cover
Contact Name
Agus Eka Aprianta
Contact Email
penerbitan@isi-dps.ac.id
Phone
-
Journal Mail Official
penerbitan@isi-dps.ac.id
Editorial Address
-
Location
Kota denpasar,
Bali
INDONESIA
Segara Widya: Jurnal Penelitian Seni
ISSN : 23547154     EISSN : 27988678     DOI : -
Core Subject : Art,
The journal presents as a medium to share knowledge and understanding art, culture, and design in the area of regional, national, and international levels. The journal accommodates articles from research, creation, and study of art, culture, and design without limiting authors from a variety of disciplinary/interdisciplinary approaches such as art criticism, art anthropology, history, aesthetics, sociology, art education, and other contextual approaches.
Articles 183 Documents
Tipe Kesalahan Berbahasa Dalam Skripsi Mahasiswa Institut Seni Indonesia Denpasar Adipurwa, A.A. Trisna Ardanari; Haryati, Ni Made
Segara Widya : Jurnal Hasil Penelitian dan Pengabdian Masyarakat Institut Seni Indonesia Denpasar Vol 5 (2017): November
Publisher : Institut Seni Indonesia Denpasar

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (244.618 KB) | DOI: 10.31091/sw.v5i0.185

Abstract

Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mencatat dan mengklasifikasikan kesalahan berbahasa dalam skripsi mahasiswa ISI Denpasar berdasarkan tipe kesalahan berbahasa. Kemudian, data tersebut dianalisis untuk diketahui penyebab-penyebabnya. Penelitian ini merupakan penelitian deskriptif kualitatif. Sumber data diperoleh melalui metode simple random sample dengan teknik pengambilan data yaitu dokumentasi dan teknik catat. Hasil penelitian ini mencakup dua hal.  Pertama, kesalahan berbahasa yang ada dalam skripsi mahasiswa ISI Denpasar dikelompokkan menjadi empat tipe yaitu 1) kesalahan ejaan, 2) kesalahan morfologi, 3) kesalahan sintaksis, dan 4) kesalahan paragraf. Kedua, penyebab kesalaahan berbahasa dari masing-masing tipe (ejaan, morfologi, kalimat, dan paragraf) tersebut adalah ketidakcermatan, interfensi, dan ketidakpahaman pemakai bahasa mengenai kaidah berbahasa.The purpose of this research is to record and classify the mistake of language in student's thesis ISI Denpasar based on error type of language. Then, the data is analyzed for known causes. This research is a qualitative descriptive research. Source of data obtained through simple random sample method with data retrieval technique that is documentation and technique note. The results of this study include two things. First, the existing language errors in the ISI Denpasar student's thesis are grouped into four types: 1) spelling mistakes, 2) morphological errors, 3) syntactic errors, and 4) paragraph errors. Second, the causes of language abnormalities of each type (spelling, morphology, sentences, and paragraphs) are the language's inadequacy, interference, and misunderstanding of the language rules.
Alih Kode dalam Pertunjukan Wayang Kulit Bali Inovatif Gumana Putra, I Gusti Ngurah
Segara Widya : Jurnal Hasil Penelitian dan Pengabdian Masyarakat Institut Seni Indonesia Denpasar Vol 6 No 1 (2018): Maret
Publisher : Institut Seni Indonesia Denpasar

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (181.781 KB) | DOI: 10.31091/sw.v6i1.359

