cover
Contact Name
-
Contact Email
-
Phone
-
Journal Mail Official
-
Editorial Address
-
Location
,
INDONESIA
JURNAL WALENNAE
ISSN : 14110571     EISSN : 2580121X     DOI : -
Core Subject : Humanities, Art,
Walennae’s name was taken from the oldest river, archaeologically, which had flowed most of ancient life even today in South Sulawesi. Walennae Journal is published by Balai Arkeologi Sulawesi Selatan as a way of publication and information on research results in the archaeology and related sciences. This journal is intended for the development of science as a reference that can be accessed by researchers, students, and the general public.
Arjuna Subject : -
Articles 252 Documents
POTENSI GUA DALAM PENELITIAN ARKEOLOGI DAN PROSPEK WISATA MINAT KHUSUS E.A. Kosasih
WalennaE Vol 3 No 2 (2000)
Publisher : Balai Arkeologi Provinsi Sulawesi Selatan

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (4773.875 KB) | DOI: 10.24832/wln.v3i2.105

Abstract

Tulisan ini secara umum memberikan pemahaman tentang nilai penting gua dalam penelitian arkeologi dan potensi wisata yang terkandung di dalamnya. Dari sudut pandang arkeologi gua menyimpan berbagai data penting bagi studi terhadap kondisi masa lalu, seperti lukisan dinding (rock art), endapan-endapan sisa makanan, dan kondisi statigrafi yang sebagian besar masih terjaga dengan sangat baik. Selain itu prospek wisata yang di tawarkan oleh gua-gua yang masih bersifat alami juga tidak kalah menarik untuk di publikasikan kepada masyarakat luas. Melihat berbagai nilai penting yang dimiliki oleh gua-gua tersebut maka perlu dilakukan suatu pengelolaan untuk menjamin keberlangsungan gua-gua beserta potensi yang ada di dalamnya.
CERUK LA SABO DI PULAU MUNA, SULAWESI TENGGARA: INDIKASI PERMUKIMAN PRASEJARAH? Bernadeta AKW
WalennaE Vol 9 No 2 (2006)
Publisher : Balai Arkeologi Provinsi Sulawesi Selatan

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (2471.281 KB) | DOI: 10.24832/wln.v9i2.180

Abstract

Pulau Muna memiliki situs gua dan ceruk yang banyak menyimpan data guna mengungkap tabir kehidupan manusia pada masa tertentu. Potensi gua dan ceruk terutama dari aspek lukisan dindingnya termasuk data yang sangat penting. Penelitian ini bertujuan untuk merekam data arkeologi khususnya di situs La Sabo. Metode yang digunakan berupa ekskavasi dan survei permukaan untuk dapat mengukur serta mendeskripsi temuan permukaan meliputi lukisan dinding dan situs itu sendiri. Perolehan data kemudian diakumulasi dan diolah menggunakan hipotesis untuk menarik kesimpulan. Hasil yang diperoleh dari penelitian ini bahwa manusia pendukung tidak bermukim di ceruk La Sabo secara permanen, terlihat kurangnya perkakas yang ditemukan saat dilakukan ekskavasi. Kemungkinan lokasi tersebut dijadikan tempat meluapkan ekspresi mereka dan dihuni secara insidentil atau sewaktu-waktu.
DESCRIPITION AND PRELIMINARY CHRONOLOGY OF MACASSAR HISTORICAL EARTHENWARE DECORATION Genevieve Clune; David Bulbeck
WalennaE Vol 2 No 1 (1999)
Publisher : Balai Arkeologi Provinsi Sulawesi Selatan

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (6659.145 KB) | DOI: 10.24832/wln.v2i1.65

Abstract

No Abstract
PERANAN SITUS LIANG DALAM SISTEM PEMUKIMAN MASYARAKAT TORAJA Akin Duli
WalennaE Vol 13 No 2 (2011)
Publisher : Balai Arkeologi Provinsi Sulawesi Selatan

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (4075.887 KB) | DOI: 10.24832/wln.v13i2.267

Abstract

Banyak tulisan ilmiah yang telah dilahirkan para ahli tentang pemukiman tradisional masyarakat Toraja, namun belum ada yang membahas tentang bagaimana peranan penguburan (Liang) dalam sistem pemukiman Toraja. Dalam tulisan ini akan diuraikan tentang Liang dan peranannya dalam sistem pemukiman masyarakat Toraja, sebab pada kenyataannya setiap Tongkonan mempunyai pasangan, yaitu Liang. Liang bagi masyarakat Toraja dianggap sebagai banua tang merambu, yang dipandang oleh masyarakat Toraja mempunyai nilai yang sama dengan Tongkonan, yaitu sebagai bahagian dari warisan dan pusaka mereka secara turun-temurun yang tidak ternilai harganya.Many scientific papers have been written about the traditional of Toraja settlements, but no one has discussed about how the role of burial (Liang) in Toraja settlement system. This paper described on Liang and role in human settlement systems Toraja. In fact every Tongkonan have a partner that is Liang. Liang in Toraja communities regarded as banua tang merambu, which is considered by the Toraja people have the same value with Tongkonan, namely as a portion of their legacy and heritage for generations that is priceless.
MANFAAT PELESTARIAN WARISAN BUDAYA BAWAH AIR Danang Wahju Utomo; Nani Somba
WalennaE Vol 5 No 1 (2002)
Publisher : Balai Arkeologi Provinsi Sulawesi Selatan

