cover
Contact Name
-
Contact Email
-
Phone
-
Journal Mail Official
-
Editorial Address
-
Location
Kota bogor,
Jawa barat
INDONESIA
JURNAL ILMIAH GEOMATIKA
ISSN : 08542759     EISSN : 25022180     DOI : -
Core Subject : Science, Education,
Geomatika (can be called Jurnal Ilmiah Geomatika-JIG) is a peer-reviewed journal published by Geospatial Information Agency (Badan Informasi Geospasial-BIG). All papers are peer-reviewed by at least two experts before accepted for publication. Geomatika will publish in two times issues: Mei and November.
Arjuna Subject : -
Articles 202 Documents
PENAKSIRAN INFORMASI GEOSPASIAL, ASPEK DATUM GEODESI DALAM PENETAPAN DAN PENEGASAN BATAS DAERAH PADA ERA OTONOMI DAERAH DI INDONESIA Sumaryo, Sumaryo; Sutisna, Sobar; Subaryono, Subaryono; Djurdjani, Djurdjani
GEOMATIKA Vol 20, No 1 (2014)
Publisher : Badan Informasi Geospasial in Partnership with MAPIN

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.24895/JIG.2014.20-1.38

Abstract

Penetapan batas daerah meliputi pemilihan garis batas serta pendefinisian letak titik dan garis batas di atas peta. Hasil penetapan dituangkan pada peta cakupan wilayah dan batas-batasnya yang dilampirkan dalam Undang-Undang tentang Pembentukan Daerah. Selanjutnya, peta lampiran undang-undang tersebut digunakan sebagai dasar dan pedoman untuk penegasan batas daerah di lapangan yang dilakukan dengan metode geodesi. Secara ilmu geodesi, penentuan posisi selalu merujuk kepada sistem koordinat dan datum geodesi yang digunakan. Jadi pendefinisian posisi garis batas, harus memiliki kejelasan datum geodetiknya. Penelitian eksploratif telah dilakukan untuk mengetahui penggunaan informasi geospasial khususnya datum geodetik dan sistem koordinat dalam penetapan dan penegasan batas daerah di Indonesia. Hasil penelitian menunjukkan bahwa pada periode tahun 1999 sampai dengan tahun 2007 yang mengacu kepada regulasi PP No. 129 tahun 2000, peta lampiran Undang-Undang pembentukan daerah otonom seluruhnya tidak menggunakan informasi geospasial yang benar menurut kaidah-kaidah Geodesi. Akibatnya 115 peta lampiran Undang-Undang pembentukan daerah pada periode 1999 sampai dengan 2007 tidak memiliki kejelasan datum dan sistem koordinat geodesi, sehingga penegasan batas daerah tidak dapat dilakukan dengan mudah. Permendagri No.1 tahun 2006 tentang pedoman penegasan batas daerah seharusnya tidak diawali dengan penelitian dokumen karena dapat ditafsirkan terjadi penetapan ulang atau re-delimitasi batas wilayah. Pada periode setelah tahun 2007 setelah PP No. 129 tahun 2000 diganti dengan PP No. 78 tahun 2007 ditegaskan bahwa peta Rupa Bumi Indonesia harus digunakan sebagai dasar pembuatan peta lampiran undang-undang pembentukan daerah. Digunakannya peta Rupa Bumi Indonesia sebagai dasar pembuatan peta lampiran Undang-Undang, maka datum geodetik dan sistem koordinat peta lampiran menjadi jelas.Kata kunci: Informasi geospasial, datum geodetik, penetapan dan penegasan batas daerah, Indonesia.ABSTRACT     Boundary demarcation is one of the main activites that have to be carried out after the establishment of a new autonomous government founded pursuant to Article 5 of the Law concerning Regional Establishment. Regional boundary demarcation activities include the definition of coordinates of regional boundary points that can be conducted through cartometric method or terrestrial surveys. According to boundary making theory, boundary demarcation is part of a boundary making process, in which each step requires map as part of the infrastructure. According to the geodesy concept, demarcation activities requires a clear geodetic datum definition, so that maps can contribute as a source of disputes solution. This research has been carried out in line of regional boundary fixing in Indonesia. The results show that in the period of 1999 to 2007, which use Government Regulation PP Nr. 129/2000, there are 115 attachment maps to the Acts of the establishment of new local government are not defined geodetic datum, and the coordinates of the maps are also not defined using properly geospatial information supplied by competence map authority in Indonesia. More over the Ministry of Home Affairs Regulation (Permendagri) Nr. 1/2006 concerning the Guidelines for administrative boundary demarcations may be interpreted as making administrative boundary re-delimitation. In 2007, after the revision of PP Nr. 129/2000 by the PP Nr.78/2007, there is a clear statement that the topographic maps produced by Bakosurtanal be used as basic maps in making attachment maps of the Acts of new local government establishment. Under this new regulation PP 78/2007 implied then that all the attachment maps to the Act of new local government establishment have a specific geodetic datum clearly.Keywords: geospatial information, geodetic datum, boundary delimitation and demarcation, Indonesia
EKSTRAKSI INFORMASI PENUTUP LAHAN MENGGUNAKAN SPEKTROMETER LAPANGAN SEBAGAI MASUKAN ENDMEMBER PADA DATA HIPERSPEKTRAL RESOLUSI SEDANG Kamal, Muhammad; Arjasakusuma, Sanjiwana
GEOMATIKA Vol 16, No 2 (2010)
Publisher : Badan Informasi Geospasial in Partnership with MAPIN

