cover
Contact Name
-
Contact Email
-
Phone
-
Journal Mail Official
-
Editorial Address
-
Location
Kota bogor,
Jawa barat
INDONESIA
MAJALAH ILMIAH GLOBE
ISSN : -     EISSN : -     DOI : -
Core Subject : Science, Education,
Arjuna Subject : -
Articles 285 Documents
Front Cover GLOBE Vol. 19 No. 2 Globe, redaksi
MAJALAH ILMIAH GLOBE Vol 19, No 2 (2017)
Publisher : Badan Informasi Geospasial

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (1944.776 KB) | DOI: 10.24895/MIG.2017.19-2.756

Abstract

DINAMIKA PERTUMBUHAN DAN STATUS KEBERLANJUTAN KAWASAN PERMUKIMAN DI PINGGIRAN KOTA WILAYAH METROPOLITAN JAKARTA Hidajat, Janthy Trilusianthy; Sitorus, Santun R.P; Rustiadi, Ernan; Machfud, Machfud
MAJALAH ILMIAH GLOBE Vol 15, No 1 (2013)
Publisher : Badan Informasi Geospasial

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (810.635 KB) | DOI: 10.24895/MIG.2013.15-1.77

Abstract

ABSTRAKPertumbuhan perkotaan di Indonesia, khususnya di wilayah metropolitan Jakarta secara fisik ditandai denganpertumbuhan yang cepat di pinggiran kota (suburbanisasi), membentuk daerah permukiman baru dimanapertumbuhannya cenderung meluas dan tersebar secara acak serta tidak terkendali (urban sprawl). Daerah pinggirankota adalah zona transisi yang berada dalam proses tekanan perkotaan, mengakibatkan terjadi kondisi degradasilingkungan, krisis infrastruktur, kemacetan, risiko bencana dan fragmentasi kelembagaan sehingga prosespertumbuhan mengarah pada ketidakberlanjutan. Tujuan penelitian ini adalah menganalisis dinamika pertumbuhandan status keberlanjutan kawasan permukiman di pinggiran perkotaan wilayah metropolitan Jakarta. Analisisdilakukan dengan menggunakan Teknik GIS dan Teknik Multi Dimensional Scaling (MDS). Hasil penelitianmenunjukkan bahwa kecenderungan pertumbuhan meningkat setiap tahun dengan percepatan sebesar 2,35 dan nilaiindeks sprawl sebesar 7,21 serta nilai indeks status keberlanjutan multi dimensi sebesar 41,46.Kata Kunci: Pertumbuhan, Status Keberlanjutan, Kawasan Permukiman, Pinggiran Kota.ABSTRACTThe growth of urban areas in Indonesia, especially in Jakarta metropolitan area is physically marked by rapidgrowth in the urban fringe (suburbanization), which is forming a new settlement areas where its growth tend to bewidespread and dispersed randomly which is getting out of control (urban sprawl). The urban fringe area is atransitional zone that is in theurban pressures process which resulted in the degradation of environmental,infrastructure crisis, congestion, disaster risk and institutional fragmentation so that the growth process leads tounsustainability. The aims of this research were to analyze the dynamic of growth and sustainability status ofsettlement areas in urban fringe of Jakarta metropolitan area. Analysis was done by using GIS Technique and MultiDimensional Scaling (MDS) Technique. The result showed that the growth trends was increasing every year with anacceleration of 2.35 and a sprawl index of 7.21. The sustainability status of settlement area was less sustainabilitywith a sustainability index of 41.46.Keywords: Growth, Sustainability Status, Settlement Areas, Urban Fringe.
SUMBERDAYA IKAN PELAGIS DAN DAERAH PENANGKAPANNYA DI INDONESIA Nugroho, Duto; Atmadja, Suherman Banon
MAJALAH ILMIAH GLOBE Vol 10, No 2 (2008)
Publisher : Badan Informasi Geospasial

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (2328.713 KB) | DOI: 10.24895/MIG.2008.10-2.324