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (3851.558 KB) | DOI: 10.24832/wln.v5i1.148

Abstract

Penelitian ini membahas mengenai pemanfatan dari peninggalan arkeologi bawah air serta kendala-kendala yang sedang dihadapi dalam pemanfaatan sumberdaya arkeologi bawah air. Hal ini bertujuan untuk penelitian arkeologi bawah air dapat lebih diperhatikan dan tidak hanya melakukan penelitian yang berorientasi ke arah daratan saja. Hasil yang diperoleh dari berbagai ulasan manfaat warisan budaya bawah air dan kendala yang dihadapi memperlihatkan bahwa dalam pemanfaatan warisan budaya bawah air sangat terkait dengan tersedianya sumberdaya manusia yang mumpuni serta sarana-prasarana yang memadai sesuai dengan kebutuhan. Pemanfaatan ini juga dapat berjalan dengan baik apabila diikuti dengan penerapan peraturan perundangan yang berlaku.
KEHIDUPAN PRASEJARAH DI WILAYAH JENEPONTO, SULAWESI SELATAN: IDENTIFIKASI BERDASARKAN ARTEFAK LITIK (ALAT BATU) Budianto Hakim
WalennaE Vol 12 No 2 (2010)
Publisher : Balai Arkeologi Provinsi Sulawesi Selatan

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (5843.469 KB) | DOI: 10.24832/wln.v12i2.234

Abstract

The set of findings splinter-bar in South Sulawesi are usually associated with human pres­ence with a custom sapiens living in a niche or cave and rock painting traditions developed (rock art). This sapiens human groups are also expected to expand its territory to areas acupation open field by the river. Although until now there has been no evidence of human stone tool industry supporters in Jeneponto, but with the discovery of stone tools is wide­spread in the region are strong evidence of prehistoric human presence in this region during a given. Himpunan temuan sempalan-bar di Sulawesi Selatan biasanya dikaitkan dengan kehadiran manusia sapiens yang hidup di ceruk atau gua dan tradisi lukisan batu yang dikembangkan (seni cadas). Kelompok manusia sapiens ini juga diharapkan memperluas wilayahnya ke daerah-daerah akupasi lapangan terbuka di tepi sungai. Meskipun hingga saat ini belum ada bukti pendukung industri alat batu manusia di Jeneponto, tetapi dengan ditemukannya alat-alat batu yang tersebar luas di wilayah tersebut merupakan bukti kuat keberadaan manusia prasejarah di wilayah ini selama diberikan.
ASPEK MEGALITIK SITUS SEWO, SOPPENG Citra Andari
WalennaE Vol 4 No 1 (2001)
Publisher : Balai Arkeologi Provinsi Sulawesi Selatan

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (2458.346 KB) | DOI: 10.24832/wln.v4i1.116

Abstract

Megalithic tradition in Indonesia based on archaeological evidences emerged after agricultural skill began to spread and it reached its time in metal age. At Sewo sites, Soppeng, megalithic remains are divided into two classifications: living monument tradition and dead monument tradition. Living monument tradition in­cludes stone veneration, stone altars, and dolmen. While dead monument tradition includes pil marked stone, stone mortar and stone for holy water. Nowadays, periodical agricultural ceremonies (mappassili) are still using living monument tradition. Ceremonies tradition with the tendency of megalithic continuance at Sewo sites are based on social situations, strong emotional bounds with prehistoric conception and geographical isolation from religion concept, especially Islam.
TEMBIKAR TRADISIONAL TUNGKA, ENREKANG: TINJAUAN ETNOARKEOLOGI Citra Andari
WalennaE Vol 6 No 2 (2003)
Publisher : Balai Arkeologi Provinsi Sulawesi Selatan

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (2001.749 KB) | DOI: 10.24832/wln.v6i2.171

Abstract

Benda tinggalan manusia merupakan cerminan atau refleksi dari tingkah laku mereka. Beberapa peralatan atau benda lainnya seperti wadah gerabah dapat menunjang kehidupannya. Salah satu Pembuatan tembikar yang menjadi perhatian berada di daerah Tungka, Kabupaten Enrekang, dengan melihat proses pengerjaannya. Tujuannya untuk merekam teknik pembuatan dan fungsi tembikar di daerah Tungka. Metode yang digunakan berupa pengumpulan data diantaranya pendokumentasian proses pembuatan dan pengolahan data. Hasil yang diperoleh bahwa perkembangan dan persebaran tembikar di Tungka masih memperhankan cirinya. Teknik pembuatan masih memegang teguh konsep yang diwarisi oleh nenek moyang mereka yaitu dengan teknik tatap landas. Bagi pengrajin tembikar di Tungka mengenal adanya fungsi praktis dan fungsi ritual dalam mempergunakannya.
TEKNOLOGI PERAHU TRADISIONAL SALOMPONG DI BULUKUMBA: CIKAL-BAKAL PINISI A. Fatmawati Umar
WalennaE Vol 1 No 2 (1998)
Publisher : Balai Arkeologi Provinsi Sulawesi Selatan

