cover
Contact Name
-
Contact Email
-
Phone
-
Journal Mail Official
-
Editorial Address
-
Location
Kota surabaya,
Jawa timur
INDONESIA
AL-HUKAMA´
ISSN : 20897480     EISSN : -     DOI : -
Core Subject : Social,
Al-Hukama': Jurnal Hukum Keluarga Islam di Indonesia diterbitkan oleh Prodi Hukum Keluarga Islam (ahwal As-Syakhsiyyah) Fakultas Syari’ah dan Hukum UIN Sunan Ampel Surabaya. Jurnal ini memuat tentang kajian yang berkaitan dengan seluruh aspek Hukum Keluarga Islam di Indonesia. Jurnal ini terbit dua kali setahun: bulan Juni dan Desember. p-ISSN: 2089-7480 , e-ISSN: 2548-8147
Arjuna Subject : -
Articles 343 Documents
PENETAPAN AHLI WARIS PENERIMA SANTUNAN JASA RAHARJA DALAM PP NO. 18 TAHUN 1965 Ulya, Zakiyatul
The Indonesian Journal of Islamic Family Law Vol 6 No 2 (2016): Desember 2016
Publisher : Program Studi Hukum Keluarga Islam Fakultas Syariah dan Hukum

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (420.159 KB)

Abstract

Abstract: This bibliographical research aims to answer the questions of how the determination of the heirs as receivers of Jasa Raharja compensation stated in PP (Peraturan Pemerintah/Government Regulation) No. 18 Year 1965 and how the Islamic law perspective against the determination of the heirs as receivers of Jasa Raharja compensation. The data that obtained by documentation technique are further analyzed by descriptive method and deductive mindset. The research concludes that according to PP No. 18 Year 1965, the heirs are children, widow/widower, and/or the parents of the victim died of road traffic accident with the rule of the receipt and payment of compensation starting from the legitimate widow/widower, legal children, and legal parents. Thus, it can be said that the determination of the heirs within such regulation does not fully implement the provision of the Islamic inheritance system since it only provides Jasa Raharja compensation as a part of estate to the heirs who cannot be stunted (mahjub hirman), such as widow/widower, children, and parents.  However, if it is viewed from the origin compensation of Jasa Raharja that is not coming from the victim but gathered from the owners of the transport equipment, it can be quite fair when the compensation is only given to the nearest heirs.Abstrak: Tulisan ini merupakan hasil penelitian pustaka (library research) yang bertujuan untuk menjawab pertanyaan tentang bagaimana penetapan ahli waris penerima santunan Jasa Raharja dalam PP No. 18 Tahun 1965 dan bagaimana analisis Hukum Islam terhadap penetapan ahli waris penerima santunan Jasa Raharja tersebut. Data penelitian dihimpun dengan menggunakan teknik dokumentasi yang selanjutnya dianalisis menggunakan metode deskriptif analisis dengan pola pikir deduktif. Hasil penelitian menyimpulkan bahwa menurut PP No. 18 Tahun 1965, ahli waris hanyalah anak-anak, janda/ duda, dan/ atau orang tua dari korban mati kecelakaan lalu lintas jalan dengan aturan penerimaan pembayaran santunan dimulai dari jandanya/ dudanya yang sah, kemudian anak-anaknya yang sah dan diakhiri orang tuanya yang sah. Dengan demikian, dapat dikatakan bahwa penetapan ahli waris dalam peraturan tersebut tidak sepenuhnya menerapkan ketentuan hukum kewarisan Islam karena hanya memberikan santunan Jasa Raharja yang merupakan bagian harta waris kepada golongan ahli waris yang tidak bisa ter-hijab hirman, yaitu janda/ duda, anak-anak serta orang tua. Meskipun begitu, jika dilihat dari asal santunan Jasa Raharja yang bukan dari korban, namun terhimpun dari para pemilik/ pengusaha alat angkutan lalu lintas jalan, maka dapat dikatakan cukup adil jika santunan tersebut hanya diberikan kepada ahli waris sedarah yang terdekat saja.Kata Kunci: ahli waris, santunan Jasa Raharja, PP No. 18 Tahun 1965
PROBLEMATIKA BAYI TABUNG DAN ALTERNATIF PENYELESAIANNYA Suwito, . Suwito
The Indonesian Journal of Islamic Family Law Vol 1 No 2 (2011): Desember 2011
Publisher : Program Studi Hukum Keluarga Islam Fakultas Syariah dan Hukum

