Undang-Undang Nomor 36 tahun 2009 tentang Kesehatan membuka pengecualian untuk aborsi berdasarkan indikasi kedaruratan medis dan kehamilan akibat perkosaan. Dalam Pasal 75 ayat (2b) Undang-Undang Nomor 36 tahun 2009 tentang Kesehatan disebutkan bahwa aborsi dapat dilakukan dalam kondisi tertentu yaitu indikasi kedaruratan medis dan perkosaan. Pada ayat 4 Undang-Undang Nomor 36 tahun 2009 tentang Kesehatan tersebut menyatakan bahwa ketentuan lebih lanjut mengenai indikasi kedaruratan medis dan perkosaan sebagai syarat pengecualian dilakukannya aborsi diatur lebih lanjut dengan Peraturan Pemerintah, yang dimaksud yaitu Peraturan Pemerintah Nomor 61 Tahun 2014 tentang Kesehatan Reproduksi. Dijelaskan bahwa dengan alasan korban perkosaan maka seseorang dapat dengan legal melakukan aborsi. Alasan pembenaran aborsi, setelah adanya bukti atas surat keterangan dokter, keterangan penyidik dan keterangan psikolog, belum memberikan kepastian hukum, pembuktian yang harus terpenuhinya delik pemerkosaan adalah adanya unsur kekerasan atau ancaman kekerasan. Dalam pembuktian adanya kekerasan tidak selamanya kekerasan itu meninggalkan jejak atau bekas yang berbentuk luka, dengan demikian tidak ditemukannya luka tidak berarti bahwa pada wanita tidak terjadi kekerasan. Disini kembali pentingnya atau alasannya mengapa dokter harus menggunakan kalimat tanda-tanda kekerasan di dalam setiap Visum et Repertum yang dibuatnya. Sebelum melakukan upaya pengguguran kandungan yang dilakukan oleh korban pemerkosaan, harus terlebih dahulu dibuktikan melalui putusan hakim yang inkracht demi menjamin kepastian hukum dan sebagai landasan kuat bahwa telah benar terjadi peristiwa tindak pidana pemerkosaan.
Copyrights © 2019