AL-HUKAMA´
Vol. 6 No. 1 (2016): Juni 2016

MAK DI JUK SIANG PADA MASYARAKAT ‎ADAT LAMPUNG PEPADUN MEGOU PAK‎

Fathu Sururi (PP. Fathus Sa’adah Tulang Bawang Lampung)



Article Info

Publish Date
01 Jun 2016

Abstract

This is a field research that aims to answer questions about how the tradition of Mak Di Juk Siang (prohibition of divorce) which has been regularly applied within the tradition of the people in Lampung Pepadun Megou Pak exactly in DWTJaya, Banjar Agung, Tulang Bawang, Lampung and its legal consequences and how the view point of Islamic law against that tradition. Data are collected by using interview and documentation. The data are then analyzed by using descriptive-deductive mindset. This tradition forbids the couples in the same tribe to do divorce. This is true for their commitment for the sake of self-esteem which is the local wisdom that animates each of their lives, including in term of prohibition to do divorce. The damage of this role causes legal consequences during the event of divorce. Therefore, the husband prefers to abandon his wife than to resist the destruction of self-esteem. As a preventive measure against the rampant of divorce recently, then this tradition can be justified by Islamic law since it is principally to form an eternal household. Meanwhile, the provisions and the legal consequences that are not in accordance with Islamic law should not be adhered and should be replaced gradually by Islamic law.Tulisan ini merupakan hasil penelitian lapangan (field research) yang bertujuan untuk menjawab pertanyaan tentang bagaimana tradisi Mak Di Juk Siang (larangan cerai) yang berlaku di masyarakat adat Lampung Pepadun Megou Pak tepatnya di Desa DWT Jaya Kec. Banjar Agung Kab. Tulang Bawang Lampung beserta akibat hukumnya dan bagaimana tinjauan hukum Islam terhadap tradisi tersebut. Data yang telah dihimpun menggunakan teknik wawancara dan studi dokumen dianalisis menggunakan metode analisis deskriptif dengan pola pikir deduktif. Tradisi ini melarang pasangan suami istri dalam pernikahan sesama suku Lampung untuk bercerai. Hal ini berlaku karena adanya komitmen suku Lampung Pepadun Megou Pak terhadap pi’il pesenggiri (harga diri) yang merupakan local wisdom yang menjiwai setiap kehidupan mereka, termasuk dalam hal ketidakbolehan untuk bercerai. Rusaknya pi’il pesenggiri pasangan yang bercerai merupakan akibat hukum yang akan ditimbulkan saat terjadinya peristiwa perceraian. Oleh karena itu, suami lebih memilih untuk menelantarkan istri dari pada harus menahan hancurnya pi’il pesenggiri jika menceraikan istri. Dalam hal sebagai tindakan preventif terhadap maraknya perceraian, maka tradisi ini dapat dibenarkan oleh syara’ karena pada prinsipnya syara’ juga menekankan untuk membentuk rumah tangga yang kekal Adapun, ketentuan dan akibat hukum yang tidak sesuai dengan syara’ seharusnya tidak ditaati dan diganti dengan hukum Islam secara berangsur-angsur.Kata Kunci: Mak Dik Juk Siang (Larangan Cerai), Masyarakat Adat Lampung Pepadun Megou Pak

Copyrights © 2016






Journal Info

Abbrev

alhukuma

Publisher

Subject

Law, Crime, Criminology & Criminal Justice

Description

Al-Hukama': Jurnal Hukum Keluarga Islam di Indonesia diterbitkan oleh Prodi Hukum Keluarga Islam (ahwal As-Syakhsiyyah) Fakultas Syari’ah dan Hukum UIN Sunan Ampel Surabaya. Jurnal ini memuat tentang kajian yang berkaitan dengan seluruh aspek Hukum Keluarga Islam di Indonesia. Jurnal ini terbit ...