Para ahli hadis tidak menetapkan defenisi hadis Nabi secara tegas. Mereka hanya berani menisbahkan kepada Nabi saja, bahwa semua yang diucapkan, dilakukan dan yang ditetapkan Nabi dikategorikan hadis atau sunnah. Mereka tidak langsung secara tegas menyebut bahwa hadis atau sunnah adalah perkataan, tindakan dan ketetapan Nabi. Hal ini membuka peluang diskusi yang menarik dan panjang. Salah satu tokoh yang cukup kontroversial dalam diskusi ini adalah Muhammad Syahrur. Dengan menggunakan metode filsafat Marxis dan hermeneutika linguistik, Syahrur mencoba merekonstruksi hadis dan sunnah Nabi, bahkan mendekonstruksinya. Dalam pandangannya, hadis dan sunnah Nabi bukanlah sesuatu yang mesti ditaati dan dijadikan tuntunan dalam kehidupan, karena apa yang dihasilkan oleh Nabi merupakan refleksi kehidupan Nabi di masanya. Sedangkan di masa sekarang, umat harus berani melahirkan sunnah baru yang sesuai dengan zamannya. Oleh karena itu, hadis dan sunnah Nabi adalah prestasi sejarah, sedangkan tradisi dan sunnah yang sekarang terjadi adalah realita sejarah. Tulisan ini akan mencoba memaparkan pemikiran Muhammad Syahrur tentang materi hadis, dan implikasinya terhadap pembaruan pemikiran hadis Nabi.
Copyrights © 2016