Selama rezim Orde Baru berkuasa, di Indonesia telah terjadi berbagai penyalahgunaan kekuasaan (abuse of power), korupsi, kolusi dan nepotisme (KKN). Bahkan sekarang juga, setelah satu tahun rezim reformasi memimpin, nampaknya sisa-sisa Orde Baru masih melekat dan setoap kegiatan yang berbau KKN, juga masih terus berlanjut, terutama yng berkaitan dengan kegiatan perekonomian. Bersamaan dengan adanya kehendak reformasi hampir di seluruh bidang, maka momentum ini selayaknya dijadikan titik awal untuk mereformasi ketentuan hukum (pidana) ekonomi. Karena melihat sejarah pembentukannya, ketentuan hukum pindana ekonomi yang ada sekarang masih merupakan jiplakan dari Undang-undang Tindak Pidana Ekonomi Belanda. Dasar untuk mereformasi hukum pidana (ekonomi ) ini disamping alasan klasik yaitu alasan filosofis, yuridis dan sosiologis, juga alasan sanksi pidana yang diancamkan. Banyak perbuatan-perbuatan dalam dunia bisnis yang menurut pandangan ekonomi bukan merupakan perbuatan yang melanggar hukum, oleh hukum pidana dipersoalkan (kriminalisasi perbuatan). Banyak pelaku-pelaku kejahatan ekonomi ini tidak dapat dijangkau oleh hukum dengan alasan pelaku mempunyai kedudukan sosial dan politik yang tinggi di masyarakat. Reformasi hukum pidana ini tetap harus bertumpu kepada perbuatan apa yang akan diganti/diubah dan perumusan sanksi yang akan diterapkan
Copyrights © 2000