Borobudur
Vol. 11 No. 1 (2017): Jurnal Konservasi Cagar Budaya Borobudur

Minyak Atsiri untuk Konservasi Cagar Budaya Berbahan Batu Tahap II

Sri Wahyuni (Unknown)
Winda Diah Puspita Rini (Unknown)
Bambang Kasatriyanto (Unknown)
Al Widyo Purwoko (Unknown)
Basuki Rachmat (Unknown)



Article Info

Publish Date
02 Jun 2017

Abstract

Lumut kerak/lichen merupakan salah satu mikroorganisme yang dapat mengakibatkan kerusakan dan pelapukan pada Cagar Budaya berbahan batu. Bahan kimia AC 322 selama ini merupakan satu-satunya bahan yang digunakan untuk mengatasi permasalahan lumut kerak yang menempel pada permukaan batu. Oleh sebab itu perlu dicari bahan alternatif yang dapat digunakan untuk mengatasi lumut kerak/lichen. Pengembangan metode dan teknik konservasi berbahan tradisional mulai banyak dikembangkan. Bahan tradisional banyak sekali ditemui di alam. Salah satunya adalah minyak atsiri yang dapat digunakan sebagai pestisida alami untuk mengatasi permasalahan lumut kerak/lichen. Pada tahun 2014, Balai Konservasi Borobudur bekerjasama dengan Universitas Islam Indonesia dalam rangka penanganan lumut kerak menggunakan minyak atsiri. Minyak atsiri yang digunakan dalam penelitian adalah minyak atsiri cengkeh, minyak biji pala dan minyak serai wangi.Tahun 2015 juga dilakukan kajian terhadap penggunaan minyak atsiri nilam, temulawak, dan terpentin untuk menghambat pertumbuhan lumut kerak pada Cagar Budaya batu andesit. Percobaan yang telah dilakukan pada tahun 2014 dan 2015 hanya terbatas pada pengujian daya hambat pertumbuhan jamur. Mengingat lumut kerak merupakan simbiosis antara jamur dan alga, maka perlu dilakukan uji coba minyak atsiri untuk menghambat pertumbuhan mikroalga. Kajian lanjutan pada tahun 2016, dilakukan pengujian minyak atsiri sebagai bahan untuk menghambat pertumbuhan sel mikroalga. Minyak atsiri yang digunakan adalah minyak atsiri temulawak, nilam, pala dan cengkeh. Metode percobaan pengujian efektitasminyak atsiri untukmenghambat pertumbuhan sel mikroalga dilakukan secara mikroskopis dengan melihat perubahan morfologi perubahan warna kloroplas dalam durasi waktu 0, 3, 5, 7, 10, 15 hari dan dilakukan pengamatan jumlah mortalitas sel mikroalga durasi waktu 0, 3, 15 hari. Pengamatan terhadap parameter perubahan morfologi warna kloroplas atau peluruhan warna kloroplas secara mikroskopis dilakukan dengan menggunakan mikroskop dengan perbesaran 1000x. Sedangkan penghitungan kerapatan sel, mortalitas sel mikroalga dapat dilakukan dengan menggunakan metode kamar hitung Improved Neubauer. Variasi konsentrasi minyak atsiri adalah 10%, 20%, 30%, 40% dan 50%. Hasil pengujian menunjukkan bahwa keempat minyak atsiri dapat menghambat pertumbuhan sel mikroalga dengan tingkat keefektifan temulawak > pala > nilam >cengkeh. Minyak atsiri temulawak konsentrasi 20% dengan waktu pengujian 15 hari menunjukkan daya hambat yang paling efektif dalam menghambat pertumbuhan sel mikroalga dengan mortalitas sel sebesar 63,31%.

Copyrights © 2017