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (613.921 KB) | DOI: 10.24895/JIG.2010.16-2.240

Abstract

Hyperspectral sensor captures a large number of narrow and contiguous spectral bands, mostly covering from 400 to 2500 nm of electromagnetic spectrum. This characteristics offer recognition of high-detailed object spectral reflectance, which serve as basic information on object analysis using hyperspectral data. This research aims to study the applicability of field-based endmember collection as input for land cover mapping, and assess the accuracy of resulted map. The mapping algorithm used was Spectral Angle Mapper (SAM), which compares the angle between endmember’s vector and each pixel’s vector in n-dimension space. Smaller angle values indicate higher similarity between pixels and the endmember. The result of this research is a land cover map of 26 land cover classes, with overall accuracy of 60.82% (Kappa 0.52). Overall, the utility of field-based spectrometer for endmember input is potentially high; however, the effect of time difference between data acquisition and field work and image resolution is remains problematic.Keywords: hyperspectral, endmembers, field spectrometer, spectral angle mapper, land cover.ABSTRAKSensor hiperspektral merekam saluran spektral yang sangat banyak, dengan julat tiap saluran sempit, yang umumnya beroperasi pada spektrum 400 – 2500 nm. Karakeristik ini dapat memberikan pola reflektansi spektral obyek yang sangat rinci, yang bertindak sebagai informasi dasar dalam analisis obyek menggunakan data hiperspektral. Penelitian ini bertujuan untuk mengkaji penerapan teknik pengambilan endmember berbasis lapangan sebagai masukan untuk penutup lahan, dan menilai akurasi hasilnya. Algoritma pemetaan yang digunakan adalah Spectral Angle Mapper (SAM), yaitu dengan membandingkan sudut antara vektor endmembers dan tiap vektor piksel dalam ruang n-dimensi. Semakin kecil sudut piksel terhadap suatu endmember maka semakin sesuai piksel untuk masuk ke dalam kelas endmember tersebut. Hasil klasifikasi berupa peta penutup lahan untuk 26 kelas penutup lahan, dengan akurasi keseluruhan sebesar 60,82% (Kappa 0,52). Secara keseluruhan, utilitas spektrometer lapangan untuk mengumpulkan endmember berbasis lapangan berpotensi tinggi, namun dampak yang disebabkan oleh perbedaan waktu akuisisi citra dan kerja lapangan dan resolusi citra masih menjadi problem.Kata Kunci: Hiperspektral, endmembers, spectrometer lapangan, spectral angle mapper, penggunaan lahan.
K-LEVEL: APLIKASI HITUNG KERANGKA KONTROL VERTIKAL BERDASARKAN METODE KUADRAT TERKECIL Hidayat, Husnul
GEOMATIKA Vol 20, No 2 (2014)
Publisher : Badan Informasi Geospasial in Partnership with MAPIN

