Pengambilan nikel dari dalam tanah di Pulau Gag, Papua Barat masih menggunakan metode konvensional, yaitu dengan penggalian, pengerukan, dan penambangan, yang berpotensi dapat merusak lingkungan, sehingga perlu dilakukan evaluasi dan penerapan teknologi yang ramah lingkungan, seperti phytomining. Phytomining dalam penerapannya memanfaatkan tumbuhan dengan sifat hiperakumulator dapat menyerap logam nikel dari dalam tanah, tanpa perlu dilakukan penggalian dan penambangan yang dapat merusak kondisi dari tanah tersebut. Proses pengambilan nikel tersebut dilakukan dengan cara menanam tumbuhan yang bersifat hiperakumulator. Adanya penerapan teknologi Phytomining tersebut, diharapkan dapat meningkatkan estetika lingkungan dan juga meningkatkan ekonomi dari masyarakat di Pulau Gag, Raja Ampat, Papua Barat. Mekanisme proses yang terjadi selama kegiatan phytomining di lokasi studi, yaitu pemilihan lahan ultramafik yang terkandung nikel di dalamnya, kemudian penanaman dan pembibitan tumbuhan hiperakumulator, penyerapan nikel dari dalam tanah oleh tumbuhan hiperakumulator melalui proses fitostabilisasi, dilanjutkan dengan pengakumulasian Ni di dalam akar tumbuhan, setelah itu dilakukan pemanenan. Proses selanjutnya yaitu penimbangan tumbuhan yang telah dipanen untuk memperoleh berat basah biomassa tumbuhan tersebut, lalu dilakukan metode pasca panen untuk memperoleh logam nikel, yang dapat diolah menjadi berbagai bentuk. Faktor-faktor yang mempengaruhi pelaksanaan phytomining nikel, yaitu faktor abiotik (pH, senyawa pengelat, ketersediaan biomassa, dan kelarutan) dan faktor biotik (mikoriza dan bakteri). Tumbuhan yang diterapkan untuk ditanam dalam phytomining di lokasi studi kasus, yaitu Vetivera zizanioides L., yang berjenis rumput-rumputan. Jumlah Ni yang dihasilkan pada lahan seluas 0,2 hektar adalah 146.160 kg, sehingga jumlah tumbuhan Vetivera zizanioides L. yang diperlukan sebanyak 4.350 tumbuhan.
Copyrights © 2022