Otonomi khusus Aceh diperoleh melalui Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2006, menindaklanjuti MoUHelsinki 2005 sebagai bentuk rekonsiliasi secara bermartabat menuju pembangunan sosial, ekonomi, dan politikdi Aceh secara berkelanjutan. Akan tetapi, setelah lebih dari enam tahun berlalu kita menyaksikan bagaimanapelaksanaan otonomi khusus kurang berjalan sesuai dengan harapan. Di bidang ekonomi kita menyaksikan, danaotonomi khusus tidak terkelola dengan baik sehingga membuat kesejahteraan masyarakat Aceh secara umum tidakmengalami perbaikan. Ironisnya, peningkatan kesejahteraan justru hanya dinikmati oleh segelintir orang yang dekatdengan lingkaran kekuasaan sehingga menimbulkan fenomena orang-orang kaya baru di sana. Di bidang politik,adanya partai lokal tidak mampu meredam potensi konflik yang ada, dan bahkan justru memicu konflik internalbaru antara sesama mantan GAM. Friksi tersebut semakin memperumit dinamika konflik di bumi Aceh. Kegagalan pelaksanaan kekhususan di kedua bidang itu, politik dan ekonomi, pada gilirannya akan mempersulit untukmengeluarkan Aceh dari “lingkaran setan” konflik sekaligus masalah kemiskinan di sana.Kata kunci: Otonomi khusus, kegagalan, politik, ekonomi.
Copyrights © 2012