Abstract

Tulisan yang berjudul Alih Kode dalam Pertunjukan Wayang Kulit Bali Inovatif ini mengangkat masalah yakni penyebab seniman dalang beralih kode dan pola kecenderungan alih kode. Teori Sosiolinguistik digunakan untuk menjelaskan hubungan antara tingkah laku bahasa di masyarakat menyangkut ketetapan dan pemilihan variasi serta ragam bahasa dengan mempertimbangkan faktor-faktor seperti partisipan, situasi pembicaraan, ranah pembicaraan, dan faktor-faktor nonbahasa. Seniman dalang beralih kode disebabkan oleh partisipan tokoh wayang serta adanya perubahan topik pembicaraan. Apabila ditinjau dari sudut peralihan bahasa yang digunakan, macam alih kode dapat dibagi menjadi dua yaitu alih kode ke luar dan alih kode ke dalam. Apabila ditinjau dari sudut perubahan bahasa yang digunakan, maka alih kode dapat dibagi menjadi dua yakni alih kode metaforik dan Alih kode situasional. Wujud alih kode dibagi menjadi dua yakni alih tingkat tutur dan alih bahasa. Alih tingkat tutur yang terjadi adalah dari tingkar tutur hormat ke tingkat tutur lepas hormat dan sebaliknya. Alih bahasa yang terjadi adalah dari bahasa Bali ke bahasa Jawa Kuna, dari bahasa Jawa Kuna ke bahasa Bali, dari bahasa Bali ke bahasa Indonesia, dari bahasa Indonesia ke bahasa Bali, dari bahasa Bali ke Bahasa Inggris, dan dari bahasa Inggris ke bahasa Bali. Ada 2 ciri alih kode yakni  ciri situasi dan latar belakang sosial tokoh-tokohnya, serta ciri saling ketergantungan bahasa.The article entitled Code Switching in Bali Innovative Wayang Kulit Performance analyzed the problem of causing dalang artists to switch codes and patterns tendency of code switching. The Sociolinguistic Theory is used to explain the relationship between language behavior in society concerning the provision and selection of variations and varieties of languages by considering factors such as participants, speech situations, conversation spheres, and non-linguistic factors. Dalang artist switches the code  caused by the puppet participant and the change of topic. When viewed from the transition point of the language used, the sort of code switching can be divided into two, namely the switching of code out and switching code into. When viewed from the angle of language changes used, the code switching can be divided into two namely the switching of metaphoric codes and situational code divert. The form of code switching is divided into two namely the switching of speech and language switching. The level of speech switching that occurs is from respect level of speech to the unrespect level of speech and vice versa. The language translation is from Balinese to Old Javanese, from Old Balinese to Balinese, from Balinese to Indonesian, from Indonesian to Balinese, from Balinese to English, and from English to Balinese. There are two characteristics of code switching that characterize the situation and social background of the characters, as well as the characteristics of language interdependence
Jejak Karawitan Dalam Kakawin Arjuna Wiwaha: Kajian Bentuk, Fungsi, Dan Makna Sudirga, Komang; Santosa, Hendra; Kustiyanti, Dyah
Segara Widya : Jurnal Hasil Penelitian dan Pengabdian Masyarakat Institut Seni Indonesia Denpasar Vol 3 (2015): November
Publisher : Institut Seni Indonesia Denpasar

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (848.148 KB) | DOI: 10.31091/sw.v3i0.218

Abstract

Tulisan ini merupakan bagian dari hasil penelitian dari “Melacak Jejak Karawitan dalam Naskah Jawa Kuno: Kajian Bentuk, fungsi dan Makna”. Karena penelitian pada tahun pertama ini menyangkut pada 22 Naskah dan sangat sulit untuk ditemukan naskah-naskahnya, maka dalam penulisan artikel ini hanya akan menampilkan jejak-jejak karawitan yang tersurat dalam Kakawin Arjuna Wiwaha saja, sehingga bahasan artikel ini lebih fokus dan dapat dikembangkan menjadi bahasan untuk tulisan yang lain dengan mengambil bahasan pada karya kesusastraan lainnya. Dengan demikian diharapkan pembahasan bentuk, fungsi, dan makna istilah karawitan pada tahun 1028 -1035 di Jawa Timur penguraiannya dapat lebih jelas. Penelitian ini menggunakan metode sejarah yaitu, yaitu melalui heuristik, kritik, interpretasi, dan historiografi. Khusus untuk artikel ini, pada tahap heuristik ditemukan dua buah Kekawin Arjuna Wiwaha yaitu koleksi Perpustakaan Nasional dan Koleksi Gedong Kertya. Kritik dilakukan secara internal melalui penerjemahan, yang dilanjutkan dengan interpretasi terhadap terjemahan dari dua naskah Kekawin Arjuna Wiwaha, dan terakhir adalah historiografi yaitu penulisan mengenai jejak karawitan dalam kakawin Arjuna Wiwaha: Kajian Bentuk, fungsi dan makna. Perubahan bentuk atau perwujudan dan juga penyebutan nama dari instrumen karawitan yang tersurat dalam kakawin Arjuna Wiwaha ada yang berubah dan ada pula yang tetap, seperti Mredangga yang sekarang dikenal dengan Istilah bedug. Perubahan nama juga terjadi dari berebet menjadi Cengceng. Hal ini bisa saja dikarenakan penyebutan nama instrumen didasarkan pada bunyi yang dihasilkannya seperti bedug karena bunyinya dug dug dug, dan cengceng karena karena ketika dibunyikan, bunyinya ceng ceng ceng. Ada istilah karawitan yang saat ini tidak ditemukan di belahan Nusantara seperti kata wina sejenis kecapi dan rawanahasta sejenis rebab. Wina kalau memang sejenis kecapi kemungkinan bentuknya lain dengan kecapi mungkin saja berkembang di belahan nusantara yang lain karena kecapi hanya berkembang di Sunda. Sama halnya dengan Rawanahasta yang diartikan sejenis rebab maka instrumen ini berkembang di belahan nusantara yang lain.This writing is a part of research entitled “Tracing Karawitan in Old Java Script: The Study of Form, Function and Meaning”. The first year research is that of 22 scripts and they are very difficult to find, hence in the writing of this article will merely put forward the traces of karawitan written in Kakawin Arjuna Wiwaha. Therefore, the discussion of this article is more focus and can be developed as a reference to another writing about different literature. Thereby, it hopes that the commentary about form, function and meaning of the term karawitan in 1028 -1035 in East Java can be clearer.This research uses historical method that is through heuristic, criticism, interpretation and historiography. Specifically for this article, in the stage of heuristic it was found two Kekawin Arjuna Wiwaha that are collection of National Library and Gedong Kertya. Criticism was done internally through translation then interpreting the translation of two Kekawin Arujna Wiwaha scripts. Finally, the historiography is writing about karawitan trace in kakawin Arjuna Wiwaha: Study about Form, Function and Meaning. Changes of form or materialization and mentioning the name of karawitan instrument written in kakawin Arjuna Wiwaha are present, but there is also the unchanged ones, such as Mredangga nowadays known as bedug. The changes of name also occur from berebet to cengceng. This can be happened because mentioning the instrument name is usually based on the sound produced such as bedug which sounds dug dug dug and cengceng produces the sounds ceng ceng ceng. There is karawitan term that can’t be found in Indonesian archipelago nowadays such as wina, a sort of kecapi, and rawanahasta, a sort of rebab. If Wina was a sort of kecapi, the form was probably different with kecapi. It was probably developing in another part of Indonesian archipelago because kecapi was only developing in Sunda. The same as Rawanahasta which is interpreted as a sort of rebab, therefore this instrument was developing in another part of Indonesian archipelago.
Representasi Nilai-Nilai Budaya Bali Dalam Film Eat Pray Love Dewi, Alit Kumala; Wibawa, Arya Pageh
Segara Widya : Jurnal Hasil Penelitian dan Pengabdian Masyarakat Institut Seni Indonesia Denpasar Vol 3 (2015): November
Publisher : Institut Seni Indonesia Denpasar

