Jurnal Konstitusi
Vol 3, No 1: Juni 2010

Pengantar Redaksi dan Daftar Isi

Konstitusi, Reaksi Jurnal (Unknown)



Article Info

Publish Date
20 Jun 2013

Abstract

Pemilihan umum kepala daerah (pemilukada) yang dilakukan oleh rakyat secara langsung tidak bisa dinafikan telah menawarkan pesona tersendiri. Disamping dianggap telah membuka ruang bagi partisipasi rakyat dalam kehidupan politik formal dan memilih kepala daerah yang dibutuhkan, juga akan menuntut tumbuhnya kepekaan elite politik terhadap isu yang kontekstual dan akuntabilitas atas kinerja kandidat yang terpilih oleh rakyat. Pada saat yang sama harus diakui bahwa pemilu kepala daerah yang dilakukan dengan cara instan dan belum didukung sikap politik masyarakat yang rasional kalkulatif seperti sekarang ini sesungguhnya riskan terjerumus ke dalam situasi yang kontraproduktif. Pelaksanaan pemilu kada di berbagai daerah di satu sisi terbukti berpotensi memicu terjadinya konflik horizontal yang makin terbuka, baik atas dasar perbedaan adeologi, kepentingan, maupun identitas sosial politik yang lain. Di sisi lain, sekalipun tak jarang pemilu kepala daerah yang telah berlangsung dengan sukses, ternyata juga tidak ada jaminan bahwa pemimpin daerah yang terpilih kemudian terbukti mampu mendongkrak kinerja pembangunan secara signifikan. Berdasarkan berbagai implikasi negatif plus alasannya bersifat teknis, pemilu kepala daerah secara langsung yang memakan biaya besar dan tidak efisien telah memunculkan wacana pergantian sistem pemilihan umum kepala daerah langsung dengan memakai sistem tak langsung, seperti pemilihan oleh DPRD (usulan PBNU) atau pengangkatan gubernur oleh presiden (rekomendasi Lemhannas).

Copyrights © 2010