cover
Contact Name
-
Contact Email
-
Phone
-
Journal Mail Official
staialhikmahjakarta10@gmail.com
Editorial Address
-
Location
Kota adm. jakarta selatan,
Dki jakarta
INDONESIA
Hikmah : Journal of Islamic Studies
ISSN : 20882629     EISSN : 25810146     DOI : -
Core Subject : Education,
HIKMAH (ISSN. 2088-2629) is a journal of Islamic Studies which published by ALHIKMAH Islamic Studies Institute Jakarta. This journal is published each semester. It is publication media for research results and the thoughts of lectures, intelectuals, and the observer of Islamic studies. By upholding the spirit of multi disciplinary studies, the HIKMAH journal is providing various research report and articles which related to the f eld of education, social, culture, law, politics, economy, and science. T ey are seriously studied in terms of islamic perspective. the substance of the writings is the responsibility of the writers and doesn’t necessarily ref ected the oppinion of the redaction.
Arjuna Subject : -
Articles 114 Documents
Dampak Pemikiran Ahli Ra'y Terhadap Hukum Islam Kontemporer Taufik Abdillah Syukur
Hikmah: Journal of Islamic Studies Vol 14, No 1 (2018): Deradikalisasi Pemahaman Keagamaan Islam
Publisher : STAI ALHIKMAH Jakarta

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (224.608 KB) | DOI: 10.47466/hikmah.v14i1.100

Abstract

Some islamic experts, Ulama, say that the Islamic Shari’ah which is contained in the Qur’an and Hadith can be understood its contents. These islamic thinking methods are called “Ra’y” while those involved are called “ahlial-ray”. They also use hadith as the istinbath basis of Islamic law. Only in establishing the law, they say that Nash Syar’I has a specific purpose and cumulatively aims to bring benefit to the human being. The researcher will try to reexamine the things related to Ahlual-Ray, Either thoughts or istinbath methodology, then related with the impact on the thoughts of contemporary Islamic law. This study includes the type of library research which is descriptive analysis through a socio-historical approach. Keydords: Ra’y Expert, Islamic Law Sebagian ulama berpendapat bahwa syari’at Islam yang terkandung dalam al-Qur’an dan Hadits itu dapat dipahami isinya. Metode pemikiran hukum Islam seperti ini disebut ‘ ra’y’, sedangkan orang yang berkecimpung dalam hal tersebut dinamakan ahli alra'y. Mereka juga menggunakan hadits sebagai dasar istinbath hukum Islam. Hanya saja dalam menetapkan hukum, mereka berpendapat bahwa nash syar’i itu mempunyai tujuan tertentu dan secara kumulatif bertujuan mendatangkan kemaslahatan bagi ummat manusia. Peneliti akan mencoba meneliti ulang halhal yang terkait dengan ahlu al-ra'y, baik tentang pemikiran, metodologi istinbath, untuk kemudian dihubungkan dampaknya kepada pemikiran hukum Islam kontemporer. Penelitian ini termasuk jenis penelitian kepustakaan (Library Research) yang bersifat diskriptif analisis melalui pendekatan sosio-historis. Kata kunci : Ahli Ra’y, Hukum Islam
Relevansi Kedewasaan dalam Pernikahan dengan Upaya Pencapaian Tujuan Hidup Berkeluarga Samsuri Samsuri
Hikmah: Journal of Islamic Studies Vol 14, No 1 (2018): Deradikalisasi Pemahaman Keagamaan Islam
Publisher : STAI ALHIKMAH Jakarta

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (234.348 KB) | DOI: 10.47466/hikmah.v14i1.101

