cover
Contact Name
-
Contact Email
-
Phone
-
Journal Mail Official
-
Editorial Address
-
Location
,
INDONESIA
JURNAL WALENNAE
ISSN : 14110571     EISSN : 2580121X     DOI : -
Core Subject : Humanities, Art,
Walennae’s name was taken from the oldest river, archaeologically, which had flowed most of ancient life even today in South Sulawesi. Walennae Journal is published by Balai Arkeologi Sulawesi Selatan as a way of publication and information on research results in the archaeology and related sciences. This journal is intended for the development of science as a reference that can be accessed by researchers, students, and the general public.
Arjuna Subject : -
Articles 252 Documents
Pandangan Masyarakat mengenai Keberadaan Tinggalan Arkeologi di Kawasan Kota Lama Gorontalo Irfanuddin Wahid Marzuki; Putra Kamajaya; Nurachman Iriyanto; Ajeng Wulandari
WalennaE Vol 19 No 2 (2021)
Publisher : Balai Arkeologi Provinsi Sulawesi Selatan

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.24832/wln.v19i2.519

Abstract

Kawasan Kota Lama Gorontalo memiliki banyak tinggalan arkeologi berupa bangunan-bangunan indis dan kolonial, yang saat ini mengalami ancaman karena perkembangan kota dan ekonomi. Penelitian ini bertujuan untuk menggali persepsi masyarakat awam mengenai tinggalan-tinggalan arkeologi di kawasan Kota Lama Gorontalo. Banyaknya bangunan kolonial membuktikan kota Gorontalo telah ada dan berperan penting sejak lama masa kolonial. Penelitian ini bersifat deskriptif dengan penalaran induktif. Tahap pengumpulan data memadukan antara studi pustaka dan pengamatan lapangan serta wawancara. Selain itu, untuk mendapatkan masukan dari para ahli dilakukan FGD yang melibatkan peneliti dari Balai Arkeologi, BPNB, akademisi, pemerintah daerah, guru, BPCB, dan professional. Hasil penelitian menunjukkan sebagian masyarakat masih ada yang belum mengetahui kawasan Kota Lama, meskipun mereka beraktivitas di kawasan tersebut. Upaya sosialisasi kepada masyarakat mengenai kawasan Kota Lama diperlukan sehingga masyarakat menyadari keberadaan kawasan Kota Lama dan potensi arkeologi yang dimilikinya, pelestarian serta pengembangan kawasan. Stakeholder atau pemangku kepentingan di kawasan Kota Lama Gorontalo dapat dikelompokkan menjadi empat, yaitu; pemain kunci (pemerintah), subjek (pemilik/pemakai), pendukung (akademisi, LSM, budayawan), dan pengikut lain (masyarakat umum). Masing-masing stakeholder (pemangku kepentingan) memiliki fungsi dan peran sendiri-sendiri, sehingga perlu dikoordinasi dan disinergikan agar sesuai dengan tujuan, yaitu pelestarian dan pengelolaan kawasan yang sesuai dengan kondisi sosial budaya Gorontalo. Hasil penelitian ini dapat dijadikan dasar untuk kegiatan penelitian ke depan mengenai pengelolaan kawasan baik oleh Balai Arkeologi Provinsi Sulawesi Utara, akademisi, maupun pihak Pemerintah Daerah.   Kota Lama Gorontalo has many archaeological remains indis and colonial buildings, which are currently experiencing threats due to urban and economic developments. This study aims to explore the general public's perception of archaeological remains in the Kota Lama Gorontalo. The number of colonial buildings in Gorontalo proves that Gorontalo has existed and played an important role since the long colonial period. This research is descriptive with inductive reasoning. The data collection combines literature study and field observations and interviews. In addition, to get input from experts, an FGD was conducted which involved researchers from the Balai Arkeologi, BPNB, academics, local government, teachers, BPCB, and professionals. The results showed that some people still do not know Kota Lama, even though they are active in this area. Socialization efforts to the public regarding Kota Lama are needed so that people are aware of the existence of Kota Lama and its archaeological potential, preservation and development of the area. Stakeholders in Kota Lama Gorontalo can be grouped into four, namely; key players (government), subjects (owners / users), supporters (academics, NGOs, cultural observers), and other followers (general public). Each stakeholder (stakeholder) has its own function and role, so it needs to be coordinated and synergized so that it is in accordance with the objectives, namely the preservation and management of the area in accordance with the socio-cultural conditions of Gorontalo. The results of this study can be used as the basis for future research activities regarding area management by the Balai Arkeologi Sulawesi Utara Province, academics, and the local government.
The Osteoarkeologi Rangka Manusia Situs Leang Kado’4, Maros, Sulawesi Selatan Fakhri Fakhri; Delta Bayu Murti Murti; Budianto Hakim Hakim; Muhammad Nur Nur; Akin Duli Duli; Khadijah Tahir Muda Muda
WalennaE Vol 19 No 2 (2021)
Publisher : Balai Arkeologi Provinsi Sulawesi Selatan

