Pertanyaan “Siapakah manusia, siapakah Allah itu” dapat dilihat lebih eksistensial dalam riwayat hidup beberapa tokoh, a.l.Edith Stein yang setelah pergumulannya memilih jalan tertentu. Soal ini bukanlah masalah satu dua tokoh, melainkan merupakan soal semua orang, umat manusia pada umumnya. Soal ini tak melulu teoretis, melainkan sudah ribuan tahun dibahas secara akademis dan lebih eksplisit dalam filsafat dan teologi, dan lebih implisit dalam aneka ilmu, sehingga bersifat interdisipliner. Tiada maksud hanya mengulangi pelbagai jawaban itu, melainkan lebih memusatkan perhatian pada sifat eksistensialnya. Selayang pandang nampaknya dua soal ini hanya berbeda dan masing- masing harus dibahas tersendiri, agar ciri khasya lebih tampak dan menjadi lebih mendalam serta lebih jelas; tetapi terutama dari sudut eksistensial, kedua soal itu juga dapat dilihat dalam kaitan timbal-baliknya, sejauh menyangkut relasi yang memang mengandaikan substansi subsisten, tetapi juga masih dapat “dilengkapi & diperkaya” oleh suatu substansi lain. Hasil penelitian kedua soal itu tak diabaikan, melainkan justru diandaikan sejauh bukan hanya teori, apalagi hanya hipotesa, melainkan sudah dianggap sebagai ajaran tradisional Gereja dan dirumuskan dalam katekismus: misalnya Katekismus Gereja Katolik (KGK) edisi final 1997, yang demi penghematan (tulisan ini jangan terlalu panjang) tak selalu dikutip, melainkan hanya ditunjuk Dalam tulisan ini fokus diarahkan pada segi eksistensial yang terutama mengacu pada relasi antara keduanya. maka kaitannya lebih diperhatikan, meskipun biasanya merupakan dua soal.
Copyrights © 2019