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.24895/JIG.2014.20-2.155

Abstract

Kerangka Kontrol Vertikal (KKV) memainkan peranan penting dalam pemetaan topografi. Elevasi KKV umumnya diperoleh dari pengukuran sipat datar yang dihitung dengan metode bowditch rule atau metode kuadrat terkecil. Umumnya metode bowditch rule lebih banyak digunakan karena kesederhanaan perhitungannya menggunakan aplikasi spreadsheet standar. Sementara itu metode kuadrat terkecil tidak banyak dipilih dalam perhitungan KKV. Padahal tidak semua kasus KKV dapat dielesaikan dengan metode bowditch rule. Dalam beberapa kasus, metode kuadrat terkecil lebih efektif untuk digunakan, terutama pada bentuk kerangka yang kompleks. Tulisan ini memaparkan pembuatan aplikasi perhitungan KKV berdasarkan metode kuadrat terkecil, yang diberi nama K-Level. Metode yang digunakan dalam aplikasi ini adalah metode perataan parameter. Antarmuka K-Level didesain dengan tampilan tabular menyerupai tampilan aplikasi spreadsheet pada umumnya. Hal ini dilakukan demi kenyamanan  pengguna dalam memasukkan, memeriksa, mengedit data, serta menampilkan hasil perhitungan hanya dalam satu tampilan. Algoritma program ditulis dengan Matlab yang sangat efektif dalam memanipulasi matriks dan telah banyak digunakan dalam berbagai bidang komputasi numerik. Untuk kenyamanan pengguna, K-level juga dilengkapi dengan panduan penggunaan, fasilitas save dan load, dan pelaporan pekerjaan. Pengujian aplikasi menunjukkan bahwa masukan dan keluaran program dapat berjalan dengan baik sesuai dengan yang diharapkan. Hasil perhitungan menggunakan K-level dibandingkan dengan hasil perhitungan program lain, seperti Adjust, menggunakan beragam set data. Pengujian menunjukkan bahwa tidak terdapat perbedaan signifikan antara hasil perhitungan K-Level dengan aplikasi lain. Rata-rata perbedaan numerik elevasi hasil perhitungan K-Level dan Adjust adalah 0,000020. Dengan demikian K-Level dapat digunakan untuk perhitungan KKV dengan metode kuadrat terkecil.Kata Kunci: K-Level, kuadrat terkecil, kerangka kontrol vertikal, MatlabABSTRACT       Leveling network for vertical control plays important role in topographic mapping. Elevations in leveling network mainly calculated from leveling data, either by bowditch rule or least square method. Mostly, bowditch rule  is more preferred due to its simplicity which can be done using standard spreadsheet application. Meanwhile, least square method is rarely employed. In reality, there are some leveling network which can’t be solved using bowditch rule.For some networks, mainly in complex network, least square method is more effective. This paper presents the design of an application for leveling network adjustment based on least squrae method, namely K-Level. This application uses the adjustment of observation equations method. The interface is designed with tabular style, like common spreadsheet applications. This is done for the ease of use when entering, checking, editing the data, and displaying the results in one window. The algorithm was written in Matlab which is very effective in matrix manipulation and has been widely used in numerical computations. K-Level is also equipped with user’s guide, load and save menu, and reporting. The test shows that the input and output process can run as expected. The results are then compared to other program, like Adjust, using many datasets. The test shows that there is no significant difference between the outputs of both programs. The mean of numerical difference in elevation is only 0,0000020. Therefore, K-Level can be used for leveling network adjustment based on least square method.  Keywords: K-Level, least square, leveling network, Matlab
APLIKASI GEOMEDIC MAPPING UNTUK MENGETAHUI HUBUNGAN ANTARA FAKTOR LINGKUNGAN DENGAN ANGKA KEJADIAN PENYAKIT DBD DI KECAMATAN PURWOKERTO SELATAN Pranasetia, Ardi Nugraha; Riadi, Bambang
GEOMATIKA Vol 15, No 2 (2009)
Publisher : Badan Informasi Geospasial in Partnership with MAPIN

