ATAVISME JURNAL ILMIAH KAJIAN SASTRA
Vol 16, No 1 (2013): ATAVISME, Edisi Juni 2013

PEMIKIRAN PENGARANG PERANAKAN TIONGHOA DI SURABAYA DAN MALANG PERIODE 1870-1942

Susanto, Dwi (Unknown)
Muslifah, Siti (Unknown)



Article Info

Publish Date
28 Jun 2013

Abstract

Penelitian ini bertujuan menemukan pemikiran yang dominan dalam kesusastraan peranakan pada periode 1870-1942 di Surabaya dan Malang dan memberikan uraian mengenai sebab perubahan tersebut. Penelitian ini berjenis penelitian kualitatif dengan teknik analisis data sesuai dengan prosedur dalam ranah teori sejarah intelektual sebagaimana sastra adalah produk sosial. Pemikiran yang berkembang dalam periode tersebut terbagi dalam tiga bagian. Pemikiran pertama adalah pemikiran yang bersifat konservatif yang dicirikan dengan kembali pada ajaran Khonghucu (1870-1910). Pemikiran ini diwakili oleh Oei Soei Tiong, Ang Siong Tiauw, Tan Khing Tian, dan Tjap Goan Thay. Pemikiran kedua adalah pemikiran yang mempertanyakan gerakan ka um konservatif sehingga terjebak pada keraguan antara menuju moderat dan konservatif (1911-1920). Pemikiran ini diwakili oleh figur Liem Sim Djiwie. Pemikiran ketiga adalah pemikiran yang bersifat moderat dan adaptif, yakni menerima unsur lokalitas sebagai bagian dari identitas Tionghoa, tetapi menolak unsur Barat. Pemikiran ini diwakili Liem Khing Hoo dan Njoo Cheong Seng (1921-1935-­?an). Sementara itu, Ong Pik Lok menempati struktur eskapisme modern. Ke lompok ini tidak mempersoalkan pilihan identitas, melakukan pelarian dari dunia realitas, dan menjadi korban materialisme dan individualisme (1935-1942). Abstract: The paper aims to find the dominant thoughts in Indonesian Chinese literature and to describe the impact and cause of this changes in the 1870-1942 period. The paper uses qualita tive method research based on the sociological literature, collaborated especially with the intellectual history studies. The thoughts in 1870-1942 can be divided into three. The first is conservatism. As a mainstream in early periods, it characterized the movement of Chinese traditional culture or custom of Confucianism (1870-1910). The actors in this period were Oei Soei Tiong, Ang Siong Tiauw, Tan Khing Tian, and Tjap Goan Thay. Second, in the period of 1911-1920, the Indonesian Chinese literature was dominated by questions of values between conservatism and moderate. The dominant figures in this period was Liem Sim Djiwie. Third, in the Indonesian Chinese literature in the period of 1921-1935, the thought was moderate and adaptive, accepting the locality as the part of Indonesian Chinese identity but rejecting Western substances. The representatives of this pe riode were Liem Khing Hoo dan Njoo Cheong Seng (1921-1935s). Meanwhile, Ong Pik Lok was placed in the escapism modern structure. This community did not have any problem with the Indonesian Chinese identity or culture. It escaped from the reality and become victims of materialism and individualism (1935-1942). Key Words: Chinese peranakan literature; the dominant thinking

Copyrights © 2013






Journal Info

Abbrev

atavisme

Publisher

Subject

Languange, Linguistic, Communication & Media

Description

Atavisme adalah jurnal yang bertujuan mempublikasikan hasil- hasil penelitian sastra, baik sastra Indonesia, sastra daerah maupun sastra asing. Seluruh artikel yang terbit telah melewati proses penelaahan oleh mitra bestari dan penyuntingan oleh redaksi pelaksana. Atavisme diterbitkan oleh Balai ...