Kajian ini menunjukkan, pertama, konflik internal yang melanda PKB dipicu oleh masalah yang bersifatpragmatis terkait dengan perebutan posisi dalam partai. Faktor pemicu yang bersifat pragmatis itu tidak hanyaberlaku ketika kalangan nahdliyin bergabung dengan komponen bangsa yang lain, seperti ditunjukkan oleh studiDeliar Noer (kasus NU keluar dari Masyumi) dan Bahtiar Effendy (kasus NU keluar dari PPP), namun studi inimenunjukkan bahwa faktor pragmatis itu juga berlaku saat konflik di antara sesama fungsionaris partai yang dilahirkan oleh kalangan nahdliyin terjadi. Studi Kang Young Soon yang menyimpulkan bahwa konflik merupakan“salah satu tradisi NU†pada akhirnya perlu ditambah dengan penjelasan bahwa “konflik yang dipicu oleh masalahpragmatisme kekuasaan merupakan salah satu tradisi NU.†Memang pemah ada konflik karena faktor ideologi,namun pragmatisme kekuasaan seringkah menjadi motif di balik perseteruan NU dengan pihak lain ataupun dengansesama kalangan nahdliyin seperti terlihat pada kasus konflik internal PKB. Kedua, terjadi pergeseran nilai dalamhubungan kiai-santri dalam tradisi pesantren yang menganut pola hubungan patron-klien ketika kalangan nahdliyinberkiprah di wilayah politik. Kasus konflik internal PKB ini menunjukkan bahwa sikap saling percaya yang menjadiunsur pembentuk budaya pesantren bisa berubah karena masalah pragmatisme kekuasaan.Kata Kunci: konflik internal, kubu, PKB
Copyrights © 2013