Pengelolaan Taman Nasional Halimun Salak (TNGHS) dan kegiatan wisata alam di (TNGHS) mengalami perubahan pengelolaan akibat dari perluasan kawasan taman nasional pada tahun 2003. Kawasan wisata semula dikelola oleh Perum Perhutani bermitra dengan Dinas Pariwisata Bogor, dimana obyek wisata tersebut berada di kawasan hutan lindung Perum Perhutani (TNGHS, 2007). Perluasan kawasan taman nasional mengakibatkan obyek wisata tersebut menjadi bagian dari kawasan TNGHS, sehingga tanggung jawab dan kewenangan kawasan tersebut beralih kepada Balai Konservasi Sumberdaya Hutan (BKSDH). Perubahan status kawasan mengharuskan penyesuaian pemanfaatan dan pengelolaan kawasan wisata tersebut sesuai UU No 5 tahun 2009 tentang konservasi sumberdaya alam dan ekosistemnya. Peralihan tersebut mengakibatkan posisi dan peran masyarakat secara langsung dalam pengelolaan wisata TNGHS menjadi tidak jelas. Peralihan kewenangan memerlukan waktu (time lag) sehingga konsep dan pemanfaatan menjadi tidak jelas. Perum Perhutani dan Dinas Pariwisata sudah tidak berwenang atas pengelolaan pemanfaatan kawasan wisata tersebut, sedangkan BKSDH belum memiliki kepastian jenis pemanfaatan kawasan wisata terkait dengan masalah penataan zonasi kawasan TNGHS. Untuk mencegah terjadinya konflik kepentingan, perlu segera di dorong kebijakan yang mengarah pada penguatan kelembagaan, kejelasan legalitas, sinergitas kebijakan antara semua stakeholder yang berkepentingan.
Copyrights © 2014