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (748.215 KB) | DOI: 10.31091/sw.v3i0.209

Abstract

Film merupakan media terefektif dan terpopuler dalam pembelajaran budaya, baik lokal atau bahkan budaya asing.Film yang menjadi obyek penelitian adalah film “Eat Pray Love”, filmini menjadi kajian yang menarik untuk diteliti karena salah satu settingnya diadakan di Indonesia (Bali), konten dalam film tersebut juga menggambarkan kearifan budaya Bali. Rumusan masalah dalam penelitian adalah bagaimana Representasi Nilai-nilai Budaya Bali yang ditampilkan dalam film Eat Pray Love dan apa makna nilai-nilai budaya Bali yang terkandung dalam film Eat Pray Love Penelitian ini menggunakan metode penelitian deskriptif kualitatif, dengan analisis interpretatif semiotika model Roland. Penelitian ini secara langsung mengumpulkan informasi yang didapat dari objek penelitian yakni film Eat Pray Love, menganalisa aspek-aspek yang melingkupi sistem religi, sistem sosial, bahasa, kesenian dsb, berupaya memperoleh gambaran atau pengertian yang bersifat umum dan relatif menyeluruh mencakup permasalahan yang diteliti. Sedangkan pendekatan keilmuan yang digunakan adalah sinematografi, bahasa tubuh, dan budaya untuk menganalisis hubungan antara unsur-unsur (visual, verbal maupun non verbal)meliputi, setting/atribut, kostum upacara dsbSehingga pada akhir penelitian dapat memberikan pemahaman bahwa nilai-nilai budaya Bali dapat direpresentasikan dalam sebuah film dan memberikan pemahaman pada masyarakat mengenai pemaknaan dari nilai-nilai budaya Bali yang ditampilkan dalam film tersebutFilm is the most effective and popular media to learn about culture, whether local or foreign culture. The title of film that became an object of research is the "Eat Pray Love", the film becomes attractive to researched because one of the settings held in Indonesia (Bali), content in the film also represent the cultural wisdom of Bali. Question of the problem in this research is how the representation of values of Balinese culture featured in the movie Eat Pray Love, and what the meaning of Bali's cultural values contained in the film Eat Pray Love This study used a qualitative descriptive study, with analysis of interpretive semiotics Roland models. This research directly gathering information obtained from the research object the movie Eat Pray Love, analyzing such as the aspects surrounding the religious system, social system, language, arts, etc., seeks to obtain a description or definition of a general nature and relatively thorough includes problems studied. While the scientific approach used is cinematography, body language, and culture to analyze the relationship between the elements (visual, verbal and non-verbal) include, setting / attributes, ceremonial costumes, etc. So that at the end of the research can provide an understanding that the values of the Balinese culture can be represented in a film and give an understanding in the community about the meaning of the values of the Balinese culture featured in the film
Takeh Dalam Tari Condong Legong Saba: Teknik, Gaya, Dan Rasa Gunarta, I Wayan Adi
Segara Widya : Jurnal Hasil Penelitian dan Pengabdian Masyarakat Institut Seni Indonesia Denpasar Vol 5 (2017): November
Publisher : Institut Seni Indonesia Denpasar

