Dapat disimpulkan bahwa JKN memiliki dampak terhadap utilisasi dan pola berobat pasien kanker serviks.
The Need for Adolescent Mental Health Intervention in Primary Health Care Susan Fitriyana; Hilmi Sulaiman Rathomi; Sara Shafira
Global Medical & Health Communication (GMHC) Vol 8, No 2 (2020)
Publisher : Universitas Islam Bandung

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (217.454 KB) | DOI: 10.29313/gmhc.v8i2.6376

Abstract

Mental health problems in adolescents became a global concern. About 10–20% of children and adolescents worldwide experience mental health problems, but only about 10% get medical attention. This study aims to perform an initial screening of adolescent mental health in Bandung, especially adolescents at school age, to get the magnitude of the problem of mental health in adolescents. This research was a cross-sectional study conducted in Bandung. Data collected in December 2018. The study used consecutive sampling to recruit 140 students from junior and senior high schools. The instrument used was the strength and difficulties questionnaire (SDQ) YR1 version, which was filled independently by respondents. Data were analyzed using STATA 13. The results of this study were that the prevalence of mental health problems in adolescents was 21%. The highest aspect was emotional (28%) and conducted problems (21%). There was a significant different male versus female in emotional and conduction problems. In conclusion, the magnitude of the adolescent's mental health problems in Bandung was enormous; thus, interventions at the primary care level and partnership with another sector needed. PERLU INTERVENSI KESEHATAN MENTAL REMAJA DI PELAYANAN KESEHATAN PRIMERMasalah kesehatan mental pada remaja telah menjadi perhatian dunia. Sekitar 10–20% anak dan remaja di seluruh dunia mengalami masalah kesehatan mental, tetapi hanya 10% yang mendapatkan pelayanan kesehatan. Tujuan penelitian ini melakukan penapisan awal besaran masalah kesehatan mental pada remaja usia sekolah di Kabupaten Bandung. Penelitian ini merupakan penelitian potong lintang yang dilakukan di Kabupaten Bandung. Data dikumpulkan pada bulan Desember 2018 menggunakan consecutive sampling dengan melibatkan 140 siswa SMP dan SMA. Instrumen yang digunakan adalah strength and difficulties questionaire (SDQ) YR1 version yang diisi oleh responden. Data dianalisis menggunakan STATA 13. Hasil penelitian didapatkan prevalensi masalah kesehatan mental pada remaja adalah 21%. Aspek penilaian tertinggi berada pada masalah emosional (28%) dan conducting problem (21%). Terdapat perbedaan nilai yang siginifikan untuk aspek emosinal dan conduct problem antara kelompok laki-laki dan perempuan. Simpulan, masalah kesehatan mental remaja di Kabupaten Bandung sangat besar sehingga dibutuhkan penanganan kesehatan mental remaja di tingkat pelayanan kesehatan primer dan kerja sama dengan sektor lain.
Soil-Transmitted Helminths Contamination on the Yard's Soil of the Public Elementary Schools in Bandung City Ratna Dewi Indi Astuti; Ismawati Ismawati; Hilmi Sulaiman Rathomi
Global Medical & Health Communication (GMHC) Vol 8, No 3 (2020)
Publisher : Universitas Islam Bandung

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (131.81 KB) | DOI: 10.29313/gmhc.v8i3.6596