Abstract

The regulations for the minimum age for marriage according to the marriage law in Indonesia is relatively high for men but low for women. However, if the author sees qualitatively, those regulations are still far below the standards which are set by WHO. In this fact, it is needed the efforts to increase the age limit. Therefore, in order to develop the concept of marriage law in Indonesia, the author offers to do the reconstruction of those regulations to be 19 years for women and 21 years for men. The determination of the age is because in the author opinion, the physical and psychological development of the future bride has begun to enter the age phase of maturity, although not perfect. Keywords: Maturity, Wedding, Marriage Law Ketentuan batas minimal usia untuk menikah menurut undangundang perkawinan di Indonesia relatif tinggi untuk laki-laki namun rendah untuk perempuan. Adapun jika penulis lihat secara kualitatif, maka ketentuan yang ada tersebut masih jauh di bawah standard yang ditetapkan oleh WHO. Dengan adanya kenyataan ini, maka diperlukan upaya untuk menaikkan batasan usia tersebut. Oleh karena itu, dalam rangka pengembangan konsep undang-undang perkawinan di Indonesia penulis menawarkan untuk dilakukannya rekonstruksi terhadap ketentuan tersebut menjadi 19 tahun bagi perempuan dan 21 tahun bagi lakilaki. Penentuan pada usia ini dikarenakan menurut hemat penulis perkembangan fisik maupun psikis dari calon mempelai sudah mulai memasuki fase usia kematangan meskipun belum sempurna. Kata Kunci: Kedewasaan, Pernikahan, Hukum Keluarga
Pola Asuh Anak Perempuan Gayo Dalam Perspektif Gender Mahyudin Mahyudin; Nurbaiti Nurbaiti
Hikmah: Journal of Islamic Studies Vol 14, No 1 (2018): Deradikalisasi Pemahaman Keagamaan Islam
Publisher : STAI ALHIKMAH Jakarta

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (232.076 KB) | DOI: 10.47466/hikmah.v14i1.102

Abstract

Family is the first social environment where children can interact. It is in this primary institution that a child experiences parenting. Prolonged parenting will form a habit in children. Teaching good habits is very important to do since the beginning of a child’s life and education through habituation can be done by giving parenting to children or students. Parenting between families with one another are different. Many factors can influence parenting by the family. One of the factors that determine the shape of parenting is culture, so that among tribes and others have different forms of parenting. In providing parenting, the Gayo tribe is strongly influenced by the traditions and culture which they have. They follow to the patrilineal kinship system, which is a fatherly manner, and in principle, this system is a kinship system that draws the lineage of the father or male ancestors. Boys have a very important role in the kinship system of the Gayo tribe, boys are given an important place, because boys are successors and nobility. This such parenting is known as gender bias, because boys and girls get different status and roles based on sex (sex) and not based on their abilities. Keywords: Parenting, Parents, Child, Gender Bias, Gayo Tribe Keluarga merupakan lingkungan sosial pertama tempat anak dapat berinteraksi. Pada institusi primer inilah seorang anak mengalami pengasuhan. Pola asuh yang berkepanjangan akan membentuk sebuah pembiasaan pada anak. Penanaman pembiasaan yang baik, sangat penting dilakukan sejak awal kehidupan anak dan pendidikan melalui pembiasaan dapat dilakukan dengan cara memberikan pola asuh pada anak/siswa. Pola asuh anak antara keluarga satu dengan keluarga lainnya berbeda-beda. Banyak faktor yang dapat mempengaruhi pola asuh yang dilakukan keluarga. Salah satu faktor yang turut menentukan bentuk pola asuh orang tua adalah budaya, sehingga antara suku satu dengan lainnya mempunyai bentuk pola asuh berbeda. Dalam memberikan pola asuh, suku gayo sangat dipengaruhi oleh tradisi dan budaya yang mereka miliki. Mereka menganut sistem kekerabatan patrilineal yaitu bersifat kebapaan, dan pada prinsipnya, sistem ini merupakan sistem kekerabatan yang menarik garis keturunan ayah atau garis keturunan nenek moyang laki-laki. Anak lelaki peranannya sangat penting dalam sistem kekerabatan suku gayo, anak lelaki diberikan tempat yang penting, karena anak lelaki merupakan penerus keturunan dan gelar kebangsawan . Pola asuh seperti itulah yang kemudian dikenal dengan pola asuh bias gender, karena anak laki-laki dan anak perempuan mendapatkan status dan peranan berbeda berdasarkan jenis kelamin (sex) dan bukan berdasarkan kemampuan yang dimiliki. Kata Kunci: Pola asuh, orang tua, anak, bias gender, suku gayo.
Pembaruan Hukum Kewarisan Islamdi Turki dan Somalia Lilik Andaryuni
Hikmah: Journal of Islamic Studies Vol 14, No 1 (2018): Deradikalisasi Pemahaman Keagamaan Islam
Publisher : STAI ALHIKMAH Jakarta

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (522.153 KB) | DOI: 10.47466/hikmah.v14i1.104