Abstract

Analisis pemanfaatan sumberdaya ikan pelagis di beberapa perairan pantai menunjukkan tekanan penangkapan yang cenderung tinggi, sedangkan tekanan penangkapan di kawasan lepas pantai relatif dinamis dimana perubahan struktur armada dengan inovasi menuju efisiensi yang tinggi terus berkembang untuk mencapai keberhasilan secara komersial. Peningkatan ketersediaan informasi peramalan daerah penangkapan ikan yang semakin dirasakan perlu untuk meningkatkan peluang keberhasilan pemanfaatannya. Daerah penangkapan ikan yang semakin jauh dari pangkalan menyebabkan terjadinya perpindahan armada antar wilayah dan interaksi antar alat tangkap. Kondisi ini mengarah pada perlunya kepastian keberadaan sediaan ikan sebagai elemen utama dalam pemananfaatan sumberdaya. Adakah upaya pelacakan daerah penangkapan ikan sebagai bagian dari skema efisiensi operasional pemanfaatan sumberdaya ikan laut di Indonesia ? merupakan pertanyaan yang memerlukan pemikiran secara komprehensif berlandaskan bukti-bukti ilmiah didalam menjawabnya. Pendekatan kehati-hatian dalam penyampaian informasi perlu diupayakan, mengingat sebagian besar hasil tangkapan ikan pelagis berada pada ukuran yang belum dewasa. Tulisan ini menggambarkan status pemanfaatan sumberdaya ikan pelagis dan daerah penangkapannya bedasarkan himpunan hasil penelitian yang telah dilakukan.Kata Kunci : lkan Pelagis, Daerah Penangkapan, Efesiensi ABSTRACTAnalysis on the use of pelagic fish resources rn some coastal area showed a high catchment, while the catchment in offshore marine area was relatively dynamic where structure change of the ship with innovation to high efficiency was developed to reach commercial success. More information to predict regions to catch fishes is needed in order to increase the chance to succeed. Regions far away from the shore will cause the ships to -:.e and the catching equipments to interact. This condition leads to the need to know for sure the availability of fishes as the main element in the resource utilization. ls there any effort to determine fish catchment areas as part of operational efficiency scheme in utilization of fish resource in Indonesia? is a question that needs a comprehensive thought that is scientifically proven. Careful approach in information dissemination needs to be performed because most pelagic fishes caught were still immature. This paper describes the status of pelagic fishes utilization and their catchment areas based on previously done researches.Keywords: Pelagic Fish, Fishing Areas, Efficiency
APLIKASI SISTEM INFORMASI GEOGRAFIS DALAM PENENTUAN KAWASAN WISATA BAHARI DI PULAU WANGIWANGI, KABUPATEN WAKATOBI Yulius, Yulius; Salim, Hadiwijaya L; Ramdhani, M; Arifin, T; Purbani, D
MAJALAH ILMIAH GLOBE Vol 15, No 2 (2013)
Publisher : Badan Informasi Geospasial

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (308.766 KB) | DOI: 10.24895/MIG.2013.15-2.82

Abstract

Wakatobi memiliki sumber daya alam yang sangat potensial dengan 25 gugusan terumbu karang yang indah dan masih alami dengan spesies beraneka ragam bentuk. Kawasan ini dinilai terbaik di dunia dengan sering dijadikan sebagai ajang diving dan snorkling bagi para penyelam nasional maupun internasional. Penelitian ini bertujuan untuk menentukan kesesuaian kawasan untuk wisata bahari menggunakan SIG. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode analisis spasial (keruangan) dan analisis tabular terhadap kesesuaian kawasan dalam SIG. Hasil analisis spasial dan tabular terhadap kesesuaian kawasan untuk wisata bahari, menunjukkan bahwa lokasi yang sesuai adalah di utara Pulau Wangiwangi, Kecamatan Wangiwangi dan di utara Pulau Kapota, KecamatanWangiwangi Selatan dengan luas sekitar 2.786,9 ha atau 20,3% dari luas total wilayah kawasan.Kata kunci : Sistem Informasi Geografis (SIG), Wisata Bahari, Pulau Wangiwangi, Kabupaten Wakatobi.ABSTRACTWakatobi has a huge potential of natural resources with 25 beautiful and pristine coral reefs species in diverse forms. Wakatobi is considered as one of the best biosphere area in the world and frequently used as a place for diving and snorkeling among national and international divers. This study aims to determine the suitability of the area for marine tourism using GIS. The methods used in this research are spatial analysis methods and tabular analysis of the suitability of the area with the GIS tools. From the results of the spatial analysis of the suitability area for marinetourism, obtained that the corresponding location is at the northern island of Wangiwangi, Wangiwangi District and at the northern of Kapota Island, South Wangiwangi District with an area of 2786,9 hectares or 20,3 % of the total area inthe region.Keyword : Geographic Information System (GIS), Marine Tourism, Wangiwangi Island, Wakatobi Regency.
SIMULASI STORM-SURGE DI SELAT BANGKA DENGAN MENGGUNAKAN COUPLED ADCIRC DAN SWAN MODEL Sofian, Ibnu
MAJALAH ILMIAH GLOBE Vol 14, No 2 (2012)
Publisher : Badan Informasi Geospasial