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (372.47 KB) | DOI: 10.31091/sw.v5i0.190

Abstract

Tari Legong sebagai salah satu tari klasik di Bali, telah mengalami kristalisasi artistik yang tinggi dan memiliki standar gerak yang baku. Berdasarkan wilayah gaya tarinya, salah satu tari Legong yang terkenal di Bali adalah Tari Legong Saba di Desa Saba, Blahbatuh, Gianyar, Bali. Khususnya Tari Condong Legong Saba memiliki kekhasan takeh dan perbendaharaan gerak yang berbeda dengan jenis Tari Condong lainnya di Bali. Condong Legong Saba cukup populer dan banyak dipelajari oleh para penari atau praktisi tari baik yang berasal dari Bali maupun di luar Bali. Diperlukan keseriusan agar dapat menggali dan mempelajari originalitas takeh Tari Condong Legong Saba. Penelitian Takeh dalam Tari Condong Legong Saba bertujuan untuk: menganalisis takeh Tari Condong Legong Saba; meneliti teknik, gaya, dan rasa takeh Tari Condong Legong Saba. Metode penelitian yang digunakan adalah deskriptif kualitatif. Pengumpulan data dilakukan melalui wawancara, observasi, studi kepustakaan, dan dokumentasi. Data penelitian yang terkumpul dianalisa, dideskripsikan, disajikan, dan ditarik kesimpulan. Hasil penelitian yang didapatkan adalah pengertian dan uraian terkait takeh dalam Tari Condong Legong Saba yakni, gaya yang berkaitan dengan sikap tubuh dalam menari sesuai dengan tuntutan karakter tari yang dibawakan, sebagai sebuah kesatuan keseimbangan antara kualitas gerak tari dan kualitas rasa tari.Legong as one of the classical dance in Bali has been artistically crystalized and performed its own standard movement. In accordance to its movement territory, legong Saba dance from Saba Village, Gianyar Regency, becomes one of the most popular legong dances in Bali. This legong, the Condong Legong Saba dance, owns a particular takeh and movement repertory compared to other Condong dances in Bali. This Saba Condong Legong dance is relatively popular and learnt by numerous dancer or dance practitioners both from local and outside part of Bali. In fact, a seriousness was essentially needed in order to dig out and study the originality of the Condong Legong Saba dance’s takeh.This is a descriptive qualitative research which is aimed at: analysing the takeh of Condong Legong Saba dance; researching the technique, style and the taste of the Condong Legong Saba takeh. The data were collected through interview, observation, library research and documentation. The collected data were analysed, described, presented and concluded. The result shows that takeh in Condong Legong Dance is claimed as style, the relation of body posture while dancing in accordance to the performed character as a harmony, as a unity between the quality of the dance movement and the quality of the dance’s taste.
Pelestarian Prasi Dengan Teknologi Digital Trinawindu, Ida Bagus Kt.; Artawan, Cok Alit; Cahyadi, I Wayan Agus Eka
Segara Widya : Jurnal Hasil Penelitian dan Pengabdian Masyarakat Institut Seni Indonesia Denpasar Vol 3 (2015): November
Publisher : Institut Seni Indonesia Denpasar

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (569.966 KB) | DOI: 10.31091/sw.v3i0.171