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (557.034 KB)

Abstract

Akibat dari adanya perkembangan teknologi kedokteran di bidang rekayasa genetika, bisa menjadikan harapan baru bagi pasangan suami isteri yang telah lama menikah tetapi belum juga dikaruniai keturunan. Dengan mengikuti program bayi tabung telah banyak pasangan suami isteri yang mengharapkan memiliki anak yang dilahirkan dari rahim sang isteri sendiri telah berhasil, namun di samping itu juga tidak sedikit pasangan suami isteri peserta program bayi tabung yang gagal memenuhi harapan mereka. Tingkat keberhasilan program bayi tabung ini masih sangat kecil yaitu sekitar 10 % saja, padahal biayanya masih sangat mahal. Hal ini berarti tingkat kegagalannya jauh lebih besar dari pada tingkat keberhasilannya yaitu 90 %. Mendasarkan pada tingkat keberhasilan yang sangat kecil itu, maka dalam memproses bayi tabung itu, untuk menghindari kegagalan, dokter mengambil ovum dari sang isteri tidak hanya satu saja melainkan lebih dari satu, bahkan sampai 20.  Ovum yang berhasil diambil tersebut semuanya dikonsepsikan, dalam tabung, dengan sperma sang suami untuk menghindari kegagalan. Dari usaha ini dimungkinkan terjadinya konsepsi antara sperma suami dengan ovum sang isteri lebih dari satu. Apabila yang berhasil terjadi konsepsi cukup banyak dokter tidak mungkin mentransplantasikan semua embrio tersebut ke dalam rahim isteri. Dengan mempertimbangkan kemampuan isteri mengandung janin, biasanya dokter hanya mentransplantasikan embrio antara 2 -4 saja. Kalau itu yang terjadi berarti masih banyak sisa ovum yang telah dibuahi tetapi tidak sempat ditransplantasikan ke dalam rahim isteri. Masalahnya adalah diapakankah sisa embrio tersebut? Dalam hal ini ada tiga alternatif tindakan yang bisa dilakukan, yaitu pertama dimusnahkan, kedua ditransplantasikan ke dalam rahim wanita lain, dan ketiga dibekukan untuk waktu tertentu. Dari ketiga alternative tersebut, penenulis cenderung memilih alternatif kedua yaitu ditransplantasikan ke dalam rahim wanita lain yang bersedia menampungnya. 
STUDI HUKUM PERKAWINAN ISLAM DI INDONESIA PERSPEKTIF GENDER Musyafa’ah, Nur Lailatul
The Indonesian Journal of Islamic Family Law Vol 4 No 2 (2014): Desember 2014
Publisher : Program Studi Hukum Keluarga Islam Fakultas Syariah dan Hukum

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (408.565 KB)