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.24832/wln.v19i2.520

Abstract

Pembahasan utama dalam penelitian ini adalah uraian osteoarkeologis terkait temuan rangka manusia situs prasejarah Leang Kado‘ 4 di kawasan karst Simbang, Maros, Sulawesi Selatan. Sebagai bagian dari kajian bioarkeologi, uraian ini meliputi penentuan jenis kelamin, usia kematian, rata-rata tinggi badan, afinitas ras, dan jumlah individu minimal yang ada di Situs Leang Kado‘ 4 sebagai bagian aktivitas penguburan. Metode penelitian menerapkan langkah kerja analisis dalam kajian bioarkeologi yang juga diterapkan dalam disiplin antropologi ragawi. Langkah kerja analisis tersebut, meliputi: identifikasi, pengukuran, komparasi, dan penghitungan estimasi jumlah individu minimal dalam sebuah himpunan data.  Penelitian ini berkesimpulan bahwa sisa rangka manusia di situs Leang Kado‘ 4 memiliki kesamaan dengan dua jenis ras manusia, yaitu ras populasi Sahul-Pacific dikenal pula sebagai Australo-Papuan atau Australomelanesoid dan ras populasi Asia atau Mongoloid. Hadirnya data ini diharapkan menjadi salah satu bahan pertimbangan rekomendasi kebijakan berwawasan pembangunan karakter budaya bangsa yang mengedepankan kebhinekaan asal usul dengan data temuan rangka manusia.    This research aims to provide an osteoarchaeological analysis of the human skeletons found at the prehistoric site of Leang Kado‘ 4 in Simbang karst area, Maros, South Sulawesi. As a part of bioarchaeological studies, the analysis included the determination of sex, age at death, average height, racial affinity, and the minimum number of individuals at the site as part of the burial activities. The research employed the analytical process that is commonly carried out in bioarchaeological and physical anthropological studies. The analytical process consists of identification, measurement, comparison, and estimation of the minimum number of individuals in a data set.  It is concluded that the human skeletal remains at Leang Kado‘ 4 site share several similarities with two human races, i.e. Sahul-Pacific race also known as Australo-Papuan or Australomelanesoid and Asian or Mongoloid race. It is expected that all this data can be used as a base for developing policies oriented to the development of the national character and culture by emphisizing the diversity of the people’s origins, which is supported by data on human skeletal remains.
Kronologi dan Variabilitas Temuan Situs-Situs Kubur Batu di Pulau Sangihe Bagian Selatan Sriwigati Sriwigati; Muh. Fadhlan Syuaib Intan Intan; Nasrullah Azis; Henki Riko; Aisyah Arung Qalam Qalam; Erna Sari Kurata
WalennaE Vol 19 No 2 (2021)
Publisher : Balai Arkeologi Provinsi Sulawesi Selatan