Abstract

Lontar sudah ada dari sejak jaman nenek moyang masyarakat Hindu Bali, sebuah tradisi tua di Bali yang sudah melewati masa keemasan beratus-ratus tahun lamanya. Selain lontar yang disebutkan di atas, ada jenis lontar yang memuat berbagai cerita yang dituliskan dan digambarkan / divisualisasikan sarat dengan makna dan nilai estetika yang tinggi. Lontar yang ada di Bali biasanya berisi mantra-mantra suci untuk berbagai aktivitas masyarakat Hindu Bali. Didalam Lontar-Lontar tersebut tersurat dan terkandung berbagai macam ilmu pengetahuan tentang agama, filsafat, etika, arsitektur, astronomi, pengobatan dan lain sebagainya. Salah satu contoh adalah Lontar Prasi yang terdapat di Desa Tenganan Pegringsingan yang berada di Karangasem-Bali. Penelitian ini adalah penelitian kualitatif, yang diarahkan pada kondisi asli subyek penelitian. Penelitian ini dilakukan dengan menggunakan pendekatan Hermeunetik, yang merupakan jenis pengetahuan ilmiah bersifat interpretatif. Dengan adanya perkembangan teknologi seperti sekarang ini maka diharapkan warisan budaya yang telah ada dari sejak beratus-ratus tahun yang lampau ini dapat terekam dalam media digital yang nantinya dapat menjadi sebuah pustaka digital tentang Lontar Prasi dan mampu menjadi pelopor dalam melestarikan warisan budaya yang direkam ke dalam media digital dengan memanfaatkan teknologi komputer sehingga diharapkan agar warisan budaya ini dapat terselamatkan dan dapat dinikmati oleh anak cucu kita di masa yang akan datang. Terciptanya produk baru dari seni prasi dalam bentuk yang berbeda yaitu dalam bentuk digital yang dapat diakses dengan mudah oleh generasi muda sehingga nilai-nilai yang terkandung dalam prasi tersebut dapat dipahami dan dimaknai oleh pembacaLontar already exist since the days of the Balinese ancestors of Hindu society, an old tradition in Bali which already past the golden age for a hundreds of years ago. Besides the above-mentioned of lontar, there are types of of lontar that contains various stories described and illustrated/visualized with full of meaning and  high aesthetic values. Balinese lontar usually contains of sacred mantras for various Balinese Hindu community activities. Inside those various types of lontars there are an explicit meaning and contains of various kinds of knowledge such as religion, philosophy, ethics, architecture, astronomy, medicine and many others. One of the examples is Prasi palm lontar which is located in the village of Tenganan Pegringsingan in Karangasem regency, Bali. This research is a qualitative research, which is pointed on the original condition of the subject research. This research is conducted by using hermeneutic approach, which is interpretative scientific knowledge. With the technology development like today it is expected that the already existing cultures heritage which has existed since hundreds years ago could be recorded on a digital media which later can be a digital library of the Prasi lontar and able to be a pioneer in preserving the cultural heritage that were recorded onto digital media using computer technology it is expected that it can be preserved and enjoyed by our children and grandchildren in the future. The creation of a new products from the art of Prasi in different forms that is in a digital form which can be easily accessed by the younger generation so that the values contained in Prasi could be understood and interpreted by the reader.
Konsep Teo-Estetika Teks Dharma Pawayangan Pada Pertunjukan Wayang Kulit Bali Wicaksana, I Dewa Ketut
Segara Widya : Jurnal Hasil Penelitian dan Pengabdian Masyarakat Institut Seni Indonesia Denpasar Vol 6 No 1 (2018): Maret
Publisher : Institut Seni Indonesia Denpasar

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (2113.228 KB) | DOI: 10.31091/sw.v6i1.355