Abstract

Abstract: This article discusses Islamic family law from the perspective gender studies. The study of Islamic family law is a compulsory study for all students in the Faculty of Islamic Law and Legal Studies. The study, though, only referred to classical Islamic jurisprudence as reflected in Islamic law school (Maddhab). In addition, it uses the positive law of marriage in Indonesia, namely Law No. 1/1974 on Marriage and Presidential Degree No. 1/1990 on Kompilasi Hukum Islam. With the development of renewal in Islamic family law in contemporary state, Islamic family law should be studied through various approaches, including gender analysis. This is important because many modern muslim scholars formulate the renewal of Islamic family law to achieving gender equality in marriage. They do so by reinterpreting Quranic texts and prophet traditions. If the study of Islamic family law is conducted from, among other things, gender analysis, students will be able to think critically and flexible in discussing contemporary issues of Islamic family law. Abstrak: Tulisan ini mengkaji studi hukum perkawinan Islam dengan pendekatan gender. Hukum perkawinan Islam sebagai mata kuliah wajib yang diajarkan di Fakultas Syariah, masih cenderung merujuk kepada pendapat mazdhab klasik, UU Perkawinan Nomor 1 Tahun 1974, dan Kompilasi Hukum Islam. Dengan perkembangan zaman dan adanya pembaruan pemikiran hukum Islam, perlu dikaji lebih mendalam materi Hukum Perkawinan Islam dengan berbagai pendekatan, salah satunya dengan pendekatan gender. Hal tersebut penting dilakukan, karena telah banyak pemikir modern muslim yang merumuskan adanya pembaruan dalam Hukum Perkawinan Islam demi tercapainya kesetaraan gender dalam perkawinan yang sesuai dengan perkembangan zaman, diantaranya dengan reinterpretasi teks al-Qur’an dan Hadis Hukum Perkawinan. Diharapkan dengan pembelajaran Hukum Perkawinan Islam dengan pendekatan gender, mahasiswa dapat berfikir kritis dan tidak kaku dalam berijtihad tentang masalah Kontemporer  Hukum Perkawinan Islam.Kata Kunci:Abstract: This article discusses Islamic family law from the perspective gender studies. The study of Islamic family law is a compulsory study for all students in the Faculty of Islamic Law and Legal Studies. The study, though, only referred to classical Islamic jurisprudence as reflected in Islamic law school (Maddhab). In addition, it uses the positive law of marriage in Indonesia, namely Law No. 1/1974 on Marriage and Presidential Degree No. 1/1990 on Kompilasi Hukum Islam. With the development of renewal in Islamic family law in contemporary state, Islamic family law should be studied through various approaches, including gender analysis. This is important because many modern muslim scholars formulate the renewal of Islamic family law to achieving gender equality in marriage. They do so by reinterpreting Quranic texts and prophet traditions. If the study of Islamic family law is conducted from, among other things, gender analysis, students will be able to think critically and flexible in discussing contemporary issues of Islamic family law. Abstrak: Tulisan ini mengkaji studi hukum perkawinan Islam dengan pendekatan gender. Hukum perkawinan Islam sebagai mata kuliah wajib yang diajarkan di Fakultas Syariah, masih cenderung merujuk kepada pendapat mazdhab klasik, UU Perkawinan Nomor 1 Tahun 1974, dan Kompilasi Hukum Islam. Dengan perkembangan zaman dan adanya pembaruan pemikiran hukum Islam, perlu dikaji lebih mendalam materi Hukum Perkawinan Islam dengan berbagai pendekatan, salah satunya dengan pendekatan gender. Hal tersebut penting dilakukan, karena telah banyak pemikir modern muslim yang merumuskan adanya pembaruan dalam Hukum Perkawinan Islam demi tercapainya kesetaraan gender dalam perkawinan yang sesuai dengan perkembangan zaman, diantaranya dengan reinterpretasi teks al-Qur’an dan Hadis Hukum Perkawinan. Diharapkan dengan pembelajaran Hukum Perkawinan Islam dengan pendekatan gender, mahasiswa dapat berfikir kritis dan tidak kaku dalam berijtihad tentang masalah Kontemporer  Hukum Perkawinan Islam.
TRADISI PRA PERKAWINAN SUKU USING DI ‎DESA KEMIREN KECAMATAN GLAGAH ‎KABUPATEN BANYUWANGI Nadzifah, Nadzifah
The Indonesian Journal of Islamic Family Law Vol 6 No 1 (2016): Juni 2016
Publisher : Program Studi Hukum Keluarga Islam Fakultas Syariah dan Hukum

