Dalam Symposium on Southeast Asian Studies, yang diadakan untuk menghormati seorang profesor yang akan pensiun, di Vrije Universiteit, Amsterdam (2001) saya menyajikan sebuah makalah, yang berjudul Neither âout thereâ nor âthe otherâ. Dalam makalah singkat, yang kemudian diterbitkan SEASREP di Manila, saya sampai pada kesimpulan bahwa ketika menulis karya sejarah akademis tentang Asia Tenggara, apalagi tentang negeri sendiri, saya sadar benar bahwa saya tidak berbicara tentang hal-hal yang terjadi âdi sanaâ (di negeri orang) dan bukan pula tentang âorang lainâ (bangsa lain) . Perasaan ini semakin terasa kalau saya berhadapan dengan sejarah kontemporerâyaitu rentetan peristiwa yang terasa seperti langsung dialami. Akan tetapi, memang sejarah kontemporer bukanlah sebagaimana dikatakan seorang teoretikus âa foreign country, tempat orang berbuat yang aneh-aneh. Keyakinan ini bertambah kuat juga setelah saya membaca buku Shades of Grey, memoir Jusuf Wanandi. Meskipun buku ini mengisahkan pengalaman pribadi sang penulis dalam dunia perpolitikan Indonesia, suasana yang diuraikannya menggugah apa yang rasanya pernah saya alami. Senang, marah, dongkol, dan sebagainya adalah berbagai corak perasaan yang pernah saya alami ketika berbagai peristiwa politik di tanah air terjadi. Tetapi lebih daripada itu, buku ini dengan begitu saja mengingatkan kitaâatau setidaknya sayaâbahwa berkisah tentang peristiwa sosial-politik kontemporer tanah air sebenarnya kita berhadapan dengan tiga lapis pengetahuan.
Copyrights © 2014