Abstract

Tujuan jangka panjang penelitian ini adalah untuk memberikan penyadaran khususnya kepada dalang-dalang muda di Bali, bahwa penguasai Dharma Pawayangan sangatlah penting. Lontar Dharma Pawayangan adalah pustaka khusus yang isinya memuat petunjuk yang membimbing para dalang dalam melaksanakan dharma/kewajibannya sebagai dalang, serta `rambu-rambu` yang mengikat dalang untuk tidak menyimpang dari prinsip-prinsip ajaran agama Hindu dan etika. Teks lontar tersebut menyinggung hal-hal yang bersifat praktis/estetik, teologi, dan metafisik, yakni berkaitan langsung dengan pertunjukan wayang, dan aspek teologi Hindu yakni aspek satyam/kebenaran, siwam /kesucian, dan sundaram/ keindahan, serta metafisik, yakni memposisikan dalang dan wayang pada alam makrokosmos dan mikrokosmos (bhuwana agung lan bhuwana alit). Akhir-akhir ini ditemukan gejala di masyarakat Pedalangan, adanya kecendrungan untuk tidak memperhatikan lagi petunjuk-petunjuk Dharma Pawayangan. Adanya rasa enggan dihati mereka untuk mempelajari isi pustaka Dharma Pawayangan yang berbahasa Jawa Kuna (Kawi), bahasa Bali bahkan sebagian berbahasa Sanskerta dengan pengertian dan pemahaman yang sangat kompleks. Pengertian dan pemahaman akan Lontar Dharma Pawayangan di masa lampau kemudian teramati saat ini sungguh jauh berbeda, karena berbeda cara pandang serta model pembelajarannya. Orientasi dalang saat ini mempelajari pedalangan/pewayangan lebih ke hal-hal teknis, sehingga aspek teo-estetikanya terabaikan. Atas dasar penelitian dan penelusuran yang mendalam, diharapkan dapat membuka tabir rahasia dibalik arti dan maknanya, mengingat teks Dharma Pawayangan sarat dengan konsep teologis, estetik, filosofis, pendidikan dan nilai-nilai kemanusiaan, sangat potensial sebagai media informasi, edukasi, ritualisasi, hiburan serta pembinaan watak dan kepribadiaan. Penelitian ini mengambil lokasi di Bali, karena diyakini hampir semua dalang-dalang di Bali memiliki Lontar Dharma Pawayangan, termasuk juga di Museum Gedong Kirtya (Singaraja), Pusdok Provinsi Bali, dan Perpustakaan Perguruan Tinggi di Bali. Pada proses pengumpulan data, peneliti dibantu oleh mahasiswa Program Studi Seni Pedalangan, Fakultas Seni Pertunjukan, ISI Denpasar sebagai pencatat dan mengambil data foto. Teknik pengambilan data dilakukan dengan observasi, wawancara dan dokumentasi.Penelitian ini adalah penelitian kualitatif yang berada dalam wilayah ilmu agama dan seni/estetika. Hal ini sesuai dengan ide pokok penelitian, yaitu untuk mengungkap hal-hal tersembunyi yang tidak menjadi kepedulian, memampukan suatu kesadaran yang lebih kaya terhadap aktualitas teks Dharma Pawayangan melalui pencerahan ilmiah. Mengguna-kan paradigma kritis sebagai landasan berpikir dan hermeneutika sebagai teori kunci, bentuk kajian dilakukan dengan mengembangkan paradoks-paradoks penafsiran makna dan membuka ruang kesadaran baru dalam memahami gejala estetika religius. Paradigma hermeneutika merupakan tradisi intelektual yang mendasarkan diri pada sesuatu yang berada di balik sesuatu yang faktual, yang nyata atau yang terlihat. Pluralitas presfektif dalam memberi interpretasi/penafsiran pada gilirannya memberikan kekayaan makna dalam suatu karya sastra, akan menambah kualitas estetika, etika dan logika.The long-term goal of this study is to provide awareness, especially to the young masterminds in Bali, that the Dharma Pawayangan master is very important. Lontar Dharma Pawayangan is a special literature whose contents contain guides that guide the dalangs in performing their dharma/dalang duties, as well as `signs' that bind the dalang not to deviate from the principles of the teachings of Hinduism and ethics. The lontar text deals with practical/aesthetic, theological, and metaphysical matters, which are directly related to wayang performances, related to aspects of Hindu theology of satyam/truth, siwam/sakura, and sundaram/beauty aspects. as well as metaphysical, ie positioning puppeteers and puppets on macrocosmic and microcosmic realms (bhuwana agung lan bhuwana alit). Recently found symptom in Pedalangan society, the tendency to pay no attention to the instructions of Dharma Pawayangan. The reluctance of their hearts to learn the contents of Dharma Pawayangan libraries that speak Old Javanese (Kawi), Balinese language even some speak Sanskrit with understanding and understanding is very complex. Understanding and understanding of Lontar Dharma Pawayangan in the past then observed at this time is very much different, because different way of view and model of learning. The current puppeteer's orientation is to learn puppetry more to technical matters, so the theo-aesthetic aspect is neglected. On the basis of deep research and investigation, it is hoped to unveil the secrets behind its meaning and meaning, since the Dharma Pawayangan text is loaded with theological, philosophical, educational and humanitarian meanings, potential for information, education, ritualization, entertainment and character building and personality. This research takes place in Bali, because it is believed that almost all dalang-dalang in Bali have Lontar Dharma Pawayangan, including also in Gedong Kirtya Museum (Singaraja), Pusdok Bali Province, and Library of Higher Education in Bali. In the process of collecting data, the researcher is assisted by students of Pedalangan Art Studies Program, Faculty of Performing Arts, ISI Denpasar as a recorder and taking photo data. Technique of data retrieval is done by observation, interview and documentation. This research is a qualitative research residing in the area of religion science and art/aesthetics. This is in accordance with the main idea of research, namely to reveal the hidden things that are not a concern, enabling a richer awareness of the actuality of Dharma Pawayangan text through scientific enlightenment. Using a critical paradigm as the basis for thinking and hermeneutics as a key theory, the form of study is done by developing the paradoxes of meaning interpretation and opening up a new awareness space in understanding religious aesthetic phenomena. The hermeneutic paradigm is an intellectual tradition that bases itself on something that is behind something factual, real or visible. The perspective plurality of interpretation in turn provides a wealth of meaning in a literary work, adding to the aesthetic, ethical and logical qualities.
Membaca Bahasa Rupa Ilustrasi Palelintangan Di Bale Kambang Taman Gili Klungkung Cahyadi, I Wayan Agus Eka; Artawan, Cok Alit
Segara Widya : Jurnal Hasil Penelitian dan Pengabdian Masyarakat Institut Seni Indonesia Denpasar Vol 3 (2015): November
Publisher : Institut Seni Indonesia Denpasar