Abstract

Soil contamination by soil-transmitted helminths (STH) on the schoolyard can act as reservoir STH infection for students. The STH contamination on soil due to contamination of human and animal waste which was disposed of inappropriately. This study aimed to determine the presence of STH eggs in the yard's soil of public elementary schools in Bandung city. This research was an analytic observational study with a cross-sectional approach during September 2019. This study's samples were 97 surface soil of the public elementary schoolyard in Bandung city, selected randomly. Microscopic identification is made for identifying the STH contamination on soil samples. STH contaminates about 66% yard's soil of public elementary schools in Bandung city. We identified larva nematode, Ascaris eggs, Trichuris eggs, Toxocara eggs, and Capillaria eggs. The most common STH we had found was larvae nematode (53%). There is a correlation between flood and human STH contamination on soil (p=0.015). We concluded that STH contaminates the yard's soil of the public elementary schools in Bandung city. The source of STH contamination is from human and animal waste. Flood has a role in spreading human waste on the soil. KONTAMINASI SOIL-TRANSMITTED HELMINTH PADA TANAH PEKARANGAN SEKOLAH DASAR NEGERI KOTA BANDUNGPencemaran tanah oleh soil-transmitted helminth (STH) di halaman sekolah dapat menjadi reservoir penularan STH bagi siswa. Pencemaran ini dapat terjadi akibat pengelolaan kotoran manusia dan hewan yang tidak tepat. Penelitian ini bertujuan mengetahui keberadaan telur STH di tanah pekarangan sekolah dasar negeri di Kota Bandung. Penelitian ini merupakan penelitian observasional analitik dengan pendekatan cross-sectional yang dilaksanakan pada bulan September 2019. Sampel penelitian berjumlah 97 tanah permukaan halaman sekolah dasar negeri di Kota Bandung yang dipilih secara acak. Identifikasi mikroskopis dilakukan untuk mengidentifikasi kontaminasi STH pada sampel tanah. Data banjir didapatkan dari wawancara dengan penduduk sekitar. Pencemaran STH terjadi pada 66% sampel. Kami mengidentifikasi larva nematoda, telur Ascaris, telur Trichuris, telur Toxocara, dan telur Capillaria. Jenis STH yang paling banyak ditemukan adalah larva nematoda (53%). Terdapat korelasi antara banjir dan pencemaran STH manusia di tanah (p=0,015). Kami menyimpulkan bahwa tanah pekarangan sekolah dasar negeri di Kota Bandung tercemar STH. Sumber pencemaran STH berasal dari kotoran manusia dan hewan. Banjir berperan dalam menyebarkan kotoran manusia di tanah.
Depression Leads to Physical Inactivity in Patients with Beta-Thalassemia Major Faza Nurul Wardhani; Susanti Dharmmika; Hilmi Sulaiman Rathomi
Global Medical & Health Communication (GMHC) Vol 9, No 2 (2021)
Publisher : Universitas Islam Bandung

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (330.177 KB) | DOI: 10.29313/gmhc.v9i2.7598

Abstract

Beta-thalassemia major (BTM) is difficult to treat chronic disease, causing physical and psychological burdens for the patient. Several studies have confirmed a decrease in physical activity and depression in thalassemia patients, but limited studies examine the relationship between these two conditions. This study aims to analyze the relationship between depression and physical activity in BTM patients in Bandung city. It was analytical observational research with a cross-sectional design. Data were collected during September–December 2018 by interviewing 65 patients selected by simple random sampling from 300 thalassemia patients registered at the Association of Parents with Thalassemia Indonesia/Perhimpunan Orangtua Penderita Thalassemia Indonesia (POPTI) Bandung city. The instruments used were the Global Physical Activity Questionnaire (GPAQ) to measure physical activity and the Beck Depression Inventory (BDI) to assess depressive symptoms. Data were analyzed by chi-square test using SPSS for Windows ver. 23.0. The results showed that most BTM patients in Bandung city were depressed (52%) and had low physical activity levels (65%). Furthermore, there was a statistically significant relationship between depression and physical activity in thalassemia patients in Bandung city (p=0.04, p<0.05). Therefore, it can be concluded that BTM patients in Bandung city with depression have lower physical activity. DEPRESI BERDAMPAK PADA AKTIVITAS FISIK YANG RENDAH PADA PASIEN TALASEMIA BETA MAYORTalasemia beta mayor merupakan penyakit kronis yang sulit disembuhkan sehingga menimbulkan beban fisik dan psikologis bagi pasien. Beberapa penelitian telah mengonfirmasi penurunan aktivitas fisik dan depresi pada pasien talasemia, namun studi yang mengkaji hubungan antara kedua kondisi ini masih terbatas jumlahnya. Penelitian ini bertujuan menganalisis hubungan antara kondisi depresi dan tingkat aktivitas fisik pada penderita talasemia beta mayor di Kota Bandung. Desain penelitian bersifat observasional analitik dengan rancangan potong lintang. Pengambilan data dilakukan selama September–Desember 2018 dengan mewawancarai 65 pasien yang dipilih secara simple random sampling dari 300 pasien talasemia yang terdaftar di Perhimpunan Orangtua Penderita Thalassemia Indonesia (POPTI) Kota Bandung. Instrumen yang digunakan adalah Global Physical Activity Questionnaire (GPAQ) untuk mengukur aktivitas fisik dan Beck Depression Inventory (BDI) untuk menilai gejala depresi. Data dianalisis dengan uji chi-square menggunakan SPSS for Windows ver. 23.0. Hasil penelitian menunjukkan mayoritas penderita talasemia beta mayor di Kota Bandung mengalami depresi (52%) dan memiliki tingkat aktivitas fisik rendah (65%). Selanjutnya, terdapat hubungan bermakna secara statistik antara depresi dan aktivitas fisik pada penderita talasemia di Kota Bandung (p=0,04; p<0,05). Oleh karena itu, dapat disimpulkan bahwa penderita talasemia beta mayor di Kota Bandung yang mengalami depresi memiliki aktivitas fisik yang lebih rendah.
The Role of Sugar in COVID Pandemic Hilmi Sulaiman Rathomi
Review of Primary Care Practice and Education (Kajian Praktik dan Pendidikan Layanan Primer) Vol 4, No 1 (2021): January
Publisher : Faculty of Medicine, Public Health, and Nursing