Abstract

If we look at the concept of inheritance in Turkey and Somalia, it is different from the determination which is set by the Al-Qur’an, it can even be said to deviate from the al-Qur’an. Turkey is the country with a Hanafi thought, and Somalia is the country with a Syafii thought but in the determination of its inheritance it stipulates the same division, in the meaning that women and men get the same share in terms of the distribution of inheritance, namely 1: 1. Whether the formula 1: 1 mean that it has deviated from the provisions of the Qur’an, whether the formula 2: 1 which the Qur’an has set is not worth justice, then what are the inheritance of women rights in Turkish and Somali family law? What is the purpose of the renewal and what methods are used by the two countries in renewing family law and its progress from traditional figh? These are the questiona which the authors try to answer by tracing various data sources with a focus on the discussion of Turkey and Somalia. This article is a descriptive-comparative study, and the approach used is a normative approach, namely looking at the object of study from the perspective, the opinions of interpreters both traditional and contemporary, so that it can be found what methods the two countries use to carry out family law reform and its progress from traditional concepts. Keywords: Renewal, Inheritance Law, Turkey - Somalia Bila dicermati konsep kewarisan di Turki dan Somalia berbeda dengan ketentuan sebagaimana ditetapkan al-Qur’ān, bahkan bisa dikatakan menyimpang dari al-Qur’ān. Turki, negara yang bermazhab Hanafi, dan Somalia, negara dengan mazhab Syafi'i, tapi dalam ketentuan warisnya menetapkan pembagian yang sama, dalam artian perempuan dan laki-laki mendapatkan bagian yang sama dalam hal pembagian warisan, yakni 1: 1. Apakah dengan formula 1: 1 tersebut berarti telah menyimpang dari ketentuan al-Qur’ān, apakah formula 2: 1 yang telah ditetapkan al-Qur’ān tidak bernilai keadilan, lalu bagaimanakah hak waris perempuan dalam hukum keluarga Turki dan Somalia? Apa tujuan pembaharuan dan metode apa yang digunakan oleh kedua negara tersebut dalam melakukan pembaharuan terhadap hukum keluarga dan keberanjakkannya dari fiqh tradisional? Pertanyaan-pertanyaan inilah yang penulis coba jawab dengan melakukan penelusuran terhadap berbagai sumber data dengan fokus bahasan Turki dan Somalia.. Artikel ini merupakan kajian deskriptif-komparatif, dan pendekatan yang digunakan adalah pendekatan normatif, yakni melihat objek kajian dari perspektif nas, pendapat para ahli tafsir baik tradisional maupun kontemporer, sehingga nantinya dapat ditemukan metode apa yang digunakan kedua negara tersebut dalam mengusung pembaharuan hukum keluarganya dan keberanjakkannya dari konsep tradisional. Kata Kunci: Pembaharuan, Hukum Kewarisans, Turki-Somalia
Apakah Surga Berada di Bawah Telapak Kaki Ibu? (Kontekstualisasi Hadis Al-Jannat Tahta Aqdam al-Ummahat) Hamam Hamam
Hikmah: Journal of Islamic Studies Vol 14, No 2 (2018): Kontekstualisasi Pemahaman Hadis
Publisher : STAI ALHIKMAH Jakarta

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (354.082 KB) | DOI: 10.47466/hikmah.v14i2.105

Abstract

This article discusses the very popular hadith in muslims community, namely Al-Jannatu taḥta aqdām al-Ummahāti (paradise is beneath mother’s feet). Its chain of transmitters ( sanad) is criticized and its text (matn) is contextualized. After takhrij studying, several similar-theme hadiths are found with the different quality of transmitters ( sanad). The hadith al-Jannatu had weak sanad (ḍaīf) but it has high hujjah, so this hadith can still be the hujjahsyar’iyyah. Contextually, the hadith al-jannatu used to be the argument for the children to obey to their mother. But this hadiths vise versa can be the imperative for parents to play their role in succeeding their children. In addition, the hadith can be contextualized as the imperatuive for government of leaders to play their role in succeeding and walfaring their peoples or those who are led. Artikel ini membahas hadis yang sangat populer di masyarakat, yakni hadis Al-Jannatu taḥta aqdām al-Ummahāti (Surga berada di bawah telapak kaki ibu) dari sisi kualitas sanad dan kontektualisasi pemaknaan matannya. Setelah dilakukan studi takhrij hadis, ternyata ada sejumlah hadis yang semakna dengan hadis tersebut, dengan kualitas sanad hadis yang beragam. Sanad hadis al-jannatu lemah atau ḍaīf dengan status marfū'’ yakni memiliki strata kehujjahan yang tinggi, sehingga bisa dijadikan hujjah syar’iyyah. Secara kontekstual, hadis al-jannatu yang biasanya digunakan untuk dalil agar anak-anak taat kepada seorang ibu, bisa dikontekstualisasikan tidak hanya itu. Hadis ini justru menjadi perintah bagi orang tua untuk berperan dalam mendidik anak-anaknya menuju kesuksesan. Hadis ini juga bisa dikontekstualisasikan sebagai dalil bagi pemerintah/pemimpin untuk berperan demi kesuksesan rakyatnya/mereka yang dipimpin. Keywords: Hadis, Ibu, Surga, Matan, Sanad, Takhrij, Kontekstualisasi
Kontekstualisasi Hadis Pernikahan dalam Tradisi Islam Lokal: Nyongkolan di Lombok Nikmatullah Nikmatullah
Hikmah: Journal of Islamic Studies Vol 14, No 2 (2018): Kontekstualisasi Pemahaman Hadis
Publisher : STAI ALHIKMAH Jakarta