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (477.47 KB) | DOI: 10.24895/JIG.2009.15-2.247

Abstract

South Purwokerto subdistrict, has the highest of DHF case in Banyumas district, the total number of DHF cases was 37 cases in 2007. However, environmental factor related to the DHF incidence have not been identified. This research aimed to analyses spatial distribution of environmental factor influenced the incident of DHF in South Purwokerto subdistrict. The research was descriptive survey study, the population was all DHF cases identified over the periode of January to November 2008. All cases were include as the research sample. The GPS was used to obtain coordinate data of respondent house. Data were analyzed using topographic map, GIS equipment overlay and buffering were done during data analyses in map. The result showed that were 5 zone that have high risk for DHF incidence. DHF incidences were related to population density and rainfall.Keywords: Dengue Hemorrhagic Fever, GIS, spatial analysisABSTRAKKecamatan Purwokerto Selatan, memiliki kasus DBD tertinggi di Kabupaten Banyumas dengan seluruh kasus DBD (37 kasus) di Tahun 2007. Faktor-faktor lingkungan yang mempengaruhi kejadian DBDbelum teridentifikasi. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui distribusi spasial factor-faktor lingkungan yang mempengaruhi kejadian DBD di Kecamatan Purwokerto Selatan.Penelitian ini menggunakan metode survey diskriptif, kasus DBD diidentifikasi dari rekam medis periode Januari sampai dengan November 2008. Semua kasus didalamnya sebagai sample dalam penelitian ini. Alat GPS digunakan sebagai penanda titik koordinat rumah penderita. Data diolah dengan menggunakan bantuan peta topografi digital dengan metode analisis overlay dan buffering. Berdasarkan analisis diperoleh 5 (lima) area rawan DBD yang membentuk pola distribusi spasial pada area padat penduduk, kepadatan penduduk dan curah hujan mempengaruhi kejadian DBD.Kata Kunci: Dengue Hemorrhagic Fever, SIG, analisa spasial
TEKNOLOGI SURVEI PEMETAAN LINGKUNGAN PANTAI Mudita, Imam
JURNAL ILMIAH GEOMATIKA Vol 20, No 2 (2014)
Publisher : Badan Informasi Geospasial

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (177.77 KB) | DOI: 10.24895/JIG.2014.20-2.161

Abstract

Teknologi survei pemetaan adalah mulai dari perencanaan survei, pengambilan data pada saat survei hingga pengolahan data dan penyajian informasinya dalam bentuk peta dengan skala tertentu yang diinginkan untuk tujuan tertentu. Makalah ini mencoba memberikan gambaran tentang teknologi survei pemetaan lingkungan pantai terutama teknologi survei dan perangkat keras pengambilan datanya, yang pernah digunakan di Balai Teknologi Survei Kelautan – BPPT, dan sudah cukup banyak mengalami perkembangan teknologi.Kata Kunci: Teknologi survei, lingkungan pantai, petaABSTRACTMapping survey technology is start from survey planning, data collection at the time of survey until data processing and presentation of information in the form of a map with a certain scale that desired for a particular purpose. This paper tries to give an overview of mapping survey coastal environment technology, especially technology and hardware survey data collection, which has been used in the Center of Marine Survey Technology - BPPT, and there are enough technological developments.Keyword: Survei technology, coastal environtment, map
PEMANTAUAN LAHAN SAWAH MENGGUNAKAN CITRA ALOS AVNIR-2 Tjahjono, Boedi; Syafril, Aufa H. A.; Panuju, Dyah R.; Kasno, Antonius; Trisasongko, Bambang H.; Heidina, Febria
GEOMATIKA Vol 15, No 2 (2009)
Publisher : Badan Informasi Geospasial in Partnership with MAPIN

