Asy-Syir'ah: Jurnal Ilmu Syari'ah dan Hukum
Vol 42, No 2 (2008)

Teori-teori Hukum Aliran Positivisme dan Perkembangan Kritik-kritiknya

Abdul Halim (Unknown)



Article Info

Publish Date
15 Jul 2008

Abstract

Positivisme adalah aliran yang sejak awal abad 19 amat mempengaruhi banyak pemikiran di berbagai bidang ilmu tentang kehidupan manusia, terutama dalam kajian bidang hukum. Dalam perkembangannya ilmu hukum mengklaim dirinya sebagai ilmu pengetahuan tentang kehidupan dan prilaku warga masyarakat (yang semestinya tertib mengikuti normanorma kausalitas). Maka kaum positivisme ini mencoba menuliskan kausalitas-kausalitas dalam bentuk perundangundangan. Legal-positivism memandang perlu untuk memisahkan secara tegas antara hukum dan moral. Hukum. bercirikan rasionalistik, eknosentrik, dan universal. Dalam kaca mata positivisme tidak ada hukum kecuali perintah penguasa, bahkan aliran positivis legalisme menganggap bahwa hukum identik dengan undangundang. Hukum dipahami dalam perpektif yang rasional dan logik. Keadilan hukum bersifat formal dan prosedural. Dalam positivisme, dimensi spiritual dengan segala perspektifnya seperti agama, etika dan moralistas diletakkan sebagai bagian yang terpisah dari satu kesatuan pembangunan peradaban modern. Hukum modern dalam perkembangannya telah kehilangan unsur yang esensial, yakni nilai-nilai spiritual. Paham hukum seperti tersebut masih membelenggu pola pikir kebanyakan pakar dan praktisi hukum di Indonesia. Sebagai contoh terlihat dengan jelas pada: (1) Vonis bebas samasekali terhadap Adlin Lis (pembalak hutan) oleh Pengadilan Negeri Medan dan (2) Vonis Majelis Hakim pada tingkat kasasi terhadap Pollycarpus yang menyatakan Pollycarpus tidak terbukti melakukan pembunuhan terhadap Munir sehingga hanya dipersalahkan memalsukan surat. Paham hukum seperti tersebut di atas sangat berbeda dengan paradigma hukum sosiologis yang berangkat dari asumsi bahwa hukum adalah sebuah gejala sosial yang terletak dalam ruang sosial dan dengan itu tidak bisa dilepaskan dari konteks sosial. Hukum bukanlah entitas yang sama sekali terpisah dan bukan merupakan bagian dari elemen sosial yang lain. Hukum tidak akan mungkin bekerja dengan mengandalkan kemampuannya sendiri sekalipun ia dilengkapi dengan perangkat asas, norma dan institusi. Berdasarkan paradigma hukum seperti itulah Majelis Hakim Mahkamah Agung dalam kasus Peninjauan Kembali (PK) terhadap kasus terbunuhnya Munir, berkeyakinan bahwa Pollycarpuslah yang membunuh aktivis HAM Munir.

Copyrights © 2008






Journal Info

Abbrev

AS

Publisher

Subject

Religion Law, Crime, Criminology & Criminal Justice

Description

2nd Floor Room 205 Faculty of Sharia and Law, State Islamic University (UIN) Sunan Kalijaga, Marsda Adisucipto St., Yogyakarta ...