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (4578.085 KB) | DOI: 10.24895/MIG.2012.14-2.141

Abstract

Simulasi storm-surge di selat Bangka dilakukan dengan menggunakan coupled model ADvanced CIRCulation (ADCIRC) dan model gelombang generasi ketiga SWAN. Simulasi ini dilakukan untuk melihat seberapa tinggi bahaya badai terhadap keamanan PLTN yang akan dibangun di Pulau Bangka. Secara umum, hasil model relatif sesuai dengan hasil pengukuran pasut. Namun hasil model cenderung over-estimate 10 - 30 cm, terutama pasca terjadinya badai Hagibis dan Mitag. Ketinggian gelombang di bagian utara Selat Bangka lebih tinggi dari tinggi gelombang di bagian tengah dan selatan. Meskipun tinggi gelombang hanya beberapa puluh sentimeter, namun stres angin dan gelombang laut, perubahan tekanan Atmosfer di permukaan dan arus permukaan yang kuat dapat menyebabkan kenaikan tinggi muka laut yang ekstrim lebih dari 70 cm. Permukaan laut (sea level) semakin tinggi ketika Badai Hagibis dan Mitag semakin kuat, dan mencapai puncak pada 21 dan 22 November 2007. Selanjutnya kekuatan badai melemah dan bergerak ke utara, ketinggian sea level turun, meskipun permukaan air laut masih tinggi di akhir periode badai. Sebagai penutup, tinggi sea level ekstrim ini dapat mempertinggi risiko terjadinya rob di Pulau Bangka.Kata Kunci: Simulasi, Storm-Surge, Bangka, Coupled Model, ADCIRC, SWAN ABSTRACTSimulation of storm-surge at the Bangka Strait was carried out using coupled models which are ADvanced CIRCulation model (ADCIRC) and the 3th generation of wave model (SWAN). The model simulation was carried out to investigate the impact of storm surges on the Nuclear Power Plant that planned in Bangka Island. In general, the model results relatively match with the tide gauge observation. However, the - sea level modeled tends to over-estimate about 10cm to 30cm, especially during the post-Hagibis and Mitag Storms. The wave height in the northern part of Bangka Strait was higher than the one in southern and central of Bangka Strait. Eventhough, the wave height is only several tens centimeters, the wave and wind stresses, surface pressure changes and the current speed can elevate the extreme sea level rise for more than 70cm. The sea level is getting higher when the Mitag and Hagibis are getting stronger, and reached to peak in 21 to 22 November 2007. The storm surge was weaker and moved to the north, and sea level drops, thereafter. Finally, this extreme sea level rise heightens the coastal flooding risk in the Bangka Island.Keywords: Simulation, Storm-Surge, Bangka, Coupled Model, ADCIRC, SWAN
NERACA SUMBER DAYA LAHAN SPASIAL UNTUK MENGUKUR DINAMIKA POTENSI LAHAN PERTANIAN PANGAN DAERAH DI KABUPATEN BANGGAI DARAT Sumartoyo, Sumartoyo
MAJALAH ILMIAH GLOBE Vol 10, No 2 (2008)
Publisher : Badan Informasi Geospasial

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (1490.468 KB) | DOI: 10.24895/MIG.2008.10-2.329

