cover
Contact Name
-
Contact Email
-
Phone
-
Journal Mail Official
-
Editorial Address
-
Location
Kota adm. jakarta selatan,
Dki jakarta
INDONESIA
Jurnal Hukum Lingkungan Indonesia
ISSN : 2655514X     EISSN : 26559099     DOI : http://doi.org/10.38011/jhli
Core Subject : Social,
Jurnal Hukum Lingkungan Indonesia (JHLI) terbit dengan nomor ISSN baru mulai volume 5 nomor 1. Sebelumnya, “JHLI” terdaftar dengan nomor ISSN: 2355-1350 dengan nama Jurnal Hukum Lingkungan (JHL). Jurnal Hukum Lingkungan Indonesia (JHLI) merupakan salah satu wadah penelitian dan gagasan mengenai hukum dan kebijakan lingkungan, yang diterbitkan oleh Indonesian Center for Environmental Law (ICEL) setiap 6 bulan sekali.
Arjuna Subject : -
Articles 206 Documents
PELUANG PENERAPAN FPIC SEBAGAI INSTRUMEN HUKUM PROGRESIF UNTUK MELINDUNGI HAK MASYARAKAT ADAT DALAM KEGIATAN USAHA MINYAK DAN GAS BUMI Nidasari, Nisa Istiqomah
Jurnal Hukum Lingkungan Indonesia Vol 1, No 2 (2014): Juli
Publisher : Indonesian Center for Environmental Law

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (518.746 KB) | DOI: 10.38011/jhli.v1i2.15

Abstract

AbstrakPengadaan tanah untuk kegiatan industri minyak dan gas bumi merupakan kegiatan strategis yang diprioritaskan negara atas nama ‘kepentingan umum’.  Tidak jarang, pengadaan tersebut merampas hak tenurial masyarakat adat demi menyediakan lahan bagi perusahaan  untuk melakukan eksplorasi dan eksploitasi. Padahal fungsi tanah bagi masyarakat adat tidak hanya sebagai tempat tinggal saja, tetapi juga sebagai tempat peribadatan, sumber mata pencaharian serta bagian dari budaya dan warisan leluhur yang harus dipertahankan dan dilestarikan. Hak masyarakat adat terhadap tanah ulayat juga dilindungi oleh berbagai instrumen hukum nasional dan internasional.Salah satu prosedur yang dapat memberikan perlindungan terhadap hak-hak fundamental masyarakat adat adalah FPIC (Free, Prior and Informed Consent) atau PADIATAPA (Persetujuan Atas Dasar Informasi Awal Tanpa Paksaan). Secara khusus, tulisan ini bertujuan untuk menjawab pokok permasalahan sebagai berikut: Pertama, mengapa FPIC dapat menjadi instrumen hukum progresif untuk melindungi hak-hak masyarakat adat dalam kegiatan usaha migas? Kedua, bagaimana FPIC dapat meningkatkan kepastian hukum bagi investasi di sektor migas? Ketiga, bagaimana strategi untuk menerapkan FPIC dalam kebijakan pengadaan tanah untuk industri migas di Indonesia? AbstractLand clearing for  oil and gas industry is deemed as a strategic activity that is prioritized in the name of ‘Public Interest’. In many cases, such land clearing confiscated the land tenure of indigenous peoples to give space for oil companies conducting exploration and exploitation. This is unacceptable for indigenous peoples because not only they often depend on their customary land for their livelihoods and residence, but also because it has strong cultural and often spiritual significance. The rights of indigenous peoples over their customary land is protected under national and international legal frameworks.One of the procedure that shall gives a protection over the fundamental rights of Indigenous Peoples is FPIC (Free and Prior Informed Consent). In the business perspective, FPIC will increase the legal certainty for invesment as it provides the companies with social license to extract. Specifically, this paper will address the following questions: First, how FPIC could be a progressive legal instrument to protect Indigenous Peoples rights in the activity of oil and gas? Second, how FPIC could increase the legal certainty for investment in oil and gas industry? Third, what are the strategies to apply FPIC in the land clearing policy for oil and gas industry in Indonesia?
ADAPTASI PERUBAHAN IKLIM DAN KETAHANAN PANGAN: TELAAH INISIATIF DAN KEBIJAKAN Perdinan, Perdinan; Atmaja, Tri; Adi, Ryco F; Estiningtyas, Woro
Jurnal Hukum Lingkungan Indonesia Vol 5, No 1 (2018): October
Publisher : Indonesian Center for Environmental Law

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (1067.505 KB) | DOI: 10.38011/jhli.v5i1.75