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.22146/rpcpe.58952

Abstract

By the middle of August 2020, COVID-19 had infected over 20 million people worldwideand caused more than 700,000 deaths. The elderly and patients with comorbidities are themost affected group since they have a higher fatality rate because of COVID-19. For patientsyounger than fifty, the risk of death is just under one percent, but in the elderly, especiallythose over 65, the risk of death jumps 2 to 8 times 1,2 .The presence of comorbidities also significantly increases the risk of COVID-19 death.People with diabetes and obesity can increase their risk of death by 1.5 times, whilehypertension and heart disease raise the mortality up to 1.6 to 3 higher 3,4,5 . This situationshould make us aware; we are not only facing the COVID-19 pandemic but also a pandemicof non-communicable diseases (NCDs).There are so many people who are now suffering from obesity, diabetes, hypertension, andheart disease, they are the leading causes of worldwide deaths. Four main NCDs, i.e.cardiovascular diseases, cancer, diabetes, and chronic pulmonary diseases are responsible for82% of mortality 6 . One of the reasons that causes those diseases to have rapid growth, isbecause obesity, as the primary basis of almost all NCDs, is socially contagious 7 . Christakisexplained that people who have closeness with obese people, over time, will also be obese.Vice versa, obese people can cause people in their social circles to be obese for a certainperiod 8 .
Hambatan dalam Mewujudkan Open Defecation Free Hilmi Sulaiman Rathomi; Eka Nurhayati
Jurnal Integrasi Kesehatan dan Sains Vol 1, No 1 (2019): Jurnal Integrasi Kesehatan dan Sains
Publisher : Universitas Islam Bandung