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (237.117 KB) | DOI: 10.47466/hikmah.v14i2.106

Abstract

Nyongkolan is one of the Islamic marriage seremony Sasak made by way of the procession the bride and her family along the way which aims to announce the wedding and the hospitality weaves between both parties. This tradition is acculturation between Islam with customary local of Sasak practiced by Muslims Sasak. As a devout muslim and religious fanatic, Sasak Muslims wedding announcement on hadith actualize in the form Nyongkolan. The spirit of hadith is about the procession that very accommodated towards local traditions. He as a form of harmonisation which brings together various elements: the religion, customs, and modernity. The music that accompanied the procession either kecimol, gendang beleq or rudat as the street entertainment for the surrounding communities. In the process, Nyongkolan is considered a problem as it causes blocked on the highway. This paper aims to described the tradition of Nyongkolan and acculturation between religion (hadith) and the custom in the tradition. Keywords: Contextulization, Hadith, Weddings, Nyongkolan Nyongkolan adalah salah satu seremony perkawinan Islam Sasak yang dilakukan dengan cara arak-arakan pengantin dan keluarganya sepanjang jalan yang bertujuan untuk mengumumkan pernikahan dan menjalin silaturrahmi antara kedua belah pihak. Tradisi ini merupakan bentuk akulturasi antara Islam dengan adat lokal Sasak yang dipraktekkan oleh masyarakat muslim Sasak. Sebagai muslim yang taat dan fanatik dalam beragama, Muslim Sasak mengaktualisasikan hadis pengumuman pernikahan dalam bentuk Nyongkolan. Spiritnya dari hadis akan tetapi prosesinya sangat akomodatif terhadap tradisi lokal. Ia sebagai bentuk harmonisasi yang menyatukan berbagai elemen: agama, adat, dan modernitas. Musik yang mengiringi arakan baik berupa kecimol, gendang beleq atau rudat bagaikan hiburan jalanan bagi masyarakat sekitar. Dalam perkembangannya, Nyongkolan dianggap masalah karena menyebabkan macet di jalan raya. Tulisan ini bertujuan untuk mendiskripsikan tradisi Nyongkolan serta akulturasi antara agama (hadis) dan adat dalam tradisi tersebut. Kata Kunci: Kontekstualisasi, Hadis, Pernikahan, Nyongkolan
Kritik Sanad Hadis (Studi Sunan Ibnu Majah, Kitab Az-Zuhud) Arifin, Zainal
Hikmah Journal of Islamic Studies Vol 14, No 2 (2018): Kontekstualisasi Pemahaman Hadis
Publisher : STAI ALHIKMAH Jakarta