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (409.077 KB) | DOI: 10.31091/sw.v3i0.214

Abstract

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui bahasa rupa, metode membaca serta mengetahui hubungan informasi teks dengan pesan gambar pada desain palelintangan yang terdapat di Bale Kambang Taman Gili Klungkung. Palelintangan merupakan pengetahuan astronomi tradisional Bali yang memuat informasi tentang ramalan watak dan nasib seseorang menurut hari kelahiran. Palelintangan di Bale Kambang disajikan dalam bentuk ilustrasi klasik wayang Kamasan yang ditampilkan pada langit-langit bangunan. Keberadaannya selain sebagai penghias bangunan juga merupakan suatu media komunikasi visual. Namun untuk membaca maupun memahami makna gambar-gambar yang ditampilkan dibutuhkan pengetahuan bahasa rupa dan metode yang sesuai. Penelitian ini bersifat deskriptif kualitatif, objek penelitian adalah desain palelintangan yang terdapat pada langit-langit bangunan Bale Kambang taman Gili Klungkung. Pengumpulan data dilakukan dengan cara dokumentasi, wawancara dan studi pustaka. Tahapan analisis: pertama data yang berhasil dihimpun dikelompokkan dan diidentifikasi untuk memberikan penjelasan terhadap jenis-jenis gambar pada desain palelintangan. Kedua, dengan analisis deskriptif kualitatif untuk menjelaskan bahasa rupa dan metode membaca, kemudian informasi yang diperoleh dari membaca bahasa rupa diperbandingkan dengan informasi pada teks untuk mengetahui hubungan antara teks dengan gambar. This study aims to determinate the visual language, the method of reading and knowing the relationship of text and picture messaging information on the palelintangan design found in the Bale Kambang Taman Gili Klungkung. Palelintangan is a traditional Balinese knowledge of astronomy that contains information about the character and destiny of a forecast by the nativity. Palelintangan in Bale Kambang presented in the form of wayang Kamasan classic illustration is displayed on the ceiling of the building. In addition to its presence as an ornamental building but also as a visual communication media. But to read and understand the meaning of the pictures displayed must be understand the language and the appropriate method. This research is qualitative research, obyek is palelintangan design on the ceiling of the building Bale Kambang Taman Gili Klungkung. Data were collected by means of documentation, interviews, and literature. Step analysis: first classified data that have been collected and identified to provide clarification on the types of images on palelintangan design. Second, the descriptive qualitative analysis to explain the visual language and reading method, then the information obtained from reading the language of art comparable to information in the text to determine the relationship between text and image.
Desain Interior Micro Teaching Berbasis Ergonomi Sukmadewi, Ida Ayu Kade Sri; Suasmini, I Dewa Ayu Sri; Desi In Diana Sari, Ni Luh
Segara Widya : Jurnal Hasil Penelitian dan Pengabdian Masyarakat Institut Seni Indonesia Denpasar Vol 3 (2015): November
Publisher : Institut Seni Indonesia Denpasar

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (553.537 KB) | DOI: 10.31091/sw.v3i0.201