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (730.438 KB) | DOI: 10.24895/JIG.2009.15-2.252

Abstract

Rice production has been one of important issues in food sufficiency and increasingly gains more attention to the government. Suitable monitoring scheme is then required to ensure proper data analysis. Remote sensing offers an efficient way to acquire such data, allowing rapid assessment on agricultural system. Many advances on sensor technology have been witnessed. Nonetheless, each sensor has to be evaluated for a specific task such as monitoring various stages in rice production. This paper discusses the performance of AVNIR-2 sensor combined with two statistical tree algorithms. Interestingly, the result shows the outstanding performance of the third band of the sensor. We obtained overall accuracy around 90%. The research indicates the applicability of sensors with limited bands coupled with suitable algorithms.Keywords: ALOS, AVNIR-2, rice , CRUISE, QUEST.ABSTRAKDalam menyusun kebijakan pemerintah yang terkait masalah swasembada pangan, data produksi pangan memegang peranan yang sangat penting. Selama proses produksi, mekanisme pemantauan sangat diperlukan, terutama menggunakan teknologi penginderaan jauh. Berbagai kemajuan dalam bidang sensor telah menunjang beragam aplikasi praktis seperti pemantauan padi. Namun demikian, berbagai percobaan masih relevan untuk dilakukan, mengingat sensitivitas suatu sensor masih perlu diuji dalam berbagai wilayah. Makalah ini mengkaji keragaan sensor pasif AVNIR-2 dalam memantau berbagai fase pertumbuhan padi, memanfaatkan dua algoritma pohon keputusan. Hasil yang diperoleh menunjukkan kinerja yang baik dari sensor tersebut, terutama pada kanal 3 dengan tingkat akurasi sekitar 90%. Hal tersebut mengindikasikan bahwa dengan pemanfaatan mekanisme analisis yang tepat, sensor dengan kanal terbatas masih dapat dimanfaatkan untuk tujuan yang spesifik.Kata kunci: ALOS, AVNIR-2, padi, CRUISE, QUEST.
CURCUMA HARVEST ESTIMATION USING GEOSPATIAL INFORMATION Sunarto, Kris
GEOMATIKA Vol 19, No 1 (2013)
Publisher : Badan Informasi Geospasial in Partnership with MAPIN