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar

Abstract

There are three elements of the validity of the method in determining the authenticity of a Hadith: it’s connection by isnad, credibility of the narrator, syużūż and ‘illah. The focus of the study in this article is to examine the isnad hadith narrated by Ibn Majah through companions ‘Abd ar-Rahman (Abu Hurayrah) found in Sunan Ibn Majah, Kitab al-Zuhud, hadith number 4102. it’s done by takhreej of hadith and i’tibar, it recorded by researchers the quality of the narrators and its connectioned, and the possibility of checking by syużūż and ‘illah. Finally seen that entire hadith is created by śiqat and its isnaad muttaşil (connected) from the Prophet Muhammad to the last creature and Ibn Majah as mukharrij al-hadith, and not found the presence of syużūż or ‘illah, so that have the best quality that can enter the category of hadith is hasan li ghairih. Keywords: Isnad Criticism, Hadith, Kitab al-Zuhud Terdapat tiga unsur kaedah kesahihan dalam menentukan keotentikan suatu hadis, yaitu ketersambungan sanad, kredibilitas rawi, serta syużūż (kejanggalan), dan ‘illah (kecacatan). Fokus kajian dalam artikel ini adalah meneliti sanad hadis yang diriwayatkan oleh Ibnu Majah melalui sahabat ‘Abd ar-Rahman (Abu Hurairah) yang terdapat pada Sunan Ibnu Majah, Kitab al-Zuhud, nomor hadis 4102. Yakni dengan dilakukan takhrij hadis dan i’tibar, diteliti kualitas perawi dan ketersambungan sanadnya, dan dilakukuan pengecekan kemungkinan adanya syużūż dan ‘illah. Akhirnya terlihat bahwa seluruh periwayat hadis tersebut bersifat śiqat dan sanadnya muttaşil (tersambung) dari Nabi Muhammad SAW sampai kepada periwayat terakhir Ibnu Majah yang sekaligus sebagai mukharrij al-hadis, dan tidak ditemukan adanya syużūż (kejanggalan) ataupun ‘illah (cacat), sehingga kwalitasnya bisa masuk kategori hadis hasan li ghairih. Kata Kunci: Kritik sanad, Hadis, Kitab al-Zuhud
Kontekstualisasi Hadis Tentang Transplantasi Lailatu Rohmah
Hikmah: Journal of Islamic Studies Vol 14, No 2 (2018): Kontekstualisasi Pemahaman Hadis
Publisher : STAI ALHIKMAH Jakarta

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (287.027 KB) | DOI: 10.47466/hikmah.v14i2.109

Abstract

Organ transplantation as a medical technique is a new improvement and discovery in the world of modern medicine. For example, the first successfully heart Transplantation was carried out in 1967. Until now many organs or tissues can be transplanted, including skin, cornea, bones, blood vessels, kidneys, heart, liver, lungs, and pancreas. While in the review of Islamic law, transplantation is a contemporary issue, and there are no texts in the Qur’an and Hadith that explicitly mentioning transplantation. Because of its increasing widespread of the organ transplants, it is regarded obligatory to study further in the Islamic perspective or Hadith on organ transplants. In this article, the author analyzes the Hadith relating to the transplants, then relates to the social context and various opinions of the scholars about organ transplants. Keywords: Contextualization Hadith, Transplantation Transplantasi organ sebagai teknik pengobatan merupakan kemajuan dan temuan baru dalam dunia kedokteran modern. Misalnya, Transplantasi jantung pertama kali sukses dilakukan tahun 1967. Hingga kini sudah banyak organ atau jaringan yang dapat ditransplantasikan, antara lain kulit, kornea, tulang, pembuluh darah, ginjal, jantung, hati, paru, dan pankreas. Sementara dalam tinjauan hukum Islam transplantasi ini merupakan masalah kontemporer, dan tidak ada nash al- Qur’an dan hadis yang secara eksplisit menyebutkan tentang transplantasi tersebut. Karena semakin maraknya transplantasi organ ini, maka dipandang perlu dikaji lebih jauh dalam perspektif Islam tentang transplantasi organ tersebut. Dalam artikel ini, penulis mengkaji hadis yang berkaitan dengan transplantasi, kemudian dikaitkan dengan konteks sosial serta berbagai pendapat ulama tentang transplantasi organ tubuh. Kata Kunci: Kontekstualisasi, Hadis, Transplantasi
Kajian Ma'anil Hadits Tentang Hukuman Mati Bagi Orang Murtad Asrori Asrori
Hikmah: Journal of Islamic Studies Vol 14, No 2 (2018): Kontekstualisasi Pemahaman Hadis
Publisher : STAI ALHIKMAH Jakarta

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (260.504 KB) | DOI: 10.47466/hikmah.v14i2.111