Abstract

Pembelajaran micro teaching adalah kegiatan pelatihan mengajar untuk mendalami makna bahkan strategi penggunaannya pada setiap proses pembelajaran. Pelaksanaan kegiatan micro teaching dilaksanakan di kelas khusus, disebut ruangan micro teaching. Demi tercapainya pembelajaran micro teaching yang baik, diperlukan ruangan yang nyaman dan ergonomis, untuk itu perlu dilakukan penelitian tentang ruangan micro teaching. Tujuan jangka panjang penelitian ini adalah tersedianya teori berupa pedoman tertulis dan dokumen desain berupa gambar kerja, sehingga dapat digunakan sebagai model untuk mewujudkan desain interior micro teaching yang ergonomis bagi Lembaga Pendidikan Tinggi Keguruan yang tidak pernah secara khusus mempelajari teori tentang desain interior dan ergonomi. Target khusus pada penelitian ini adalah tersedianya pedoman tertulis dan gambar kerja tentang desain interior micro teaching berbasis ergonomi. Pengumpulan data pada penelitian tahun pertama, dilakukan memakai metode kepustakaan, wawancara, observasi dan dokumentasi. Analisis data dilakukan memakai metode deskriptif dan komparatif serta glass-box melalui adanya masukan, proses dan luaran agar diperoleh simpulan yang signifikan. Adapun rincian kegiatan tahun pertama terdiri atas pengumpulan teori desain interior, seni yang berhubungan dengan interior dan ergonomi, wawancara dengan dosen dan mahasiswa LPTK, mengukur antropometri pengguna interior microteaching, observasi pengukuran dan dokumentasi desain interior micro teaching yang sudah ada di Bali, penetapan masalah, analisis serta simpulan.The learning of microteacing is a teaching worksop to explore of meanings and using strategy in every learning processes. Microteacing was arranged particullarly class that is called as microteaching classroom. To achieves good microteaching requires cozy and ergonomic room or scenery. To this requirement, is needed to organize the research of microteaching room. Long terms goals of this research aims theory as a written guidance and a ready-use design document of work charts to apply as model to achieves ergonomy microteaching interior design for vocational collage or academy. The specific target to be achieved in this research are the availabilty of written manual and work-chart about egronomic based interior design of microteaching. In order to achieves the objectives of this research, datas and objects collected by means of literature method, interviewing, observation and documentaries study. Data analisis are ordered by descriptives and comparatives method and glass-box of input and output in order to achieve the significant conclussion. The first year details of activities are interior design theory, art that is related to interior and ergonomy, interview to expert lectures and the students of LPTK, measures anthropometry of interior microteaching user, the observation of measurements and records the documents of microteaching of interior design that are already available in Bali, problems determination, analyzing and conclusing.
Ilustrasi Penari Legong Pada Media Komunikasi Visual Gerakan Bali Tolak Reklamasi Teluk Benoa Putraka, Agus Ngurah Arya; Wasista, I Putu Udiyana
Segara Widya : Jurnal Hasil Penelitian dan Pengabdian Masyarakat Institut Seni Indonesia Denpasar Vol 5 (2017): November
Publisher : Institut Seni Indonesia Denpasar

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (165.463 KB) | DOI: 10.31091/sw.v5i0.186

Abstract

Pemilihan ilustrasi pada suatu media komunikasi visual sangat mempengaruhi kesan dan pesan dari media tersebut. Beberapa desainer berusaha untuk menggunakan berbagai ilustrasi agar sesuai dengan konsep yang digunakan sebagai acuan dalam merancang suatu media komunikasi visual. Begitu juga dengan pemilihan ilustrasi penari Legong pada media komunikasi visual gerakan Bali tolak reklamasi teluk Benoa, tentunya desainer ingin berusaha menyampaikan suatu kesan dan pesan tertentu dengan menggunakan ilustrasi penari Legong tersebut. Penulis mengangkat kasus ini dengan harapan agar kedepan hasil penelitian ini dapat menjadi suatu temuan ilmiah dan berguna untuk penelitian berikutnya, serta sebagai refrensi dalam mengkaji makna yang terkandung pada ilustrasi penari Legong dari media komunikasi visual gerakan Bali tolak reklamasi teluk Benoa ini baik dari segi makna denotatif dan makna konotatif.  Adapun metode yang akan digunakan dalam proses penelitian ini ialah dengan metode pengumpulan data kualitatif, dengan pengumpulan data primer dan skunder, kemudian menganalisa kedua sumber data tersebut sehingga akan didapat suatu kesimpulan yang dapat dipertanggung jawabkan.  Sehingga pada akhirnya kesimpulan dari penelitian dapat digunakan sebagai refrensi ilmiah dan sebagai bahan ajar untuk kegiatan perkuliahan pada Jurusan/Program Studi Desain Komunikasi Visual.The selection of illustrations in a visual communication media would greatly affect the impression and massage from the media, some designers try to use various illustrations to fit the concept used as a reference in designing a visual communication medium, as well as the selection of illustrations of Legong dancers on the visual communication media Bali movement rejects reclaimed bay of Benoa, of course designers want to try to convey a certain impression and massage by using the illustration of the Legong dancer.  The outhors raised the case wuth the hope that the future of this study can be a scientific and useful find for subsequent research, and as a refrence in reviewing the meaning contained in the illustration legong dancer from the  visual communication media Bali movement reject the reclamation of this bay of Benoa both in term of denotative meaning and connotative meaning. As for method that will be used in this research process is with qualitative data collection method, with primary and secondary data collection, then analyze the two data sources so that will get a reliable conclusion. So in the end the conclusions of the research can be used as a scientific refrence and as teaching materials for lectures in the major/programs of visual communication design.

Page 1 of 19 | Total Record : 183