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.29313/jiks.v1i1.4325

Abstract

Open defecation free (ODF) merupakan salah satu target terpenting dalam Sustainable Development Goals (SDGs) yang ditujukan memutus rantai transmisi penyakit menular. Penelitian ini bertujuan mengetahui perilaku buang air besar sembarangan (BABS) yang masih dilakukan oleh masyarakat, sekaligus menganalisis berbagai faktor yang berpengaruh terhadap upaya eliminasinya menggunakan model behavior change wheel. Penelitian ini merupakan studi cross sectional dengan melibatkan 210 orang penduduk Desa Mangunjaya, Kabupaten Bandung yang dipilih secara cluster random sampling periode April 2017. Data diperoleh melalui wawancara menggunakan kuesioner tervalidasi, lalu dianalisis menggunakan software SPSS 20 dengan uji chi-square dan Spearman Rank Correlation. Hasil penelitian menunjukkan 28,6% penduduk Desa Mangunjaya yang masih mempraktikkan kebiasaan BAB sembarangan 22,4% penduduk yang tidak memiliki jamban. Ditemukan korelasi positif yang signifikan perilaku BABS dengan faktor motivasi (r=0,584), kemampuan (r=0,638), dan kesempatan (r=0,548). Terdapat perbedaan persepsi antara warga yang masih melakukan BABS dan yang tidak melakukan BABS mengenai faktor apa yang dinilai menghambat kepemilikan dan penggunaan jamban. Meskipun keduanya menyatakan bahwa faktor biaya adalah penghambatan utama, warga yang melakukan BABS cenderung menyalahkan lokasi desa sebagai hambatan terbesar kedua, sementara warga yang tidak BABS menilai bahwa kurangnya edukasi justru menjadi faktor terpenting selain hambatan biaya. Masih terdapat warga yang BABS dan tidak memiliki jamban dipengaruhi oleh faktor motivasi, kapabilitas, dan kesempatan. Peningkatan pengetahuan dan kepemilikan jamban perlu diupayakan lebih serius karena merupakan determinan terpenting pencapaian kondisi open defecation free di Desa Mangunjaya. BARRIER OF OPEN DEFECATION FREE Open defecation free (ODF) is one of the most important target in Sustainable Development Goals (SDGs) that is intended to break the transmission chain of infectious diseases. This research aims to discover the open defecation (OD) behavior as well as to analyze factors that influence its elimination effort using behavioral change wheel model. This was a cross sectional study involving 210 villagers from Desa Mangunjaya, Bandung during April 2017 who were randomly selected with cluster random sampling method. Data were taken through interview using validated questionnaire, then analyzed using SPSS 20 with chi-square and Spearman rank correlation test. This research found there were 28.6% of residents in Desa Mangunjaya who are still practising OD and 22.4% do not have latrines. There was a significant positive correlation between OD behavior with motivational factor (r = 0.584), capability (r: 0.638), and opportunity (r: 0.548). There was a difference of perception between residents who were still practicing OD and who were not, on what factors are considered to inhibit the ownership and use of latrines. Although both placed the cost factor as the main barrier, residents who practicing OD tend to assess the location of the village as the second greatest obstacle, meanwhile the second group put the lack of education as a major factor in addition to cost constraints. The achievement of ODF condition in Desa Mangunjaya was inhibited by motivational, capability, and opportunity factors. Increasing latrines ownership and knowledge among villagers were very crucial, since they are the most important determinants.
Hubungan Derajat Nyeri dan Klasifikasi Radiologik dengan Kualitas Hidup Pasien Osteoartritis Lutut Salma Nur Afina; Lelly Yuniarti; Sadeli Masria; Hilmi Sulaiman Rathomi; Susanti Dharmmika
Jurnal Integrasi Kesehatan dan Sains Vol 1, No 2 (2019): Jurnal Integrasi Kesehatan dan Sains
Publisher : Universitas Islam Bandung

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.29313/jiks.v1i2.4351

Abstract

Osteoartritis (OA) lutut merupakan masalah kesehatan masyarakat utama yang mengakibatkan nyeri dan disabilitas. Sampai saat ini masih belum jelas diketahui dampak penyakit OA lutut dilihat dari derajat nyeri dan klasifikasi radiologik OA dengan kualitas hidup pasien OA lutut. Tujuan penelitian ini adalah mengetahui hubungan derajat nyeri dan klasifikasi radiologik OA dengan kualitas hidup pasien OA lutut. Penelitian ini adalah studi analitik dengan pendekatan cross sectional. Sebanyak 85 pasien OA telah dipilih secara consecutive dan dinilai kualitas hidupnya yang terdiri atas delapan komponen menggunakan kuesioner SF-36, derajat nyerinya menggunakan numeric rating scale (NRS), serta secara radiologik berdasar atas klasifikasi Kellgren-Lawrence (KL). Penelitian ini dilakukan di RS Al-Islam Bandung selama periode April–Juli 2018. Data dianalisis dengan SPSS melalui Uji Kruskal-Wallis. Dari hasil penelitian didapatkan mayoritas pasien OA lutut mengalami derajat nyeri sedang (50%) termasuk dalam klasifikasi radiologik OA moderat (43%) dan skor kualitas hidup 548 (265,63–728,5). Penelitian ini menunjukkan hubungan bermakna antara derajat nyeri dan kualitas hidup pada aspek nyeri dan vitalitas (p=0,000 dan 0,005) serta hubungan klasifikasi radiologik OA dengan kualitas hidup aspek fungsi sosial (p=0,027). Disimpulkan bahwa terdapat hubungan derajat nyeri dengan kualitas hidup pada aspek nyeri dan vitalitas serta hubungan klasifikasi radiologik OA dengan kualitas hidup pada aspek fungsi sosial.RADIOGRAPHIC CLASSIFICATION WITH QUALITY OF LIFE IN KNEE OSTEOARTHRITIS PATIENTKnee osteoarthritis (OA) is a major public health issue causing chronic pain and disability. Until now there is a little explanation on the impact of degree of pain and radiographic classification of OA on quality of life (QOL) in knee OA patient. The objective of this study was to clarify association between degree of pain and radiographic classification of OA with QOL in knee OA patient. A total of 85 knee OA patients were selected consecutively and assessed for their eight component of quality of life using the SF-36 questionnaire, their degree of pain using numeric rating scale (NRS), and radiologically based on the Kellgren-Lawrence (KL) classification. This research was conducted in RS Al-Islam Bandung during period of April–July 2018. Data were analyzed with SPSS through Kruskal-Wallis test. From the results of the study, the majority of OA patients experienced moderate pain degree (50%) and were included in moderate OA classification (43%) and QOL score of 548 (265.63–728.5). This study showed that there was a significant association between degree of pain and QOL on pain and vitality component (p=0.000 and 0.005) and association between OA radiographic classification and QOL in social functioning component (p=0.027). It can be concluded that there is association between degree of pain with QOL on pain and vitality component also association between radiologic classification of OA with QOL on social functioning component in knee OA patient.
Kepatuhan Konsumsi Obat Kelasi Besi dan Kadar Feritin Serum Pasien Talasemia Beta-Mayor di RSUD Al-Ihsan Bandung Hutari Gustiana; Tito Gunantara; Hilmi Sulaiman Rathomi
Jurnal Integrasi Kesehatan dan Sains Vol 2, No 1 (2020): Jurnal Integrasi Kesehatan dan Sains
Publisher : Universitas Islam Bandung

