Jurnal Yudisial
Vol 6, No 3 (2013): PERTARUNGAN ANTARA KUASA DAN TAFSIR

MAKNA UPAH PROSES MENURUT MAHKAMAH KONSTITUSI DIBANDINGKAN DENGAN BEBERAPA PUTUSAN MAHKAMAH AGUNG

Vidya Prahassacitta (Fakultas Humaniora Jurusan Business Law Universitas Bina Nusantara Kampus Kijang Jl. Kemanggisan Ilir III No. 45 Palmerah Jakarta 11480)



Article Info

Publish Date
25 Nov 2013

Abstract

ABSTRAKPasca putusan Mahkamah Konstitusi No. 37/PUU-IX/2011 tanggal 19 September 2011 menarik untuk melihat implementasi dari putusan tersebut. Mahkamah Konstitusi melalui putusannya telah memutuskan frase “belum ditetapkan” pada Pasal 155 ayat (2) Undang-Undang No. 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan bertentangan dengan Pasal 28D ayat (1) dan (2) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 dan tidak memiliki kekuatan hukum mengikat sepanjang tidak dimaknai belum berkekuatan hukum tetap. Bagaimana sikap Mahkamah Agung atas putusan Mahkamah Konstitusi tersebut? Berdasarkan analisis yuridis dari beberapa putusan kasasi Mahkamah Agung mengenai perkara perselisihan hubungan industrial terkait pemutusan hubungan kerja dalam kurun waktu tahun 2011 sampai dengan 2013 ditemukan beberapa permasalahan hukum. Hal tersebut menyebabkan terjadinya berbeda penafsiran antara Mahkamah Konstitusi dan Mahkamah Agung. Perbedaan penafsiran tersebut mengenai pemberian upah selama proses pemutusan hubungan kerja atau yang dalam praktik dikenal sebagai upah proses. Besarnya upah proses yang ditafsirkan oleh Mahkamah Agung bukanlah sampai suatu putusan berkekuatan hukum tetap tetapi hanya sebanyak enam bulan upah saja. Dalam putusan-putusan Mahkamah Agung tersebut teridentifikasi beberapa dasar hukum yang memungkinkan bagi hakim untuk menafsirkan ketentuan Pasal 155 ayat (2) tersebut berbeda dengan penafsiran Mahkamah Konstitusi. Hal ini mengakibatkan ketidakselarasan interpretasi antara dua puncuk kekuasaan kehakiman di Indonesia tersebut.Kata kunci: berkekuatan hukum tetap, pemutusan hubungan kerja, upah proses.ABSTRACTAfter the issuance of Constitution Court decision No. 37/PUU-IX/2011 dated 19 September 2011, it is interesting to know how to implement such a decision in practice. Constitutional Court has decided that the phrase “belum ditetapkan” (not yet determined) of Article 155 paragraph (2) of Law No. 13 Year 2003 concerning Manpower is against article 28D paragraph; (1) and (2) of the 1945 Constitution and such phrase has no legal basis as long as it is not interpreted as yet final and binding. Now, how does the Supreme Court respond to the Constitutional Court decision? Based on legal analysis from several Supreme Court’s Cassation Decisions regarding industrial relation dispute related to employment termination from 2011 until 2013, the author of this article reveals several legal problems. There is a different interpretation between Constitution Court and Supreme Court regarding the payment of wage during termination process, so called “upah proses”. Supreme Court interprets that such “upah proses” must be paid for six months only, not up to the decision becoming final and binding. In those Supreme Court decisions, the multi-interpretation of Article 155 paragraph (2) has occurred and given rise to the inconsistencies between the two top Indonesian judicial institutions. Keywords: legal and binding, employment termination, “upah proses.”

Copyrights © 2013






Journal Info

Abbrev

jy

Publisher

Subject

Environmental Science Law, Crime, Criminology & Criminal Justice Social Sciences

Description

Jurnal Yudisial memuat hasil penelitian putusan hakim atas suatu kasus konkret yang memiliki aktualitas dan kompleksitas permasalahan hukum, baik dari pengadilan di Indonesia maupun luar negeri dan merupakan artikel asli (belum pernah dipublikasikan). Visi: Menjadikan Jurnal Yudisial sebagai jurnal ...