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (429.217 KB)

Abstract

This is a field research to answer questions about how the provision of pre-marital tradition performed by Using tribe in Kemiren village and how Islamic legal analysis of the provision of the pre-marital tradition. Data are collected through documentation and interview. The collected data are then analyzed by using qualitative-descriptive method and inductive mindset. The pre-marital tradition that has been conducted by Using tribe is still practiced until today. This tradition consists of three types to propose the girl in accordance with their respective tradition. First, colongan (stealing) is done by carrying the girl out to the residence of the elderly of man. Second, ngeleboni (entering) begins with how a man live at the girl’s home. And third, angkat-angkatan (carrying out) is done based on the mutual agreement between the parents of a boy and a girl. Some of the pre-marriage traditions are not in accordance with Islamic law and should be abandoned.Tulisan ini merupakan hasil dari sebuah penelitian lapangan (field research) yang bermaksud untuk menjawab pertanyaan tentang bagaimana ketentuan tradisi pra perkawinan yang dilakukan oleh suku Using yang berada di Desa Kemiren dan bagaimana analisis hukum Islam terhadap ketentuan tradisi pra perkawinan tersebut. Pengumpulan data dalam penelitian ini dilakukan dengan menggunakan teknik dokumenter dan wawancara yang kemudian dianalisis menggunakan metode analisis deskriptif kualitatif dengan pola pikir induktif. Tradisi pra perkawinan telah dilakukan oleh masyarakat suku Using secara turun temurun dan masih dipraktekkan hingga sekarang. Tradisi ini terdiri dari tiga jenis tradisi peminangan dengan ketentuan-ketentuan yang berbeda pada masing-masing tradisinya. Colongan dilakukan dengan membawa seorang gadis ke kediaman orang tua lelaki yang mencolongnya, ngeleboni diawali dengan cara seorang lelaki ngeleboni (tinggal) di rumah gadis, sedangkan angkat-angkatan dilakukan berdasarkan kesepakatan antara orang tua seorang lelaki dan orang tua seorang gadis. Beberapa ketentuan tradisi pra perkawinan suku Using tidak sesuai dengan hukum Islam sehingga harus ditinggalkan, misalnya colongan dan ngeleboni boleh dilakukan dengan gadis yang telah terikat pertunangan dengan lelaki lain dan akibatnya peminangan pertama menjadi putus. Meskipun begitu, pelaksanaan perkawinan yang mereka lakukan setelah tradisi pra perkawinan tersebut tetap sah karena tetap mengikuti hukum Islam.Kata Kunci: Tradisi Pra Perkawinan, Suku Using
KEBENARAN DALAM ILMU FIQH Malik, Arif Jamaluddin
The Indonesian Journal of Islamic Family Law Vol 2 No 2 (2012): Desember 2012
Publisher : Program Studi Hukum Keluarga Islam Fakultas Syariah dan Hukum

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (476.288 KB)

Abstract

Kebenaran selalu menjadi obyek nilai yang paling tinggi dalam setiap cabang ilmu pengetahuan, tidak terkecuali dalam ilmu fiqh. Sebagai sebuah pengetahuan tentang hokum Islam, fiqh tidak dapat dilepaskan dengan nilai kebenaran yang dicapai, terlebih persoalan fiqh bukan sekadar dialektika ilmu semata, tetapi ketentuan fiqh yang dihasilkan akan menjadi dasar pelaksanaan amaliah bagi seorang muslim. Sebagai sebuah ilmu, tentu fiqh memiliki sifat terbuka bagi siapa saja yang berusaha untuk mengkaji maupun menghasilkan ketentuan fiqh yang baru dengan tetap berpedoman pada al-Qur’an dan al-Sunnah. Akan tetapi pada sisi yang lain, memunculkan persoalan atas nilai kebenaran yang dihasilkan apakah bersifat mutlak atau relative? Pemahaman terhadap kebenaran dalam ilmu fiqh menjadi penting karena berdampak pada sikap yang membentuk kepribadian seorang muslim terutama dalam pelaksananaan hokum Islam di tengah masyarakat. Fanatisme madhab merupakan salah satu di antara dampak (negative) pemahaman yang menganggap bahwa kebenaran dalam ilmu fiqh bersifat mutlak sehingga membuat seseorang menjadi tidak toleran dengan orang lain yang berbeda madhab.
UPACARA PANGGIH TEMANTEN PERSPEKTIF ‘URF Albanna, Hasan
The Indonesian Journal of Islamic Family Law Vol 4 No 1 (2014): Juni 2014
Publisher : Program Studi Hukum Keluarga Islam Fakultas Syariah dan Hukum