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.24832/wln.v19i2.696

Abstract

Kubur batu merupakan tinggalan megalitik yang sangat menonjol di Pulau Sangihe bagian selatan, sampai saat ini tercatat di 45 lokasi situs, 2 lokasi sumber bahan, dan jumlah kubur batu 699. Variabilitas temuan lainnya yang konteks dengan kubur batu, ditemukan pada saat survei yakni fragmen tembikar, keramik dan logam. Tulisan ini akan mengetengahkan tentang analisis laboratoris temuan tembikar, keramik dan logam tersebut. Kajian data berdasarkan penelitian survei dan ekskavasi dan kemudian dilanjutkan dengan analisis laboratoris melalui uji XRF dan sayatan tipis untuk temuan fragmen tembikar dan logam. Tembikar yang ditemukan berupa tembikar polos dengan bentuk wadah berupa periuk dan mangkuk. Berdasarkan analisis laboratorium dapat diketahui tembikar dari Pulau Sangihe kemungkinan merupakan tembikar produksi lokal.Analisis keramik diketahui berasal dari Cina, Cina Selatan, Eropa, dan Jepang. Kronologi keramik hasil penelitian dari abad ke 15–19 Masehi.   Stone graves are prominent megalithic remains in the southern part of Sangihe Island. They are distributed in 45 site locations and 2 material source locations. The number of the stone graves is 699. Pottery, ceramic and metal fragments in the same context as the stone graves were found during the survey. This article will report the results of a laboratory analysis of the pottery, ceramic and metal findings. The data collected during the survey and excavation underwent a laboratory analysis. The pottery and metal fragments were tested by using the XRF technique and the thin section method. The pottery fragments found are plain pots and bowls. Based on the laboratory analysis, it is supposed that the pottery found in Sangihe Islands was locally produced. The analysis indicates that the ceramic fragments originated in China, South China, Europe and Japan. Chronologically, the ceramic fragments originated in the 15th-19th centuries.
Investigasi Jejak Awal Perdagangan Lada di Wilayah Banten, Jawa Barat Moh. Ali Fadillah
WalennaE Vol 19 No 2 (2021)
Publisher : Balai Arkeologi Provinsi Sulawesi Selatan

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.24832/wln.v19i2.711

Abstract

Berbagai sumber sejarah menyebutkan bahwa Banten merupakan salah satu pelabuhan lada untuk pasar Asia dan Eropa pada abad ke-17. Namun pecahan keramik dari periode Tang dan Song-Yuan hasil penggalian di situs Banten Girang membuktikan bahwa aktivitas perdagangan telah dimulai sejak abad X. Permasalahannya, sejarah awal perkebunan lada belum diketahui dengan jelas, oleh karena itu diperlukan suatu kajian untuk mengetahui tentang perdagangan lada pra-Islam di Banten. Kami melakukan survei di pedalaman Banten yang diduga sebagai lahan perkebunan di masa lalu. Pengamatan lapangan telah menemukan kembali jejak lada yang terhubung ke pelabuhan di pantai utara dan barat. Berdasarkan keterkaitannya dengan peninggalan pra-Islam, lada diduga telah dibudidayakan sejak Milenium pertama Masehi seiring dengan masuknya pedagang India dan China melalui Selat Sunda. Hasil analisis kontekstual terhadap jejak arkeologi dan etnografi, telah memberi gagasan bahwa perdagangan lada telah menjadi penggerak utama perekonomian yang dikendalikan oleh kekuasaan politik pesisir utara Jawa yang mungkin telah dimulai pada masa Tarumanagara dan berkembang pada masa kerajaan Sunda-Banten.   Various historical sources state that Banten was one of the pepper ports for the Asian and European markets in the 17th century. Ceramic shards from the Tang and Song-Yuan periods at the Banten Girang site prove that trading activities have started since the 10th century. The problem is, the early history of pepper plantations is unknown, therefore a study is needed to gain knowledge about the pre-Islamic pepper trade in Banten. We conducted a survey in the interior of Banten suspected as plantation land in the past. Field observations have rediscovered traces of pepper connected to ports on the north and west coasts. Based on its association with pre-Islamic remains, pepper was supposed to have been cultivated since the first millennium AD along with the arrival of Indian traders through the Sunda Strait. The results of the contextual analysis on archaeological and ethnographic traces, propose the idea that the pepper trade has become the main driver of the economy controlled by the north coast polities of Java which may have started during the Tarumanagara period and developed during the Sundanese kingdom of Banten.
CASTING RANGKA MANUSIA DI LEANG JARIE, MAROS : BENTUK PENGAWETAN DAN PENYELAMATAN DATA ARKEOLOGI Lenrawati lenrawati; Budianto Hakim
WalennaE Vol 20 No 1 (2022)
Publisher : Balai Arkeologi Provinsi Sulawesi Selatan

