Badamai Law Journal
Vol 2, No 2 (2017)

KEDUDUKAN DAN KEWENANGAN KOMISI YUDISIAL DALAM PENERIMAAN CALON HAKIM DI LINGKUNGAN MAHKAMAH AGUNG (STUDI TERHADAP PUTUSAN MAHKAMAH KONSTITUSI NOMOR 43/PUU-XIII/2015)

Abdullah Abdullah (Pengadilan Agama Kuala Kapuas)



Article Info

Publish Date
01 Jan 2018

Abstract

Bilamana keinginan pembentuk Undang-Undang memberikan wewenang bagi Komisi Yudisial dalam proses seleksi calon hakim dengan arus besar reformasi kekuasaan kehakiman dalam perubahan UUD1945, proses seleksi merupakan salam satu faktor kunci. Dengan kekuasaan besar yang dimiliki pemegang kuasa di bidang peradilan adalah tidak menjadi tidak masukĀ  akal menghilangkan dan meniadakan keterlibatan pihak lain. Karena itu, para pengubah UUD 1945 berpandangan bahwa rekrutmen hakim menjadi salah satu faktor kunci dalam bingkai besar reformasi kekuasaan kehakiman. Secara filosofis, kewenangan besar yang menegasikan keterlibatan dan peran pihak lain sangat mungkin menghadirkan kekuasaan yang korup. Dalam hal ini, postulat Lord Acton mengatakan bahwa power tends to corrupt, abolute power corrupt absolutely. Dengan menggunakan postulat tersebut, boleh jadi, pemberian wewenang bagi Komisi Yudisial dalam proses seleksi calon hakim ditujukan untuk mencegah terbukanya ruang penyalah gunaan wewenang. Bagaimanapun, proses seleksi sangat rawan dengan praktik curang. Biasanya, praktik curang alias penyalahgunaan kekuasaan dapat diminimalisir dengan proses terbuka partisipatif di antaranya dengan melibatkan pihak lain. Terkait dengan hal tersebut, dalam desain bernegara yang terjadi saat ini, seleksi mulai dengan proses terbuka dan melibatkan pihak lain diluar lembaga yang ada saat ini. Sekarang ini, misalnya, pengisian eselon satu dilakukan dengan proses terbuka dan partisipatif. Di antara tujuan mengintrusir proses demikian adalah untuk mencegah terjadi penyalahgunaan kekuasaan

Copyrights © 2018