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar

Abstract

Abstract: In Javanese wedding, the ritual of Panggih Temanten (the meeting of bride and groom) is the culmination of a wedding ceremony. This ritual unite the bride and groom for the first time in a marriage knot. Usually, the ceremony is conducted in the bride’s residence right after the ijab-qabul ceremony between the guardian of the bride and the groom. In Javanese tradition, there are several items to prepare for this Panggih Temanten Ceremony. There are gantal, golden bowl, kacar-kucur, chicken eggs and sindur cloth. Before the Panggih ceremony, pre-ceremony is conducted which include the groom offering Sanggan and coconut fruit to the parents of the bride as a symbol of redeeming the bride, changing the Kembar Mayang (coconut flower), throwing gantal as a symbol of love between the two, stepping on chicken eggs by the groom as a symbol of the readiness of the groom to become husband, and washing with water full of flower and sindur ceremony which symbolizes the unity between bride and groom. In Islamic perpectice, the Pangih Temanten ceremony is part of úrf (tradition), which can be valid or void. The Panggih Temanten can be considered as valid tradition because of its resemblance with the concept of walīmah in islam. Abstrak: Upacara Panggih temanten merupakan puncak upacara dari serangkain acara perkawinan. Upacara temu atau panggih temanten yaitu suatu upacara saat bertemunya pengantin putra dengan pengantin putri. Upacara ini diselenggarakan  di keluarga perempuan sesaat setelah upacara ijab Kabul selesai. Beberapa hal yang harus dipersiapkan sebelum acara ini dilaksanakan adalah: gantal, bokor mas, kacar-kucur, telur ayam, kain sindur. Sebelum upacara panggih, ada beberapa rentetan upacara yang dilakukan, yaitu: 1. Menyerahkan Sanggan dan Cikal kepada ibu dan ayah mempelai wanita, serta menukar Kembar Mayang. 2. Bucalan Gantal. 3. Ngindak tigan lan wijik sekar setaman. 4. Pasang Garu. 5. Menerobos benang Lawe. 6. Upacara Sinduran. 7. Pangkon Timbang. 8. Kacar-Kucur. 9. Dhahar Kembul. 10. Sungkeman. 11. Resepsi Perkawinan. Dalam perpektif hukum Islam, upacara panggih temanten merupakan bagian dari ‘urf. Tradisi tersebut bisa dikategorikan dengan ‘urf sahīh jika dilaksanakan dengan mengikuti ketentuan syariat Islam, dan menjadi ‘urf fāsid jika tidak sesuai dengan ketentuan syariat Islam. Di antara upacara panggih temanten yang termasuk ‘urf sahīh adalah upacara sumgkeman dan resepsi pernikahan yang sesuai dengan konsep walīmah dalam Islam.
KEPUTUSAN MUKTAMAR NAHDLATUL ULAMA TAHUN 1989 TENTANG VASEKTOMI PERSPEKTIF METODE INSTINBAT HUKUM ISLAM Mubarok, Zaky
The Indonesian Journal of Islamic Family Law Vol 5 No 2 (2015): Desember 2015
Publisher : Program Studi Hukum Keluarga Islam Fakultas Syariah dan Hukum