Abstract

Dalam dua dekade terakhir, berbagai program intensifikasi penggunaan sarana produksi pertanian (misal: bantuan benih, pupuk bersubsidi, pupuk organik, dan perbaikan irigasi) telah berdampak terhadap peningkatan produksi beras nasional. Di balik keberhasilan program tersebut, fluktuasi kondisi iklim memberikan tantangan dalam mempertahankan stabilitas produksi nasional. Kondisi tersebut dapat diperparah dengan adanya potensi dampak negatif perubahan iklim yang berakibat pada penurunan produktivitas ataupun peningkatan serangan hama dan penyakit. Ancaman lainnya adalah peningkatan fenomena iklim ekstrem yang dapat menyebabkan bencana banjir dan kekeringan, sehingga berimplikasi pada gagal panen ataupun gagal tanam. Memperhatikan kondisi tersebut, tulisan ini membahas berbagai inisiatif adaptasi yang dilakukan melalui langkah praktis dan didorong oleh regulasi yang dikeluarkan pemerintah Indonesia. Praktik adaptasi dilakukan melalui insiatif mandiri berdasarkan kearifan lokal maupun bantuan pemerintah. Iniastif pemerintah terkait adaptasi dilakukan melalui Pedoman Umum Langkah-Langkah Adaptasi Perubahan Iklim (Pedum) dan langkah praktis dalam strategi budidaya yang responsif terhadap perubahan iklim.
Conflict of Interest antara Usaha Perlindungan Lingkungan Hidup dengan Kemudahan Berinvestasi dalam Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 2018 Mubarak, Arya Rema
Jurnal Hukum Lingkungan Indonesia Vol 5, No 2 (2019): April
Publisher : Indonesian Center for Environmental Law

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (227.427 KB) | DOI: 10.38011/jhli.v5i2.98

Abstract

Optimalisasi Hukum Laut Nasional untuk Pengembangan Potensi Sumber Daya Perikanan di Indonesia Sihombing, Yosua Hamonangan
Jurnal Hukum Lingkungan Indonesia Vol 3, No 2 (2017): Maret
Publisher : Indonesian Center for Environmental Law

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (389.636 KB) | DOI: 10.38011/jhli.v3i2.43

Abstract

Artikel  ini  akan  menganalisis peran pemerintah dalam perlindungan dan pengelolaan sumber daya perikanan di laut Indonesia. Selanjutnya menganalisis penegakan hukum terhadap sumber daya  perikanan  di  laut  Indonesia.  Adapun  metode  penulisan  yang  digunakan yaitu metode deskriptif analitis dengan menganalisis dan menjelaskan mengenai pelaksanaan  pengaturan  hukum  laut  nasional  Indonesia  dalam  pengembangan potensi sumber daya perikanan. Dari analisis ini menjadi solusi yang diharapkan dapat diterapkan oleh pemerintah maupun instansi lainnya guna pengembangan potensi sumber daya perikanan dalam rangka peningkatan ekonomi nasional.
PERAN HUKUM DI INDONESIA DALAM PENANGGULANGAN DAMPAK PERUBAHAN IKLIM Amelina, Fitri
Jurnal Hukum Lingkungan Indonesia Vol 1, No 1 (2014): Februari
Publisher : Indonesian Center for Environmental Law

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (414.226 KB) | DOI: 10.38011/jhli.v1i1.9

Abstract

AbstrakPerubahan iklim telah menjadi permasalahan global yang memberikan dampak pasti dan tidak terelakan lagi di tingkat regional maupun internasional. Meningginya permukaan air laut, mencairnya es di kutub, sampai kerugian ekonomi di wilayah Pasifik sebagaimana dilansir oleh Asian Development Bank di tahun 2013. Meningkatnya pemanasan global dan produksi gas rumah kaca memberikan ancaman tersendiri untuk pembangunan berkelanjutan. Adanya komitmen warga dunia dalam menjalin kerja sama guna menekan produksi gas rumah kaca dan menanggulangi dampak perubahan iklim dapat dilihat dari beberapa instrumen internasional terkait hal tersebut yang secara bertahap telah dihasilkan dan diemplementasikan. Adanya kerja sama dari negara-negara maju sebagai penyumbang gas emisi terbanyak dengan negara-negara berkembang seharusnya mampu menghasilkan kolaborasi yang cukup baik dalam upaya penanganan dampak perubahan iklim. Indonesia, dalam hal ini sesuai dengan prinsip common but differentiated responsibilities turut serta dalam upaya penanganan perubahan iklim dengan ratifikasi perjanjian internasional, implementasi melalui satuan petugas khusus di bidang perubahan iklim, dan penegakan hukum dalam upaya melestarikan lingkungan. AbstractClimate change has become a global problem and has certain and uninevitable impacts globally or internationally. Sea level rising, ice melting in the pole or even economic damages in Pacific region released by 2013 Asian Development Bank. Increasing of global warming and greenhouse gasses production provide a separate threat to sustainable development. The commitment of the worldwide community to cooperate in order to reduce the production of greenhouse gasses and mitigate the impact of climate change could be seen from several international instruments related to it has gradually produced and implemented. The cooperation of the developed countries as the largest contributor to the emissions and developing countries should be able to produce a pretty good collaboration in efforts to address climate change impacts. Indonesia, in this case in accordance with the principle of common but differentiated responsibilities to participate in efforts to address climate change with the ratification of international treaties, the implementation through a special unit of officers in the field of climate change, and law enforcement in an effort to preserve the environment.
Catatan Akhir Tahun 2017 Indonesian Center for Environmental Law :Kebijakan Pemerintahan Jokowi-JK Tahun 2017: Ambisi Megaproyek, Minim Perlindungan Lingkungan Law (ICEL), Indonesian Center for Environmental
Jurnal Hukum Lingkungan Indonesia Vol 4, No 2 (2018): Februari
Publisher : Indonesian Center for Environmental Law