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.24832/wln.v20i1.420

Abstract

Temuan rangka manusia Leang Jarie, berada dalam wilayah Kecamatan Simbang, Kabupaten Maros. Temuan rangka ini memperlihatkan kondisi yang sudah mulai rapuh. Kondisi inilah yang kemudian menjadi salah satu alasan untuk dilakukan dokumentasi dan penyelamatan. Dokumentasi yang dilakukan melalui pembuatan replika. Replika atau duplikasi dihasilkan melalui pembuatan casting pada rangka manusia tersebut. Tujuan pembuatan replika manusia untuk pelestarian nilai budaya serta untuk penyelamatan data arkeologi sebagai bahan pembelajaran atau pameran. Metode yang digunakan berupa pengumpulan data, pengelompokan data dan pembuatan replika rangka manusia di Leang Jarie. Pembuatan replika rangka manusia secara insitu memiliki tahapan dan proses kerja yang cukup memerlukan tenaga dan waktu, karena sebelum dilakukan casting diperlukan penanganan temuan terlebih dahulu agar objek tidak rusak akibat pembuatan pola cetakan. Hal yang perlu diperhatikan adalah pembuatan adonan untuk menghasilkan replika rangka manusia Leang Jarie, yang sesuai dengan bentuk aslinya. Hasil penelitian menunjukkan bahwa replika yang dihasilkan tidak 100% terekam secara keseluruhan tetapi beberapa informasi sudah dapat diamati tanpa perlu ke situs. Casting rangka manusia di Leang Jarie merupakan benda replika yang sengaja dibuat untuk dapat di pamerkan ke publik dan sebagai bentuk pelestariannya.     The human skeleton of Leang Jarie was discovered in the Simbang District of Maros Regency. The discovery of this skeleton indicates that its condition has deteriorated. This became one of the causes for documenting and rescue later. The production of replicas is used to document the process. Castings of the human skeleton are used to create replicas or duplications. The goal of creating human replicas is to conserve cultural values while also preserving archaeological data for use as educational materials or displays. In Leang Jarie, the process is data collecting, data aggregation, and the creation of a human skeleton model. Making an in-situ copy of a human skeleton has steps and labor processes that require a lot of energy and time, because it's required to handle the object first so that it doesn't get harmed while the mold pattern is being made. The production of dough to create a copy of Leang Jarie's human skeleton that is accurate to the original form is something that must be considered. The result revealed that while the replicas produced were not 100% accurate but some information could be observed without having to visit the site. The human skeleton casting at Leang Jarie is a reproduction that was created with the intention of being displayed to the public and preserved.
PERMASALAHAN SHIPWRECK SISA PERANG DUNIA II DI PERAIRAN INDONESIA Dwi Kurnia Sandy; Salma Fitri Kusumastuti; Ade Wulan Fitriana; Fatom Ahmad
WalennaE Vol 20 No 1 (2022)
Publisher : Balai Arkeologi Provinsi Sulawesi Selatan