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar

Abstract

Abstract: This study focuses to answer two main problems. First, how is the decision of NU’s (the renaissance of the Muslim scholars) congress in 1989 about vasectomy? Second, how is the methodological analysis of the legal reasoning against the decision of NU’s congress in 1989 about vasectomy? This is a qualitative-bibliographical research on the decision of NU’s congress in 1989. Then, the source is compiled with descriptive analysis. In this case, the author understands a legal adjustment of vasectomy case from the sociological and medical development today according to the decision of the Nahdlatul Ulama’s Conference in 1989. First we need to understand the decision of the Nahdlatul Ulama’s Conference which states that regulating the scarcity of the number of mortality through any means can not be allowed if it reaches a limit to switch off the absolute thoroughbred function. Therefore, sterilization might be allowed is the one which can be restored the ability to reproduce and not to damage or remove parts of the functioning body. The second is the distinction of  medicines that prevent permanently and those that prevent temporarily. If the medicine can prevent pregnancy permanently, it is absolutely forbidden. In making decision, NU tends to use the qauly method. It is taking textually from the book to determine the validity of vasectomy.Abstrak: Penelitian ini bertujuan untuk menjawab permasalahan Rumusan masalah yang akan dijawab dalam penelitian ini adalah: 1) Bagaimana keputusan hasil muktamar Nahdlatul Ulama tahun 1989 tentang vasektomi? 2) Bagaimana analisis metode instinbat hukum terhadap keputusan muktamar Nahdlatul Ulama 1989 tentang vasektomi? Penelitian ini merupakan penelitian kualitatif dengan teknik analisis berupa kajian kepustakaan (library research) dari sumber buku yaitu hasil keputusan Muktamar Nahdatul Ulama tahun 1989. Kemudian sumber tersebut disusun dengan deskriptis analisis untuk menemukan hasil sebuah analisis baru dari penjelasan sumber yang ada. Dalam kasus ini penulis memahami adanya penyesuaian hukum tentang kasus vasektomi dari sisi sosiologis dan perkembangan medis  di zaman sekarang menurut keputusan Muktamar Nahdlatul Ulama pada tahun 1989. Pertama perlu kita pahami mengenai keputusan Muktamar Nahdlatul Ulama yang menyatakan bahwa mengatur kelangkaan jumlah kelahiran melalui cara apapun tidak dapat diperkenankan jika mencapai batas mematikan fungsi berketurunan secara mutlak. Karenanya, sterilisasi yang dapat diperkenankan hanyalah yang bersifat dapat dipulihkan kembali kemampuan berketurunan dan tidak sampai merusak atau menghilangkan bagian tubuh yang berfungsi. Kedua pembedaan obat seperti obat yang mencegah secara total dan obat yang mencegah sementara waktu, haram apabila obat yang mencegah secara total tidak akan kembali hamil, mubah hukumnya sama dengan ‘azl (apabila mengeluarkan sperma diluar vagina). Dalam pengambilan keputusan tersebut, Nahdlatul Ulama menggunakan metode qauly yakni mengambil hukum secara langsung dari kitab, untuk menentukan keabsahan tindakan vasektomi.
JUDGE MADE LAW : FUNGSI DAN PERANAN HAKIM DALAM PENEGAKAN HUKUM DI INDONESIA Rosyadi, Moh. Imron
The Indonesian Journal of Islamic Family Law Vol 3 No 1 (2013): Juni 2013
Publisher : Program Studi Hukum Keluarga Islam Fakultas Syariah dan Hukum

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (409.502 KB)

