Artikel ini membahas mengenai perdebatan di seputar ideologi dasar negera yang mula-mula menjadi fokus perhatian menjelang kemerdekaan Indonesia sampai hasil akhir pergularan dasar Negara tersebut. Sidang BPUPKI mengalami perdebatan hangat saat dasar negara disentuh, iklim politik. dua kubu Islam dan nasionalis (atau kadang disebut Nasionalis Islam dan Nasionalis Sekuler) mengkristal menjadi kekuatan yang saling berhadapan. Dibentuklah “Piagam Jakartaâ€, yang pada dasarnya merupakan penerimaan Pancasila sebagai dasar negara dengan sila pertama “Ketuhanan, dengan   kewajiban   menjalankan   syari’at   Islam   bagi   pemeluk- pemeluknya. Akan tetapi, seorang pejabat angkatan laut Jepang datang ke Hatta dan melaporkan bahwa orang-orang Krisiten (yang sebagian besarnya berdomisili di wilayah timur Nusantara) tidak akan bergabung dengan  Republik Indonesia kecuali jika  beberapa  unsur  dari  Piagam  Jakarta  (yakni dengan  kewajiban  menjalankan syari’at  Islam  bagi  pemeluk-pemeluknya,  Islam  sebagai  agama  negara dan pernyataan bahwa presiden harus seorang Muslim) dihapuskan. Pandangan mereka kerangka konstitusi nasional semacam itu akan mengundang diambilnya langkah- langkah yang diskriminatif. Muhammad Hatta menyarankan (beberapa sumber menyebut  “mendesakâ€)  kelompok  Islam  agar  dibuat  penyesuaian-penyesuaian tertentu atas Piagam Jakarta dan batang tubuh UUD 1945 untuk menjamin keutuhan dan kesatuan negara nasional Indonesia yang baru saja diproklamirkan. Hasil pertemuan tersebut menhasilkan perubahan sila “Ketuhana Yang Maha Esaâ€.
Copyrights © 2020