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.24832/wln.v20i1.495

Abstract

Indonesia has various kinds of underwater archaeology remains as well as from the outbreak of World War II. Most of them are shipwreck, and also several aircraft and tanks of Japan and the allies. The remains now left us some problems such as unclear regulation, the difference of inventory and database, many research which do not continue to the application, and excessive attention to the shipwreck than the other remains. The problems mentioned above, are chosen by the writers regarding the investigation news about the missing of World War II shipwrecks in the Java Sea reported by the online platform, Tirto.id. From that case, we try to find more resources from books, journals, news, and government regulations, then discuss them from the point of view of archaeology. We realized that these problems are not the responsibility of one institution only. Some of the suggestions mentioned in this paper, and we hope the sustainability of World War II underwater remains in Indonesia will be still safe.     Indonesia memiliki tinggalan arkeologi bawah air dan diantaranya berasal dari sisa-sisa Perang Dunia II. Sebagian besar temuan berupa kapal, baik milik Jepang maupun sekutu. Sisanya ditemukan pula bangkai pesawat dan juga tank. Saat ini, adanya tinggalan di bawah air tersebut tidak luput dari berbagai permasalahan. Masalah-masalah yang masih melekat pada tinggalan ini diantaranya peraturan yang saling tumpang tindih, perbedaan data inventarisasi shipwreck, penelitian yang tidak berlanjut pada pemanfaatan, dan beragamnya tinggalan bawah air Indonesia, namun baru shipwreck yang menjadi perhatian. Pembahasan beberapa masalah ini didasari oleh keresahan penulis atas hilangnya beberapa bangkai kapal tinggalan Perang Dunia II di Laut Jawa. Dari kasus tersebut penulis mengumpulkan berbagai data pustaka terkait, baik cetak maupun elektronik dan membahasnya dari sudut pandang arkeologi. Penulis menyadari bahwa keadaan ini bukan hanya tanggungjawab satu instansi semata. Beberapa saran juga kami cantumkan melalui tulisan ini dengan harapan keberadaan tinggalan dari masa Perang Dunia II di Indonesia dapat lestari dan tidak lagi jatuh ke tangan yang salah.
MASCULINITY VISUALIZATION IN TWO RAKSASA STATUES FROM CANDI TAPAN, BLITAR REGENCY, EAST JAVA Nainunis Aulia Izza
WalennaE Vol 20 No 1 (2022)
Publisher : Balai Arkeologi Provinsi Sulawesi Selatan

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.24832/wln.v20i1.521

Abstract

This study discussed the archaeological remains, Two Raksasa Statues of Candi Tapan from a gender perspective, especially the masculinity concept. Two Raksasa Statues of Candi Tapan is giant shapes with hair carvings on the head, face and body. The presence of hair, especially on the face and body, is an element of the statue that is rarely found and that is important to discuss. The method used is the archaeological method, consisting of stages of description, iconographic analysis, and interpretation with masculinity theory. The results show that the depiction of hair in ancient civilizations has a function as an indication of the masculinity concept from people from that period. The visualization of masculinity through the carving of facial and body hair in the Two Raksasa Statues of Candi Tapan related to the concept of masculinity and fertility, as well as the function of the giant statue as a guardian and danger repellent of sacred buildings.     Kajian ini menelaah tinggalan Arkeologi berupa Dua Arca Raksasa dari Candi Tapan dari perspektif gender khususnya maskulinitas. Dua Arca Raksasa dari Candi Tapan digambarkan dalam bentuk raksasa yang dilengkapi dengan pahatan rambut pada bagian kepala, wajah, serta tubuh. Keberadaam rambut, khususnya pada bagian wajah dan tubuh merupakan unsur arca yang jarang ditemui dan penting untuk dibahas. Metode yang digunakan adalah metode arkeologi, terdiri dari tahapan deskripsi, analisis ikonografi, dan interpretasi dengan teori maskulinitas yang berkaitan erat dengan teori gender. Hasilnya menunjukkan bahwa penggambaran rambut pada tinggalan peradaban-peradaban kuno memiliki fungsi sebagai petunjuk tentang konsep maskulinitas yang dianut oleh masyarakatnya. Visualisasi maskulinitas melalui pemahatan rambut wajah dan tubuh pada dua Arca Raksasa Candi Tapan dapat dikaitkan dengan konsep maskulinitas dan kesuburan serta fungsi Arca Raksasa sebagai makhluk penjaga bangunan suci dan penolak bahaya.
GAMBAR CADAS MOTIF MANUSIA DI SITUS BUKIT BULAN, SAROLANGUN, JAMBI Eric Pradana Putra; Karina Arifin
WalennaE Vol 20 No 1 (2022)
Publisher : Balai Arkeologi Provinsi Sulawesi Selatan