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.24895/JIG.2013.19-1.166

Abstract

Temulawak or Curcuma (Curcuma xanthorrhiza) is one of prominent herbal medicine that needs to be researchedanddeveloped tomeetboth domestic andexport needs. The development of Curcuma as an agricultural commodity can be done inless fertilelandwith less shade. Curcumais actually among importance herbal medicine commodities; however its price is notstable even considered very low, resulted in a hesitantfor farmersto grow it. Therefore, harvest volume needs to be controlled to anticipate demand at a good price. Habitatof curcuma plantand its productionestimationof a particular area canbe assessedusing geospatial data andinformation. The purposeof this research is tofind out how muchis the optimalpost-harvestproductioninthe studyarea. Method used to obtain the estimationforoptimumposition in this researchis amediummulti-sample value. The result showed that based on demonstration plot (“demplot”), the optimum harvest is15.8 tons/hectare/year. Meanwhile, based on classification of land suitability map and the farmer’s capacity, it was estimated that the harvest yielded at the study area was 94.284 tons wet harvest for 5.967 hectares. Keywords: Geospatial Information, Curcuma, Herbal Medicine,Optimum Harvest.  ABSTRAK Temulawak atau “Curcuma”(Curcuma xanthorrhiza) merupakan obat herbal yang perlu diteliti dan dikembangkan untuk memenuhi kebutuhan domestik dan ekspor. Sebagai komoditas pertanian, budidaya temulawak dapat dilakukan di lahan yang kurang subur dengan sedikit naungan. Temulawak sebagai komoditas dibutuhkan, tetapi harga tidak selalu stabil, bahkan terlalu murah, sehingga menyebabkan petani enggan untuk menanamnya.Untuk itu, volume panen harus dikendalikan untuk mendapatkan permintaan pasar dengan harga yang baik. Habitat tanaman dan perkiraan produksi dapat dianalisis menggunakan data dan informasi geospasial. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui seberapa besar produksi pasca panen yang optimal pada area penelitian. Metode yang digunakan untuk mendapatkan perkiraan pada posisi optimal adalah menggunakan hasil multi sampel media. Penelitian ini memperlihatkan bahwa berdasarkan demplot yang dihasilkan dari panen optimal adalah 15,8 ton/hektar/tahun. Sedangkan berdasarkan klasifikasi peta penggunaan lahan dan kemampuan petani, diperkirakan bahwa pada area penelitian menghasilkan 94,284 ton panen basah untuk 5,967 hektar lahan.Kata kunci: Informasi Geospatial, Temulawak, Obat Herbal, Panen Optimal.
STUDI BATAS WILAYAH MENGGUNAKAN METODE KARTOMETRIK Studi Kasus: Kecamatan Sukolilo, Kota Surabaya Purwanti, Renita; Budisusanto, Yanto
GEOMATIKA Vol 21, No 1 (2015)
Publisher : Badan Informasi Geospasial in Partnership with MAPIN

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (923.665 KB) | DOI: 10.24895/JIG.2015.21-1.463

Abstract

Permasalahan garis batas wilayah administrasi baik di lingkup antar kecamatan atau antar kabupaten/kota dapat menjadi potensi konflik di masa yang akan datang bila tidak segera diselesaikan. Daerah-daerah perbatasan yang mempunyai sumber daya alam yang besar diperkirakan akan menjadi sumber sengketa antar kabupaten/kota dan antar provinsi. Batas wilayah memiliki peranan penting sebagai pemisah dalam penyelenggaraan urusan pemerintahan. Ketidakjelasan batas suatu daerah akan menghambat proses pembangunan di daerah tersebut. Berdasarkan Peraturan Menteri Dalam Negeri (Permendagri) No. 27 tahun 2006 tentang Penetapan dan Penegasan Batas Desa, proses penetapan segmen garis batas desa/kelurahan dapat dilakukan dengan menggunakan metode kartometrik. Metode kartometrik adalah penelusuran/penarikan garis batas pada peta kerja dan pengukuran/penghitungan posisi titik, jarak serta luas cakupan wilayah dengan menggunakan peta dasar dan peta-peta lain sebagai pelengkap. Selain itu, solusi untuk percepatan penetapan batas wilayah adalah delineasi batas kecamatan, desa/kelurahan melalui metode pemetaan partisipatif dengan melibatkan perangkat pemerintahan dan masyarakat diatas peta kerja. Penelitian ini menggunakan citra resolusi tinggi dan batas kelurahan dari RBI keluaran Bakosurtanal sebagai batas indikatif, kemudian membandingkan batas indikatif tersebut dengan batas hasil verifikasi. Penelitian ini menghasilkan kajian awal penegasan batas kelurahan melalui proses perbandingan antara data peta RBI dengan hasil verifikasi yang disajikan dalam peta citra.Kata kunci: batas wilayah, metode kartometrik, pemetaan partisipatifABSTRACTBoundary problems between Aregions both in the scope of the district or inter-district/city can be a potential conflict in the future if not resolved immediately. Border areas which usually has natural resources are expected to be a source of dispute between districts/cities and even possibly between provinces. Land boundaries have important role as an arbiter in the government administration. The indefiniable line boundaries may lead a conflict and will hold up the development process in that area. Regulation of Minister of Home Affairs (Permendagri) Number 27/2006 as a technical guideline to resolve administrative regional boundary, states that delimitation boundaries can be done using Cartometry Method. Furthermore, participatory mapping can be used as other solutions to solve the boundaries conflict fastly by involving the government apparatus. This research also use high resolution imagery and land boundaries that already exist in RBI as indicative boundary then compared with the verification boundaries. The result of this research is an early study of delimitation boundary using cartometry and participatory mapping methods which shown in imagery map.Keywords: land boundaries, cartometry method, participatory mapping
POTENSI RISIKO BENCANA ALAM LONGSOR TERKAIT CUACA EKSTRIM DI KABUPATEN CIAMIS, JAWA BARAT Suriadi, A.B.; Riadi, Bambang
GEOMATIKA Vol 19, No 1 (2013)
Publisher : Badan Informasi Geospasial in Partnership with MAPIN