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (881.215 KB) | DOI: 10.38011/jhli.v4i2.67

Abstract

Catatan akhir tahun ICEL ini akan memberikan pandangan mengenai kinerja Pemerintahan Jokowi-JK selama 2017 dan implikasinya terhadap perlindungan lingkungan hidup dan sumber daya alam. Catatan-catatan ini dibuat berdasarkan advokasi kasus, penelitian dan pendampingan yang dilakukan oleh ICEL bersama dengan jaringan masyarakat sipil maupun pemangku kepentingan lainnya. Catatan akhir tahun ini akan membahas mengenai kebijakan dan penegakan hukum terhadap empat isu pokok dalam perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup serta sumber daya alam, yaitu: (1) kebijakan dan penegakan hukum lingkungan; (2) kehutanan dan lahan; (3) pencemaran lingkungan hidup; dan (4) kelautan dan pesisir.
PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP TERUMBU KARANG DI TAMAN NASIONAL TAKA BONERATE (TNT) Aspan, Zulkifli
Jurnal Hukum Lingkungan Indonesia Vol 2, No 2 (2015): DESEMBER
Publisher : Indonesian Center for Environmental Law

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (366.891 KB) | DOI: 10.38011/jhli.v2i2.26

Abstract

AbstrakTaman Nasional Taka Bonerate (TNT) adalah taman laut dengan kawasan atol terbesar ketiga di dunia setelah Kwajifein di Kepulauan Marshall dan Suvadiva di Kepulauan Maladewa. Luas total dari atol ini 220.000 hektare dengan sebaran terumbu karang mencapai 500 km². Terdapat sekitar 295 jenis ikan karang dan berbagai jenis ikan bernilai ekonomis tinggi seperti Kerapu (Epinephelus spp.), Ikan Naopoleon (Cheilinus undulatus), dan Baronang (Siganus sp). Sebanyak 244 jenis moluska di antaranya Lola (Trochus niloticus), Kerang Kepala Kambing (Cassis cornuta), Triton (Charonia tritonis), Batulaga (Turbo spp.). Penelitian ini bertujuan memberikan perlindungan hukum terhadap ekosistem terumbu karang di TNT. Metode peneltian bersifat normatif-kuantitatif. Penelitian ini menunjukan bahwa status sebagai Taman Nasional belum memberikan perlindungan hukum yang kuat terhadap Taka Bonerate. Diperlukan payung hukum yang lebih konkrit untuk melindungi ekosistem terumbu karangnya. AbstractTaka Bonerate National Park is a marine park with the region’s third largest atoll in the world after Kwajifein Suvadiva in the Marshall Islands and the Maldives Islands. The total area of the atoll is 220,000 hectares with coral reefs spreading up to 500 km². There are about 295 species of reef fish and various types of high-value fish such as grouper (Epinephelus spp.), Napoleon fish (Cheilinus undulatus), and Baronang (Siganus sp). A total of 244 species of molluscs in between Lola (Trochus niloticus), Shells Goats Head (Cassis cornuta), Triton (Charonia tritonis), Batulaga (Turbo spp.). This study aims at providing legal protection for biodiversity in the National Park Takabonerate. Other research methods are normativequantitative. This study shows that the status as a national park not provide strong legal protection against Takabonerate. Required more concrete legal basis for protecting biodiversity. 
Kontribusi Industri Tekstil dalam Penggunaan Bahan Berbahaya dan Beracun Terhadap Rusaknya Sungai Citarum Putra, Desriko Malayu
Jurnal Hukum Lingkungan Indonesia Vol 3, No 1 (2016): JULI
Publisher : Indonesian Center for Environmental Law

