Artikel ini membahas produk penafsiran Muhammad Husain Thabathaba‟i dan Muhammad Asad berupa ayat tentang mukjizat dalam QS. Ali Imran (3): 49. Dengan pendekatan hermeneutika Gadamer, artikel ini mengupas sejarah pengaruh, pra-pemahaman, dan horizon yang dibangun dari dua penafsir tersebut. Dua penafsir menghasilkan penafsiran yang berbeda tentang wacana mukjizat. Thabathaba‟i memahami ayat tersebut secara harfiyah, apa adanya. Artinya, Thabathaba‟i meyakini bahwa dengan ijin Allah, mukjizat itu mungkin terjadi. Muhammad Asad memahami ayat tersebut bermakna simbolis dan alegoris. Keduanya mewakili kecenderungan cara berfikir, Thabathaba‟i cenderung abstrak metafisis. Kedua, cenderung pada pemikiran rasional-empiris.
Copyrights © 2019