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.24832/wln.v20i1.525

Abstract

Recent research in Sumatra has succeeded in finding rock art in several caves and niches in the Bukit Bulan karst area, Sarolangun, Jambi. In this region, rock art with human motifs is present in many shapes and styles. This research discusses the variation of human motifs found in nine caves at the Bukit Bulan region through an analysis of the inherent attributes. Furthermore, the human motif were compared with similar motifs from West Sumatra and Lenggong Valley, Malaysia. The comparisons are made based on the consideration of the proximity of the locations and cultural backgrounds. In addition, the shape and color of the motifs of these three regions are relatively similar, leading to the supposition that the chronology of rock art with specific motifs of humans comes from the same period. This research concludes that the shape of human motifs in Bukit Bulan is more varied than human motifs in West Sumatra and Lenggong Valley. The relative chronologu based on the existence of motifs that are thought to have come from a younger period such as Arabic and Latin makes the assumption that the rock art in Bukit Bulan is not older. This condition is also found at sites in West Sumatra which are associated with Arabic and in the Lenggong Valley which have depictions of motifs from the modern period.      Penelitian terbaru di wilayah Sumatra berhasil menemukan gambar cadas pada beberapa gua dan ceruk di wilayah karst Bukit Bulan, Sarolangun, Jambi. Pada wilayah ini gambar cadas bermotif manusia cukup banyak ditemukan dalam bentuk dan gaya yang beragam. Penelitian ini membahas variasi motif manusia yang ditemukan pada sembilan gua di Situs Bukit Bulan melalui analisis atribut-atribut yang melekat. Selanjutnya, motif manusia dibandingkan dengan motif sejenis dari situs-situs di Sumatra Barat dan Lembah Lenggong, Malaysia. Perbandingan tersebut dilakukan atas pertimbangan kedekatan lokasi dan latar belakang budaya pada ketiga wilayah tersebut. Selain itu, bentuk dan warna motif juga relatif serupa, sehingga memunculkan dugaan bahwa kronologi gambar cadas dengan motif spesifik berupa manusia berasal dari masa yang sama. Penelitian ini menghasilkan kesimpulan bahwa secara bentuk motif manusia di Bukit Bulan lebih variatif dibandingkan dengan di Sumatra Barat dan Lembah Lenggong. Kronologi relatif berdasarkan keberadaan motif yang diduga berasal dari masa yang lebih muda seperti tulisan arab dan latin menjadikan dugaan waktu pembuatan gambar cadas di Bukit Bulan tidak lebih tua. Kondisi tersebut ditemukan juga pada situs di Sumatra Barat yang berasosiasi dengan tulisan-tulisan arab serta situs di Lembah Lenggong yang memiliki penggambaran motif dari masa modern.
SIMBOL DAN MAKNA ADEGAN BERDERMA (DÂNA) PADA RELIEF KARMAWIBHANGGA CANDI BOROBUDUR Tsanaa Khenresta; Rani Chandra Oktaviani; Yonaz Salasa
WalennaE Vol 20 No 1 (2022)
Publisher : Balai Arkeologi Provinsi Sulawesi Selatan