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (3053.993 KB) | DOI: 10.24832/wln.v1i2.56

Abstract

Sejarah perahu pinisi tidak terlepas kaitannya dengan sejarah perkembangan budaya Sulawesi selatan khususnya dari lingkup sejarah kebaharian bangsa Indonesia pada umummnya. Berikut ini akan disajikan mengenai gambaran singkat tentang Perahu Pinishi. Penelitian ini bersifat deskriptif dan menyimpulkan bahwa Kepandaian membuat perahu telah dimiliki oleh orang-orang Ara sejak zaman dahulu, Pengetahuan teknologi tradisional yang mereka miliki merupakan warisan turun temurun yang di ajarkan secara tradisional dan mendapat pengaruh dari kebudayaan luar. 
PENGELOLAAN KAWASAN CAGAR BUDAYA SULAA DI KOTA BAU-BAU, SULAWESI TENGGARA Yadi Mulyadi
WalennaE Vol 12 No 1 (2010)
Publisher : Balai Arkeologi Provinsi Sulawesi Selatan

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (4072.139 KB) | DOI: 10.24832/wln.v12i1.225

Abstract

Cultural resource management is not only focused on archaeological remains, but also in­cludes other cultural remains in an area. Therefore, the management of cultural resources located in one area, it's conducted in the frame of management of the heritage area. The main subject of cultural resource management of heritage area is a space where cultural resources are. This study focuses on the management of Sulaa Heritage Area which is located in the coastal area of Bau-Bau, Sulawesi Tenggara Province. It is located in the coastal beach, making the management of Sulaa Heritage Area can not be released with local management and integrated coastal area. Therefore, the proposed management model is management based on spatial. Objects of research are cultural resources found in the area, including Sulaa heritage sites and other cultural resources such as customs, religious rituals and traditional handicrafts. Heritage site consists of Moko Cave, Ancient Tomb Betoambari and Kasulana Tombi Sipanjonga. Customs include traditional dances and ceremonies which reflect the cycle of human life. Religious rituals consist of Pakandeana Anana Maelu, Sumpuana Uwena Syafara, Gorana Oputa, Mauluduna Hukumu, Haroa Rajabu, and Nisifu Syabani. Tradi­tional handicrafts such as handmade weaving crafts typical Buton. The management of Sidaa Heritage Area integrate cultural resources management and landscape of Sulaa area. Thus, this region is integrating cultural and natural heritage as heritage objects that has significant value to maintain the perspective of preservation concept. The expected impact is not only preserving the cultural and natural resources, but also carrying out sustainable benefit for the local community.Pengelolaan sumber daya budaya tidak hanya berfokus pada peninggalan arkeologis, tetapi juga termasuk peninggalan budaya lainnya di suatu daerah. Karena itu, pengelolaan sumber daya budaya yang berada di satu kawasan, itu dilakukan dalam kerangka pengelolaan kawasan cagar budaya. Subjek utama dari pengelolaan sumber daya budaya kawasan cagar budaya adalah ruang di mana sumber daya budaya berada. Penelitian ini berfokus pada pengelolaan Kawasan Warisan Sulaa yang terletak di kawasan pesisir Bau-Bau, Provinsi Sulawesi Tenggara. Letaknya di pantai, membuat pengelolaan Kawasan Warisan Sulaa tidak bisa dilepaskan dengan pengelolaan lokal dan kawasan pesisir terpadu. Oleh karena itu, model manajemen yang diusulkan adalah manajemen berdasarkan spasial. Objek penelitian adalah sumber daya budaya yang ditemukan di daerah tersebut, termasuk situs warisan Sulaa dan sumber daya budaya lainnya seperti adat, ritual keagamaan, dan kerajinan tangan tradisional. Situs warisan terdiri dari Gua Moko, Makam Kuno Betoambari dan Kasulana Tombi Sipanjonga. Adat istiadat termasuk tarian dan upacara tradisional yang mencerminkan siklus kehidupan manusia. Ritual keagamaan terdiri dari Pakandeana Anana Maelu, Sumpuana Uwena Syafara, Gorana Oputa, Mauluduna Hukumu, Haroa Rajabu, dan Nisifu Syabani. Kerajinan tradisional opsional seperti kerajinan tenun khas Buton. Manajemen Area Warisan Sidaa mengintegrasikan pengelolaan sumber daya budaya dan lansekap wilayah Sulaa. Dengan demikian, kawasan ini mengintegrasikan warisan budaya dan alam sebagai benda cagar budaya yang memiliki nilai signifikan untuk mempertahankan perspektif konsep pelestarian. Dampak yang diharapkan tidak hanya melestarikan sumber daya budaya dan alam, tetapi juga membawa manfaat berkelanjutan bagi masyarakat setempat.

Page 2 of 26 | Total Record : 252