Pada dekade tahun 1980-an, isu perayaan Natal bersama (common Christmas celebration) antara umat Kristiani dengan sebagian umat Islam mencuat ke permukaan dan menjadi masalah kontroversial di kalangan umat Islam. Para pemuka agama Islam (ulama') memperdebatkan tentang boleh tidaknya seorang Muslim mengikuti perayaan Natal bersama. Pertentangan tersebut timbul karena belum adanya ketetapan hukum Islam yang secara khusus mengatur peran Serta umat Islam dalam Perayaan Natal bersama. Untuk menjaga kemurnian akidah umat Islam, Majelis Ulama Indonesia (MUI) mengeluarkan fatwa berkenaan dengan perayaan Natal bersama yang intinya mengharamkan umat Islam mengikuti upacara Natal bersama. Namun, fatwa tersebut justru mengundang reaksi dari berbagai kalangan. Reaksi keras muncul dari pemerintah Orde Baru yang pada saat itu sedang giat-giatnya mengkampanyekan Trilogi Kerukunan Beragama yang digagas oleh Menteri Agama, H. Alamsyah Ratuperwiranegara. Reaksi keras dari pemerintah tersebut akhirnya mendorong Prof. Dr. HAMKA mengundurkan diri dari jabatan ketua umum MUI. Di samping reaksi dari pemerintah, reaksi terhadap fatwa juga muncul dari umat Islam sendiri secara perorangan baik yang bernada positif (mendukung) maupun yang bernada negatif dan skeptif. Fatwa MUI ini secara nyata merefleksikan hubungan antara umat Islam dan umat Kristiani yang mengalami fluktuasi dari masa ke masa.
Copyrights © 2002