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.29313/jiks.v2i1.5572

Abstract

Kadar feritin serum yang tinggi pada pasien talasemia menimbulkan berbagai komplikasi yang menurunkan kualitas hidup pasien. Kadar tersebut dipengaruhi oleh berbagai hal, salah satunya kepatuhan pasien dalam mengonsumsi obat kelasi besi. Penelitian ini bertujuan mengetahui tingkat kepatuhan konsumsi obat kelasi besi dan kadar feritin serum pada penderita talasemia beta-mayor di RSUD Al-Ihsan Bandung serta hubungan antara keduanya. Penelitian ini merupakan studi cross sectional dengan melibatkan 50 pasien talasemia di RSUD Al-Ihsan Bandung yang dipilih secara consecutive. Data tingkat kepatuhan diukur dengan kuesioner Morisky Medication Adherence Scale-8 (MMAS-8) yang diisi dipandu oleh peneliti, sedangkan data kadar feritin serum didapatkan dari rekam medis pasien. Pengambilan data dilakukan pada bulan Juli–September 2019, data dianalisis menggunakan uji chi square dengan bantuan piranti lunak STATA versi 13. Hasil penelitian menunjukkan mayoritas penderita talasemia beta-mayor di RSUD Al-Ihsan Bandung (60%, IK 45,4–72,9%) memiliki tingkat kepatuhan rendah dalam konsumsi obat kelasi besi dan sebagian besar memiliki kadar feritin serum >2.500 ng/mL (58%, IK 43,5–71,2%). Terdapat hubungan bermakna secara statistik antara tingkat kepatuhan konsumsi obat kelasi besi dan kadar feritin serum pada penderita talasemia beta-mayor di RSUD Al-Ihsan Bandung (p=0,00). DRUG ADHERENCE OF IRON-CHELATING AGENT AND SERUM FERRITIN LEVELS OF BETA-MAJOR THALASSEMIA PATIENTS IN AL-IHSAN HOSPITAL BANDUNG High serum ferritin levels in thalassemia patients cause various complications that reduce the quality of life of patients. These levels are influenced by various things, one of which is patient compliance in consuming iron chelation. This study aims to determine the level of compliance with iron chelation drug consumption and serum ferritin levels in patients with beta-major thalassemia in Al-Ihsan Regional Hospital Bandung and the relationship between the two. This was a cross-sectional study involving 50 thalassemia patients at Al-Ihsan Regional Hospital Bandung, which was chosen consecutively. We measure the adherence by the Morisky Medication Adherence Scale-8 (MMAS-8) questionnaire, filled out with the researcher’s guidance, while ferritin level data was obtained from the patient’s medical record. Data was collected in July–September 2019, and data were analyzed using chi-square test with the help of STATA software version 13. The results showed the majority of patients with beta-major thalassemia in Al-Ihsan Regional Hospital Bandung (60%, 45.4–72.9% CI) have a low level of compliance in the consumption of iron chelation drugs and most have serum ferritin levels >2.500 ng/mL (58%, 43.5–71.2 CI). There was a statistically significant relationship between the level of compliance with iron chelation drug consumption with serum ferritin levels in patients with beta-major thalassemia in Al-Ihsan Regional Hospital Bandung (p=0.00).
Tingkat Pengetahuan Personal Hygiene Saat Menstruasi antara Siswi Pondok Pesantren dan SMP Negeri di Kabupaten Cirebon Millatul Malihah; Raden Ganang Ibnusantosa; Titik Respati; Hilmi Sulaiman Rathomi; Wawang S. Sukarya
Jurnal Integrasi Kesehatan dan Sains Vol 1, No 1 (2019): Jurnal Integrasi Kesehatan dan Sains
Publisher : Universitas Islam Bandung