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.24832/wln.v20i1.530

Abstract

This research focus on how to interpretate symbols & meanings of depiction the act of charity that appear on Candi Borobudur’s feets, called as relief of Karmawibhangga. Charity is one of the steps of useful actions, punnakiriyavatthu. Charity originated from Pali’s language, dana. Charity is one of basic positive activity that can be done by everyone, everywhere. This charity acts drawn at candi’s relief. The depiction of this charity acts shown major at the Karmawibhangga’s relief, at least 40 acts of this charity been carved. The distribution of this relief rely on the relief of Karmawibhangga, most widely shown at west – north’s side. The most of depiction the act of charity is food, then a container, something that is unidentified, clothes, jewelry, flower, and umbrella and charity is done by the nobleman, religionist, and common people     Penelitian ini berfokus kepada bagaimana intrepretasi simbol dan makna penggambaran adegan berderma yang ada pada kaki Candi Borobudur, relief Karmawibhangga. Analisis yang digunakan adalah teori semiotika dari Roland Barthes. Derma merupakan dasar tingkatan dalam tahapan tindakan bermanfaat, punnakiriyavatthu. Derma merupakan arti kata dana yang berasal dari bahasa Pali. Derma merupakan kegiatan mendasar positif yang bisa dilakukan oleh siapa dan dimana saja. Derma merupakan salah satu adegan yang digambarkan pada relief candi. Penggambaran adegan derma paling banyak ditemui pada relief Karmawibhangga, sebanyak 40 adegan derma dipahatkan. Sebaran relief derma pada relief Karmawibhangga paling banyak dijumpai pada sisi barat –utara. Derma yang paling banyak adalah derma pangan, wadah, sesuatu yang tidak teridentifikasi, sandang, perhiasan, bunga, dan payung. Pemberian derma ini dilakukan oleh ketiga golongan masyarakat yaitu para bangsawan, agamawan, juga orang biasa.
STASIUN KERETA API CIREBON PRUJAKAN DALAM TATA RUANG KOTA CIREBON PADA MASA KOLONIAL BELANDA (1897-1942) IWAN HERMAWAN
WalennaE Vol 20 No 1 (2022)
Publisher : Balai Arkeologi Provinsi Sulawesi Selatan

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.24832/wln.v20i1.695

Abstract

Cirebon Prujakan Station is one of the cultural heritage buildings in Cirebon City. This station was built NV. SCS to facilitate the Semarang – Cirebon train journey. This station has an important value in the economy of Cirebon and its surroundings, because it is part of the sugar trade traffic in Cirebon. The problem raised in this paper relates to the placement of the Cirebon Prujakan station as part of the Dutch colonial government's strategic policy in the field of rail transportation, especially in Cirebon. The method used in writing is descriptive analysis with a spatial approach. Data was collected through field surveys and literature review. Cirebon Prujakan Station was built by NV. SCS to facilitate the Semarang – Cirebon train journey. This station has a branch to the Port of Cirebon to facilitate the transportation of commodities to be sent by ship. Geographically, Cirebon Prujakan Station is in a strategic location because it is close to the center of government and is located at the rail transportation node that connects the northern route of Java Island.     Stasiun Cirebon Prujakan merupakan salah satu bangunan cagar budaya di Kota Cirebon. Stasiun ini dibangun NV. SCS untuk memfasilitasi perjalanan kereta api Semarang – Cirebon. Stasiun ini memiliki nilai penting dalam perekonomian Cirebon dan sekitarnya, karena menjadi bagian dari lalu lintas perdagangan Gula di Cirebon. Permasalahan yang diangkat pada tulisan ini berkenaan dengan penempatan stasiun Cirebon Prujakan sebagai bagian dari kebijakan stretegis pemerintah Kolonial Belanda di bidang angkutan kereta api, khususnya di Cirebon. Metode yang digunakan pada tulisan adalah deskriptif analisis dengan pendekatan keruangan. Pengumpulan data dilakukan melalui survey lapangan dan kajian pustaka. Stasiun Cirebon Prujakan dibangun oleh NV. SCS untuk memfasilitasi perjalanan kereta api Semarang – Cirebon. Stasiun ini memiliki percabangan ke Pelabuhan Cirebon untuk memfasilitasi pengangkutan komoditas yang akan dikirim melalui kapal laut. Secara geografis, Stasiun Cirebon Prujakan berada di lokasi strategis karena dekat dengan pusat pemerintahan dan berlokasi pada simpul transportasi kereta api yang menghubungkan jalur utara Pulau Jawa.