Konflik yang terjadi ada yang dapat terselesaikan dengan baik oleh masing-masing pihak, namun juga banyak yang berujung menjadi sengketa di meja hijau. Penyelesaian melalu jalur litigasi merupakan upaya penyelesaian sengketa melalui jalur peradilan. Penyelesaian model ini acapkali menimbulkan rasa ketidak adilan, karena secar prinsip litigasi melahirkan kemenganagan bagi satu pihak dan loss bagi sebagian yang lain. Peradilan Agama, sebagai salah satu institusi penegak hukum di Indonesia, yang memiliki fungsi judicial dalam sengketa hukum keluarga dan sengketa hukum ekonomi syariah. Sebagaiaman yang diatur dalam Sebagaimana telah diatur dalam Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1989 jo. Undang-Undang Nomor 3 tahun 2006, tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 7 tahun 1989 tentang Peradilan Agamali meliputi perkara-perkara perkawinan, waris, wasiat, Hibah, wakaf, zakat, infaq, shadaqah, dan ekonomi syariah. Proses penyelesaian alternatif ini belum dianggap sebagai bentuk termudah dalam mengurai perselisihan, terlebih terkait dengan sengketa dalam keluarga dan bisnis syariah. Untuk itu ada beberapa alasan penting dari keterlibatan mediator profesional sebagaimana yang diamanatkan oleh PERMA tersebut, yaitu; Pertama, eksistensi mediator non-hakim dalam menyelesaikan sengketa-sengketa keluarga dan bisnis syariah dapat lebih maksimal baik dalam jalur peradilan maupun di luar peradilan. Kedua; Kekuatan prosedur mediasi non-hakim, semestinya dapat lebih memberikan peluang kepada para pihak yang bersengketa untuk menyelesaikan perselisihan. Ketiga; lartar belakang pendidikan serta wawasan mediator profesional pada prinsipnya akan dapat menjadi kekuatan tersendiri dalam mengupayakan perdaiaman dari para pihak.
Copyrights © 2021