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (554.177 KB) | DOI: 10.24895/JIG.2013.19-1.171

Abstract

ABSTRAK Penelitian ini adalah bagian dari penelitian Variabilitas Iklim Ekstrem dan Potensi Kebencanaan di Jawa Barat Selatan. Sedikitnya ada lima bencana alam yang berkaitan dengan iklim ekstrim antara lain banjir, longsor, angin badai/puting beliung, gelombang ekstrim dan kekeringan panjang. Namun demikian, makalah ini hanya membahas masalah bencana longsor baik dari segi penyebab maupun potensi risiko yang diakibatkannya. Hasil penelitian ini adalah analisis data geospasial terkait bahaya longsor (hazard map) yaitu Peta Rawan Longsor, Peta Kerentanan Penduduk, Peta Kapasitas Penduduk, serta Peta Potensi Risiko Longsor yang disebut Peta Indeks Risiko Longsor. Untuk menghasilkan peta-peta tersebut dibutuhkan peta-peta tematik input yang diturunkan dari data geospasial lainnya, antara lain DEM SRTM, Citra Landsat, Peta Rupabumi Indonesia / peta topografi. Selain itu, pemetaan potensi risiko longsor ini juga menggunakan data statistik yaitu data Potensi Desa (PODES) 2008, dan informasi dari instansi lainnya (Badan Penanggulangan Bencana Daerah dan BAPPEDA). Hasil penelitian menunjukkan bahwa hampir 50 % dari wilayah Kabupaten Ciamis termasuk rawan longsor. Berdasarkan peta Indeks Risiko Longsor yang dihasilkan sekitar 30 % dari wilayah Kabupaten Ciamis berada dalam area risiko tinggi sampai sangat tinggi.  Kata Kunci: Cuaca Ekstrim, Longsor, Indeks Risiko, Indeks Kerentanan, Indeks Kapasitas. ABSTRACT This research is part of research on Extreme Climate Variability and Potential Disaster in South West Java. There are at least five natural disasters related to extreme climate such as floods, landslides, storms, extreme waves and droughts. However, this paper is only discussed problem related to landslides in terms of both causes and its potential risks. The results of this study are analyses of geospatial data related to landslide hazards, those are landslide susceptibility map, map of population vulnerability to landslide, map of population capacity, as well as map of potential risks to landslides called Landslide Risk Index map. To produce these maps required thematic maps derived from other geospatial data, such as SRTM DEM, Landsat imagery, topographic map, statistic data (PODES) 2008, and information from other agencies such as BPBD (Regional Disaster Management Agency) and Regional Planning Board. Result of this research shows that nearly 50 % of the area of Ciamis Regency is vulnerable to landslides. Based on the Landslide Risk Index map resulted from this research, approximately of 30 % of the Ciamis Regency area has categorized at a high to very high landslide risk. Keywords: Extreme Weather, Landslides, Risk Index, Vulnerability Index, CapacityIndex
MODEL SPASIAL POTENSI PENGEMBANGAN PENGGUNA BAHAN BAKAR GAS MELALUI JARINGAN PIPA GAS DI KABUPATEN BEKASI Wiguna, Dede Prabowo; Koestoer, Raldi Hendro; Indra, Tito Latief
GEOMATIKA Vol 21, No 2 (2015)
Publisher : Badan Informasi Geospasial in Partnership with MAPIN

