PALASTREN
Vol 3, No 1 (2010): Jurnal Palastren (Januari - Juni)

WOMEN’S STRUGGLE ON POLITICAL RIGHTS IN INDONESIA: Social and Religious Studies on the Failure of Women’s 30 percent Quota in the Indonesian Parliament

Maula, Bani Syarif (Unknown)



Article Info

Publish Date
13 Mar 2014

Abstract

Hak perempuan untuk berpartisipasi dalam kehidupan publik atas dasar kesetaraannya dengan laki-laki tertulis dalam dan dijamin oleh konvensi internasional. Untuk membuat peluang perempuan lebih besar dalam kontestasi politik, perempuan memerlukan ketentuan khusus untuk memungkinkan mereka bisa terpilih atau ditunjuk dalam posisi pengambilan keputusan tingkat tinggi, yaitu dengan cara mempromosikan ide bahwa 30 persen dari keanggotaan badan legislatif diperlukan sebagai upaya yang akan memungkinkan suatu perubahan penting dalam suatu kebijakan. Oleh karena itu, kuota gender dalam pemilu digunakan sebagai langkah khusus untuk meningkatkan keterwakilan perempuan. Dalam konteks Indonesia, jumlah partisipasi perempuan Indonesia dalam kehidupan politik telah menjadi perhatian yang cukup lama dalam sebuah masyarakat demokratis ini. Meskipun persentase perempuan pemegang jabatan pada umumnya meningkat sejak pertengahan abad ke-20, perempuan tetap kurang terwakili karena berbagai faktor, bisa karena politik, sosial ekonomi, dan budaya. Perempuan anggota parlemen juga bukanlah sebuah pengecualian. Rendahnya representasi (keterwakilan) perempuan di lembaga legislatif di tingkat nasional telah menjadi perhatian serius perempuan Indonesia. Setelah menjalani perjuangan yang panjang, akhirnya mereka berhasil menghasilkan sebuah ketentuan tentang kuota 30 persen bagi perempuan dimasukkan dalam UU Pemilihan Umum (UU No 12/2003), meskipun belum menjadi suatu kerarusan (non compulsory quota). Hasilnya, pada pemilu tahun 2004 (untuk periode 2004-2009 parlemen) perempuan hanya memperoleh 11 persen kursi di parlemen nasional, sedangkan pada pemilu 2009 (untuk periode 2009-2014) perempuan hanya menerima 18 persen saja. Persepsi yang berkelanjutan tentang adanya dikotomi antara lingkup kehidupan keluarga dan masyarakat (publik) telah menyulitkan perempuan untuk terlibat secara aktif dalam kehidupan politik. Makalah ini melihat bahwa hambatan terbesar untuk keterpilihan perempuan ada dalam sistem masyarakat Indonesia yang patriarki, ditambah lagi karena adanya faktor tradisi budaya dan interpretasi agama yang bias gender. Partisipasi perempuan dalam kehidupan politik seraca terus-menerus didasarkan pada peran tradisional mereka dan peran biologisnya sebagai istri dan ibu, yang dianggap oleh banyak orang Indonesia sebagai satu-satunya peran penting bagi perempuan. Selain itu, kebijakan negara tentang perubahan pada sistem pemilu dari semi-terbuka (semi-open list) menjadi sistem terbuka (full open-list system of proportional representation) menjadi tantangan besar lainnya bagi perempuan untuk mendapatkan akses dan kesempatan yang sama dengan laki-laki dalam mengekspresikan hak-hak politiknya di Indonesia. Keywords: women’s political rights, women’s quota, electoral system

Copyrights © 2010