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.29313/jiks.v1i1.4328

Abstract

Sekolah berbasis agama dan boarding semakin banyak di Indonesia dan pengetahuan tentang personal hygiene terutama saat menstruasi penting untuk mencegah berbagai masalah kesehatan reproduksi yang dapat terjadi. Tujuan penelitian ini adalah mengetahui perbedaan tingkat pengetahuan tentang personal hygiene saat menstruasi antara siswi pesantren dan sekolah negeri. Penelitian ini merupakan penelitian analitik observasional dengan pendekatan cross sectional. Penelitian dilakukan di Pondok Pesantren Tarbiyatul Banin Kabupaten Cirebon dan SMP Negeri 1 Talun Kabupaten Cirebon pada bulan Mei 2018. Populasi penelitian ini adalah seluruh siswi dari sekolah terkait yang sudah mengalami menstruasi. Responden pada penelitian ini dipilih dengan teknik purposive sampling sebanyak 95 orang dari tiap-tiap sekolah. Analisis data dilakukan dengan software Epi Info dengan uji Fisher-exact. Hasil penelitian menunjukkan bahwa tingkat pengetahuan baik didapatkan pada 96% siswa SMP Negeri, sementara pada siswi Pondok pesantren sebanyak 86%. Dari hasil uji statistik didapatkan perbedaan bermakna antara tingkat pengetahuan siswi pondok pesantren dan siswi SMP Negeri (p<0,05). Terdapat perbedaan yang bermakna mengenai tingkat pengetahuan yang baik pada siswi SMP Negeri dibanding dengan siswi pesantren. Perlu promosi/edukasi kesehatan kepada siswi pesantren agar tingkat pengetahuan mereka tentang personal hygiene saat menstruasi dapat setara dengan siswi SMP Negeri. COMPARISON OF KNOWLEDGE ABOUT MENSTRUAL HYGIENE BETWEEN  FEMALE STUDENTS IN BOARDING SCHOOL AND REGULAR JUNIOR HIGH SCHOOL IN KABUPATEN CIREBONReligious and boarding schools are becoming increasingly common in Indonesia, and knowledge of personal hygiene especially during menstruation is important to prevent reproductive health problems that may occur. The purpose of this study was to know the difference on the level of knowledge about personal hygiene during menstruation between students at private boarding school and government schools. This research is an observational analytic study with cross sectional approach. The research had been conducted at Pondok Pesantren Tarbiyatul Banin, Cirebon district and Junior High School 1 Talun, Cirebon District on May 2018. The population of this study were all female students from related schools who have had experienced of menarche. Respondents in this study were selected by purposive sampling technique 95 people from each school. Data analysis was done with Epi Info software and analyzed by Fisher-exact test. The results showed that good knowledge level was obtained in 86% of private boarding school students, while in government   school students was 96%. There was a significant difference on the level of good knowledge about personal hygiene during menstruation between government junior junior high school students compared to private boarding school students (p<0,05). It is needed to encourage  promotion of health education especially on the knowledge of personal hygiene during menstruation.
Promoting Intermittent Fasting in Community through Religion based Approach to Improve Metabolic Health Hilmi Sulaiman Rathomi; Rizky Suganda Prawiradilaga; Mia Kusmiyati; Rizki Perdana; Sofa Rahmannia
Jurnal Integrasi Kesehatan dan Sains Vol 4, No 2 (2022): Jurnal Integrasi Kesehatan dan Sains
Publisher : Universitas Islam Bandung

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.29313/jiks.v4i2.10187

Abstract