Gelombang demokratisasi yang melanda Indonesia dan Turki memberikan sebuah kaidah baru bagi kedua Negara tersebut; bahwa demokrasi merupakan keniscayaan pada era kontemporer, dan penguatan budaya demokrasi secara bertahap melalui penguatan lembaga inti Negara, juga proses amandemen konstitusi yang berlangsung secara bertahap, merupakan sebuah ujung dari perjalanan kedua Negara tersebut. Relevansi kelompok oposisi, pasca menguatnya peran sipil di panggung utama politik, dan proses demiliterisasi yang berhasil di kedua negara, menjadi sebuah topik yang mulai banyak digali. Kultur politik Indonesia yang dikenal cair, sehingga batas antara kelompok pemerintah dan kelompok oposisi menjadi kabur, akan menjadi tema utama dalam tulisan ini. Sementara di Turki, besarnya wibawa dan wewenang Erdogan, apalagi setelah berhasil melalui proses amandemen konstitusi yang mulus, dengan menjadikan dirinya sebagai presiden Turki, dan berpotensi tetap menjabat hingga tahun 2030 nanti, membuat oposisi semakin terdesak, dan beberapa sekutu Erdogan yang sebelumnya menyukseskan agenda politik kaum islamis, tiba-tiba pecah dan mengambil posisi yang diametral terhadap Erdogan.
Copyrights © 2019