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (212.162 KB) | DOI: 10.38011/jhli.v3i1.37

Abstract

Indonesia merupakan Negara yang masuk dalam jajaran 10 besar pengeksporpakaian terbesar dunia dan pada tahun 2011 Indonesia merupakan negarapengekspor terbesar ke-11 di dunia. Indonesia adalah negara dengan ekonomiyang paling besar di Asia Tenggara, dan sektor tekstil menyumbang 8,9 persentotal ekspor Indonesia pada 2010. Tulisan ini akan melihat bagaimana kontribusisektor industri tekstil terhadap rusaknya Sungai Citarum. Metodologi penulisanini munggunakan pendekatan yuridis normatif yang diperkuat oleh kasus kegiatanindustri yang letaknya bersebelahan dengan Sungai Citarum. Sungai Citarummemiliki reputasi buruk sebagai sungai terkotor di dunia. Masalah kasat mataberupa sampah dan limbah domestik memang terlihat parah. Tetapi limbah daribahan berbahaya dan beracun yang digunakan dalam industri tekstil merupakansumber besar dari pencemaran dengan konsekuensi jangka panjang yang lebihserius, terutama di bagian hulu Sungai Citarum di mana terdapat 68 persen pabriktekstil.
UNDANG-UNDANG NO. 32 TAHUN 2014 TENTANG KELAUTAN “PENEGAKAN HUKUM DI LAUT: PELUANG DAN TANTANGAN” Quina, Margaretha; Subagiyo, Henri
Jurnal Hukum Lingkungan Indonesia Vol 2, No 1 (2015): MEI
Publisher : Indonesian Center for Environmental Law

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (271.453 KB) | DOI: 10.38011/jhli.v2i1.174

Abstract

Konteks Politik Hukum di Balik Percepatan Penetapan Hutan Adat: Catatan Ke Arah Transisi 2019 Wicaksono, Muki T; Malik, Malik
Jurnal Hukum Lingkungan Indonesia Vol 4, No 2 (2018): Februari
Publisher : Indonesian Center for Environmental Law

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (256.225 KB) | DOI: 10.38011/jhli.v4i2.60

Abstract

Pasca Putusan Mahkamah Konstitusi No.35/PUU-X/2012, tahapan baru bagi masyarakat adat sebagai subjek pengelola hutan adat berdampak positif terhadap transformasi pengelolaan kawasan hutan dan sumber daya alam di Indonesia. Konteks politik-hukum menjadi hal yang penting untuk dipahami secara historis dan kontekstual dalam melihat beragam strategi yang dilakukan oleh NGO dalam mendorong pengakuan bagi masyarakat adat di dalam kawasan hutan. Tulisan ini muncul dari hasil observasi penulis selama kurun waktu 2015-2017 atas arah advokasi NGO pegiat masyarakat adat di Indonesia dalam proses regularisasi tentang hutan adat. Berfokus pada proses regularisasi sebagai proses sosial, tulisan ini menelaah dinamika Pasca keluarnya Putusan MK 35 yang mengoreksi UU No.41/1999 tentang kehutanan, yang kini memposisikan ‘hutan adat adalah berada terpisah dari hutan negara’. Dengan memahami proses terbentuknya aturan sebagai sebuah proses sosial, tulisan ini melihat sebuah produk hukum sebagai dokumen yang hidup dan menghasilkan perubahan sosial dalam menempatkan masyarakat adat sebagai subjek pengelola kawasan hutan. Berfokus pada 215 produk hukum daerah tentang masyarakat adat selama kurun waktu 1979-2017, dan proses penetapan hutan adat oleh Negara, tulisan ini menyimpulkan bahwa pentingnya mendorong proses regularisasi dalam bentuk diskresi yang efektif untuk mengisi kekosongan hukum pada upaya percepatan penetapan hutan adat di Indonesia. Upaya tersebut telah dilakukan oleh NGO pegiat masyarakat adat dengan melakukan sejumlah advokasi untuk mendorong kebijakan di tingkat daerah, kementerian, hingga peraturan perundang-undangan di tingkat nasional. Pada akhir bagian, tulisan ini memperlihatkan salah satu inisiatif NGO dalam mewacanakan konsep Areal Konservasi Kelola Masyarakat (AKKM atau ICCAs) sebagai salah satu strategi untuk melibatkan masyarakat adat dalam pengelolaan kawasan konservasi dengan cara yang berkelanjutan. Selain itu, momentum tahun politik pilkada serentak di tahun 2018, dan Pilpres di tahun 2019, menjadi peluang sekaligus tantangan untuk mendorong masyarakat adat sebagai subjek aktif pengelola kawasan hutan

Page 4 of 21 | Total Record : 206