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (843.835 KB) | DOI: 10.24895/JIG.2015.21-2.479

Abstract

Pengembangan Bahan Bakar Gas melalui jaringan pipa diharapkan akan sangat mendukung diversifikasi energi. Kondisi saat ini, sebaran jaringan pipa gas yang berada di Kabupaten Bekasi belum merata. Pengembangan infrastruktur jaringan pipa gas dengan model spasial bertujuan untuk mengetahui pola pelayanan gas dan menemukan lokasi optimal potensi pengguna bahan bakar gas di Kabupaten Bekasi. Penelitian ini adalah penelitian kombinasi menggunakan metode kuantitatif seperti nearest neighbor analysis, matrik jarak, model Huff serta aplikasi Sistem Informasi Geografi (SIG) sebagai alat analisis. Hasil penelitian menunjukkan bahwa potensi pengembangan pelayanan pengguna bahan bakar gas memiliki kecenderungan pola yang serupa dengan pelayanan jaringan pipa gas yang telah ada, karena posisi pengguna gas terletak di lingkungan Kawasan Industri sehingga polanya mengikuti tarikan pasar ke wilayah-wilayah pertumbuhan industri. Peluang pengembangan jaringan pipa gas terkonsentrasi di kecamatan-kecamatan yang memiliki karakteristik (a) topografi wilayah datar, (b) jaringan jalan rapat, (c) jumlah potensi sektor pengguna tinggi, (d) memiliki demand volume gas yang tinggi, dan (e) hambatan relatif yang kecil. Secara spasial, pengembangan jaringan pipa gas diprediksi akan meluas ke wilayah pinggirannya, terutama ke arah selatan. Wilayah-wilayah tersebut antara lain kecamatan Cikarang Selatan, Setu, Serang Baru dan Cibarusah. Hal ini disebabkan oleh, kondisi arah selatan Kabupaten Bekasi memiliki akses yang lebih potensial daripada wilayah lainnya dan merupakan wilayah pusat pertumbuhan permukiman yang secara geografis dekat dengan Kabupaten Bogor.Kata kunci:jaringan pipa gas, pengguna bahan bakar gas, model spasialABSTRACTThe development of gas fuel through pipelinenetworkis expected to support the energy diversity. Now, the distribution of pipeline network in Bekasi Regency not spread evenly yet. The pipeline infrastructure development with spatial models aims to determine the distribution of pipeline pattern and find optimal location of potential users of the gas fuel in Bekasi Regency. This study applied combination of quantitative methods such as nearest neighbor analysis, distance matrix, Huff models as well as the application of Geographical Information Systems (GIS) as an analytical tool. The results showed that the potential development of gas fuel service users have a tendency that the pattern is in line with services network of existing gas pipeline, because the position of the gas users located in the Industrial Area so that the pattern follows the pull of the market (market driven) into the areas of industrial growth. Development opportunities are concentrated in districts that have characteristics (a) the topography is flat, (b) road network meetings, (c) the number of potential high user sector, (d) have a high volume of gas demand and (e) barriers are relatively small. Spatially, the development of gas pipeline is expected to extend into the rim area, particularly to the south. These regions include districts of South Cikarang, Setu, New Serang and Cibarusah. It is caused by conditions that the southward of Bekasi Regencyhas more potential access than otherregions and the central region of the settlements growth that geographically close to the Bogor Regency.Keywords: pipelines gas, gas fuel users, spatial models

Page 2 of 21 | Total Record : 202