Abstract

Discourse on the law of apostasy still leaves a debate. The text of the hadith explicitly states the execution of death for those who migrate from Islam, man baddal dīnahu faqtulūh. On the other hand the Qur’an gived a signal that there is no compulsion in Islam lā ikrāha fi al-Dīn. Humans have a prerogative to decide their choice without any intervention of other authorities. The dualism of the understanding of Islamic law resulting from these two contradictory above propositions requires further discussion in order to reveal the law given to apostates. This qualitative study attempts to expose the opinions of ulama on execution of death for apostates as well as attempts to compromise the dualism of understanding of religious texts above. Keywords: apostasy, dualism of Islamic law, Hadith Vol. XIV, No. 2, 2018 ~ 161 Abstrak Diskursus tentang hukum pindah agama (murtad) masih menyisakan perdebatan. Teks hadis secara tegas menyatakan eksekusi mati bagi mereka yang migrasi dari islam, man baddal dīnahu faqtulūh. Disisi lain al-Qur’an memberikan isyarat, bahwa tidak ada paksaan dalam islam lā ikrāha fi al-Dīn. Manusia memiliki hak prerogatif untuk menentukan pilihannya tanpa ada intervensi otoritas lain. Dualisme pemahaman hukum islam yang dihasilkan dari kedua dalil yang nampak kontradiktif diatas perlu adanya pembahasan lebih mendalam guna mengungkap hukum yang diberikan bagi orang murtad. Penelitian kualitatif ini mencoba untuk memaparkan pendapat ulama tentang hukuman mati bagi orang murtad serta usaha untuk mengkomprokikan dualisme pemahaman teks keagamaan di atas. Kata Kunci: Murtad, Dualisme Hukum Islam, Hadis
Menyoal Teks Normatif Seputar Kubur (Kajian Sanad dan Matan Hadis Tentang Ziarah Kubur) Abusiri Abusiri
Hikmah: Journal of Islamic Studies Vol 14, No 2 (2018): Kontekstualisasi Pemahaman Hadis
Publisher : STAI ALHIKMAH Jakarta

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (315.296 KB) | DOI: 10.47466/hikmah.v14i2.113

Abstract

Until recently, the hadith related to the pilgrimage of the grave is not seldom questioned, both regarding the status of the isnad, quality as well as understanding the contextualism meaning of matan. Because of this, so great that can set about understanding the hadith this grave pilgrimage proportionately, namely when the hadith is understood by textual, contextual, universal, temporal, and local. To find out a comprehensive understanding of the hadith about this grave pilgrimage, it must be known in advance the meaning behind the text or the intent behind the prohibition on grave pilgrimage for women, making it a place of worship, and giving it lights or lighting. This can be done by connecting with other similar verses history or see asbāb al-wurūd of al-hadith is first done after the criticism of matan and isnad. From the study in this article, it appears that at first the grave pilgrimage for women, made the grave a place of worship, and gave it lighting (lights) are indeed prohibited with the intention of keeping the aqidah or monotheism of Allah, preventing dependency to people who have died, and avoid shirk by extolling the grave, and avoid many lamented over their fate and a lack of patience for a woman. But after missing it concerns-severely screwing things, ~ HIKMAH, Vol. XIV, No. 2, 2018 everything should be with the intention of adding to the faith. So, the existence of the ban because of maslaḥah and it’s possible too because of maslaḥah. Keywords: Isnad, Matan, Hadith, Grave Abstrak Sampai saat ini, hadis yang berkaitan dengan ziarah kubur tidak jarang dipersoalkan, baik mengenai status sanad, kualitas matan maupun pemahaman makna kontekstualnya. Karena itu, begitu besar urgensinya bisa mendudukkan pemahaman hadis tentang ziarah kubur ini secara proporsional, yakni kapan hadis tersebut dipahami secara tekstual, kontekstual, universal, temporal, maupun lokal. Untuk mengetahui pemahaman secara komprehensif tentang hadis ziarah kubur ini, harus diketahui terlebih dahulu makna dibalik teks atau maksud dibalik larangan ziarah kubur bagi wanita, menjadikannya sebagai tempat ibadah, dan memberinya penerangan. Hal ini bisa dilakukan dengan cara menghubungkan dengan riwayat lain yang semakna atau melihat asbab al-wurud dari hadis tersebut setelah terlebih dahulu dilakukan kritik sanad dan matannya. Dari kajian dalam artikel ini tampak bawa ziarah kubur bagi wanita, menjadikan kubur sebagai tempat ibadah, dan memberinya penerangan (lampu) pada awalnya memang dilarang dengan maksud memelihara aqidah atau ketauhidan Allah SWT, mencegah ketergantungan kepada orang yang telah meninggal, dan menghindari kesyirikan dengan mengagung-agungkan kubur, dan menghindari banyak keluh kesah dan kurangnya kesabaran bagi wanita. Namun setelah kehawatiran-kekhawatiran itu hilang, semuanya menjadi boleh dengan maksud menambah keimanan. Jadi, adanya larangan karena adanya maslahah dan diperbolehkannyapun karena maslahah. Kata Kunci: Sanad, Matan, Hadis, Kubur

Page 1 of 12 | Total Record : 114