Claim Missing Document
Check
Articles

Found 2 Documents
Search
Journal : Al-Ahkam

KOREKSI KETINGGIAN TEMPAT TERHADAP FIKIH WAKTU SALAT: Analisis Jadwal Waktu Salat Kota Bandung Rojak, Encep Abdul; Hayatudin, Amrullah; Yunus, Muhammad
Al-Ahkam Volume 27, Nomor 2, Oktober 2017
Publisher : Faculty of Shariah and Law, State Islamic University (UIN) Walisongo

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (279.137 KB) | DOI: 10.21580/ahkam.2017.27.2.1858

Abstract

Prayer time is locality in accordance with geographic data. For one geographical data will result one of prayer time. But there are different things with this general rule, namely the phenomenon of maghrib twice during Ramadan 1437 H. / 2016 M. in Bandung. There are two prayer schedule format that developed at that time, which is schedule issued by the Ministry of Religious West Java Regional Office (Kemenag) and schedule sourced by online of the Central of Ministry of Religious Affairs. Bandung has elevated above 600 meters mean sea level, but not located on the beach. Such circumstances make different ijtihad scholars of elevation data in the calculation of the prayer times. According to scholars of the city, Bandung has a elevation above 600 meters mean sea level, in the calculation of the maghrib prayer time must take into calculation the height of the place. This is to get results that match the real conditions. Kemenag and BHRD West Java  using real data in the calculation of prayer times. This schedule is much used as a reference by mosques such as the Great Mosque of al-Ukhuwah Bandung, Mosque PUSDAI, Trans Studio Mosque Bandung, and Masjid Istiqomah Bandung.[]Awal waktu salat bersifat lokalitas sesuai dengan data geografis. Untuk satu data geografis akan menghasilkan satu waktu salat. Namun ada hal yang berbeda dengan kaidah umum ini, yaitu terjadi fenomena adzan maghrib dua kali pada saat Ramadhan 1437 H. / 2016 M. di Kota Bandung. Ada dua format jadwal salat yang berkembang saat itu, yaitu jadwal yang dikeluarkan oleh Kemenag Kanwil Jawa Barat dan jadwal yang bersumber dari sistem online Kementrian Agama Pusat. Diantara jadwal tersebut, ada yang menggunakan data ketinggian tempat dan ada pula yang mengabaikannya. Bandung memiliki ketinggian tempat di atas 600 meter dpl, namun tidak terletak di sisi pantai. Keadaan seperti ini menjadikan ulama ilmu falak berbeda ijtihad dalam penggunaan data ketinggian tempat dalam perhitungan awal waktu salat magrib. Menurut ulama falak, kota Bandung yang memiliki ketinggian tempat di atas 600 meter dpl, dalam perhitungan awal waktu salat Magrib harus memperhitungkan ketinggian tempat. Hal ini untuk mendapatkan hasil yang sesuai dengan kondisi real di lapangan. Kemenag dan BHRD Jawa Barat menggunakan data real dalam perhitungan awal waktu salat. Jadwal ini banyak dijadikan acuan oleh masjid-masjid yang besar seperti Masjid Agung al-Ukhuwah Bandung, Masjid PUSDAI, Masjid Agung Trans Studio Bandung, dan Masjid Istiqomah Bandung.
KOREKSI KETINGGIAN TEMPAT TERHADAP FIKIH WAKTU SALAT: Analisis Jadwal Waktu Salat Kota Bandung Encep Abdul Rojak; Amrullah Hayatudin; Muhammad Yunus
Al-Ahkam Volume 27, Nomor 2, Oktober 2017
Publisher : Faculty of Sharia and Law, Universitas Islam Negeri (UIN) Walisongo Semarang

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (279.137 KB) | DOI: 10.21580/ahkam.2017.27.2.1858

Abstract

Prayer time is locality in accordance with geographic data. For one geographical data will result one of prayer time. But there are different things with this general rule, namely the phenomenon of maghrib twice during Ramadan 1437 H. / 2016 M. in Bandung. There are two prayer schedule format that developed at that time, which is schedule issued by the Ministry of Religious West Java Regional Office (Kemenag) and schedule sourced by online of the Central of Ministry of Religious Affairs. Bandung has elevated above 600 meters mean sea level, but not located on the beach. Such circumstances make different ijtihad scholars of elevation data in the calculation of the prayer times. According to scholars of the city, Bandung has a elevation above 600 meters mean sea level, in the calculation of the maghrib prayer time must take into calculation the height of the place. This is to get results that match the real conditions. Kemenag and BHRD West Java  using real data in the calculation of prayer times. This schedule is much used as a reference by mosques such as the Great Mosque of al-Ukhuwah Bandung, Mosque PUSDAI, Trans Studio Mosque Bandung, and Masjid Istiqomah Bandung.[]Awal waktu salat bersifat lokalitas sesuai dengan data geografis. Untuk satu data geografis akan menghasilkan satu waktu salat. Namun ada hal yang berbeda dengan kaidah umum ini, yaitu terjadi fenomena adzan maghrib dua kali pada saat Ramadhan 1437 H. / 2016 M. di Kota Bandung. Ada dua format jadwal salat yang berkembang saat itu, yaitu jadwal yang dikeluarkan oleh Kemenag Kanwil Jawa Barat dan jadwal yang bersumber dari sistem online Kementrian Agama Pusat. Diantara jadwal tersebut, ada yang menggunakan data ketinggian tempat dan ada pula yang mengabaikannya. Bandung memiliki ketinggian tempat di atas 600 meter dpl, namun tidak terletak di sisi pantai. Keadaan seperti ini menjadikan ulama ilmu falak berbeda ijtihad dalam penggunaan data ketinggian tempat dalam perhitungan awal waktu salat magrib. Menurut ulama falak, kota Bandung yang memiliki ketinggian tempat di atas 600 meter dpl, dalam perhitungan awal waktu salat Magrib harus memperhitungkan ketinggian tempat. Hal ini untuk mendapatkan hasil yang sesuai dengan kondisi real di lapangan. Kemenag dan BHRD Jawa Barat menggunakan data real dalam perhitungan awal waktu salat. Jadwal ini banyak dijadikan acuan oleh masjid-masjid yang besar seperti Masjid Agung al-Ukhuwah Bandung, Masjid PUSDAI, Masjid Agung Trans Studio Bandung, dan Masjid Istiqomah Bandung.