Abstract

Abstrak: Salah satu fungsi dari hukum ialah sebagai alat untuk melindungi kepentingan manusia. Adapun upaya yang harus dilakukan untuk melindungi kepentingan manusia adalah penegakan hukum. Ada tiga unsur yang selalu harus diperhatikan dalam penegakan hukum (untuk mewujudkan fungsi dan tujuan hukum) yaitu : kepastian hukum (rechtssicherheit), kemanfaatan (zweckmassigkeit) dan keadilan (gerechtgkeit). Hukum yang hanya dipahami sebagai seperangkat pasal-pasal (peraturan hukum), suatu saat akan mengalami stagnasi karena keadaan (obyek hukum) yang terus berubah dan berkembang. Sedangkan kita sadar bahwa peraturan perundang-undangan, tidak mungkin dapat mengatur segala kegiatan kehidupan manusia secara tuntas. Ada kalanya peraturan perundang-undangan tersebut belum mengatur tentang peristiwa (kasus) yang sedang terjadi atau ketentuan tentang peristiwa (kasus) tersebut sudah ada, akan tetapi tidak jelas sehingga membutuhkan penafsiran oleh hakim. Hakim tidak boleh menangguhkan atau menolak menjatuhkan putusan atas sebuah kasus pelanggaran yang terjadi, dengan alasan karena peraturan hukumnya belum ada atau tidak jelas. Hasil penemuan hukum oleh hakim, merupakan produk hukum yang mempunyai kekuatan mengikat dan menjadi sumber hukum. Keputusan hakim itulah, kemudian disebut dengan yurisprudensi, case law atau Judge Made Law. berdasarkan premis-premis diatas, tulisan ini bertujuan untuk mengetahui kedudukan Judge Made Law dalam sistem hukum di Indonesia, peranan hakim dalam pembentukan hukum (landasan pemikiran serta urgensinya) dan sebab-sebab hakim mengikuti keputusan hakim lain dan dalam situasi apa, seorang hakim tidak harus mengikuti keputusan hakim yang terdahulu dengan memaparkan teori-teori atau pendapat para ahli serta relevansinya dengan perkembangan persoalan hukum yang muncul dimasyarakat. Kata kunci: Hukum, Hakim dan Undang-Undang
PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP HAK-HAK ISTRI DALAM PERKARA POLIGINI Aisyah, Siti
The Indonesian Journal of Islamic Family Law Vol 5 No 1 (2015): Juni 2015
Publisher : Program Studi Hukum Keluarga Islam Fakultas Syariah dan Hukum

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar

Abstract

MENUJU KAJIAN SEJARAH LEMBAGA PERADILAN SHARĪ‘AH DI KAWASAN ASIA TENGGARA (Sebuah Kajian Metodologi Sejarah Perbandingan Kawasan) Adiwidjajanto, . Koes
The Indonesian Journal of Islamic Family Law Vol 2 No 1 (2012): Juni 2012
Publisher : Program Studi Hukum Keluarga Islam Fakultas Syariah dan Hukum

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (739.594 KB)

Abstract

This article is overall not the historical approach to the intriguing discussion on Islamic Jurisprudence—but it is real historical data which reconstruct how islamic laws was considered as applicable laws in the history of Southeast Asia region. In fact, it comprises a part of significant topics from interesting subjects that shapes the region. Historians come to agreement that Islam, as one of major living religion in the world, became substantial identity in Indonesian Archipelago, Malay ethnics in Peninsular and Chams community in southern Indochina coastal region, even as a ground for separateness in southern Philippines minority and Pattani region. This writing focuses on history how Sharī‘ah as applicable law to the local inhabitants, and its substantial role alongside ‘Adat laws’ (customs) amongst Muslims Malay and Indonesia. Western penetration, which begun from last sixteenth century, did also contribute in regulation that develop a priest court, ‘a Muhammadan Law court,’ and was adopted later by its independent successor as sharī‘ah court. Hopefully this article becomes preliminary study on comperative history of Southeast Asia region in selected topics, for example, on subject of the development and reorganization Muhammadan law court.

Page 5 of 35 | Total Record : 343