Persoalan terorisme dan kejahatan-kejahatan lain yang menimbulkan korban yang sangat massal, menggugah berbagai negara untuk meninjau kembali perundang-undangan pidananya (KUHP). Penanggulangan, penindakan, dan pencegahan kejahatan terorisme telah menjadi Global action melintasi batas-batas wilayah suatu negara termasuk di dalamnya Indonesia. Indonesia sebagai salah satu negara yang menjadi korban kejahatan terorisme (siapapun pelakunya) dengan cepat telah mengeluarkan Perpu Nomor 1 dan Nomor 2 Tahun 2002 yang kemudian disusul dengan keluarnya Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2003 dan Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2003. Dalam perjalanan berlakunya Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2003 dibatalkan oleh Mahkamah Konstitusi, dengan demikian pemberantasan kejahatan terorisme kembali menggunakan KUHP. Melihat pembatalan Undang-undang terorisme tersebut maka Pembaharuan hukum pidana (KUHP), khususnya perumusan atau membuat bab tersendiri dalam KUHP lebih baik daripada membuat undang-undang tersendiri tentang kejahatan terorisme. Hal ini dikemukakan dengan alasan terlalu banyaknya undang-undang pidana di luar KUHP akan merusak sistem kodifikasi dan sistem peradilan di Indonesia.
Copyrights © 2005