Abstract

Perubahan lahan sangat berpengaruh pada keberlanjutan ketahanan pangan nasional. Penyusunan neraca sumber daya lahan spasial merupakan salah satu cara untuk mengetahui ketersediaan lahan pertanian baik nasional maupun daerah. Penerapan teknologi penginderaan jauh dan SIG digunakan untuk menyusun neraca sumber daya lahan spasial kabupaten Banggai Darat. Aktivitas analisis spasial yang dilakukan adalah overlay peta peta penggunaan lahan spasial, kawasan hutan, dan tata ruang wilayah. Penyusunan Neraca Sumber Daya Lahan Spasial dapat digunakan sebagai evaluasi dan monitoring kebijakan pembangunan. Kabupaten Banggai Darat terletak di provinsi Sulawesi Tengah memiliki luas 9.672,70 km2 dan potensi sumber daya lahan pertanian lahan basah seperti sawah irigasi teknis (14.158,93 ha), sawah irigasi sederhana (2.250,00 ha), dan sawah tadah hujan (2.023,00 ha). Potensi pertanian lahan kering seperti tegalan (7.110,00 ha), ladang (23.961,00 ha). Dalam kurun waktu 4 tahun, perubahan penggunaan lahan di Kab. Banggai Darat berpengaruh pada lahan pertanian basah. Berdasarkan neraca sumber daya lahan spasial tahun 2003 - 2007 diketahui bahwa terjadi pengurangan terhadap hutan (65.189), sawah irigasi teknis (1 .131 ,07 ha) , tegalan ( 1 .255 ha) , dan ladang (815 ha). Akivitas penduduk berorientasi pertanian non tanaman pangan dengan bertambahnya lahan kebun campuran 1.104,79 ha, perkebunan besar 10.428,79 ha. Hal ini menunjukkan bahwa lahan Kab. Banggai Darat cenderung menjadi bukan pertanian tanaman pangan.Kata Kunci : Neraca Sumber Daya Lahan Pertanian, Lahan Sawah ABSTRACTLand change problems are highly influent to the national food defense sustainability. Spatial land resource balance is one way to understand the agriculture land .availability both national and regional. Remote sensing and GIS technologies were used to compose the spatial land resource balance of Banggai Darat regency. Spatial analysis activities were included overlay of maps of land use spatial balance, forest status, and land use spatial plant are. By spatial land resource balance, evaluation and monitoring of regional development can be conducted continuously. Banggai Darat Regency located in the Central Sulawesi Province, has 9.672,7 km2a area and good agriculture land potentials such as technical irrigated rice fields (14.158,93 ha), irrigated rice fields (2.250 ha), unirrigated rice fields (2.023ha) and dry land cultivation ("teggalan" 7.110 ha and “lading" 23.961.ha). ln the last 4 years, land use change of Banggai Darat Regency was appeared which gave some influences to wet land cultivations. Base on spatial land resource balance in 2003 2007, there were decreasing of some land use, such as forests (65.189 ha); irrigated rice fields (1,131.07 ha) and dry lands (2,070 ha). In the opposite, mixed plantation areas and big estates increased about 1,104.79 ha and 10,428.79 ha respectively. This is indicated that land use change of Banggai Darat Regency tends to non-food plantation. Keywords : Agriculture Land Resources Balance, Wet Land Cultivations
PEMANFAATAN CITRA SATELIT DALAM MENGIDENTIFIKASI PERUBAHAN PENUTUPAN LAHAN : STUDI KASUS HUTAN LINDUNG REGISTER 22 WAY WAYA LAMPUNG TENGAH Syam, Tamaluddin; Darmawan, Arif; Banuwa, Irwan Sukri; Ningsih, Kuswibowo
MAJALAH ILMIAH GLOBE Vol 14, No 2 (2012)
Publisher : Badan Informasi Geospasial

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (346.949 KB) | DOI: 10.24895/MIG.2012.14-2.146

Abstract

Penggunaan teknologi penginderaan jauh di bidang kehutanan merupakan salah satu pilihan yang tepat untuk memperoleh data yang cepat, akurat dan relatif murah untuk mendeteksi perubahan penutupan dan penggunaan lahan. Data series citra satelit dengan resolusi spasial yang tinggi digunakan untuk mendeteksi perubahan penutupan lahan di Kawasan Hutan Lindung Reg 22 Way Waya Kabupaten Lampung Tengah dalam kurun waktu 10 tahun terakhir, yaitu tahun 2000, 2004 dan 2010. Metode yang digunakan dalam penelitian ini yaitu metode klasifikasi terbimbing (supervised classification). Hasil analisis citra dan cek lapang menunjukkan adanya perubahan luasan dari masing-masing jenis penutupan lahan. Hutan sekunder (Hs) mengalami penurunan luas tutupan ± 5,2 % pada tahun 2004 dibandingkan dengan penutupan tahun 2000. Pada tahun 2000 hutan sekunder mempunyai luas 686,79 ha, turun menjadi 413,27 ha pada tahun 2004. Selanjutnya pada pengamatan tahun 2010 terjadi peningkatan kembali yang cukup signifikan dengan luas tutupan lahan sebesar 745,58 ha atau sekitar 14,57% dari luas keseluruhan. Peningkatan tutupan lahan hutan sekunder ini kemungkinan besar disebabkan dari hasil kegiatan reboisasi melalui program Gerakan Rehabilitasi Hutan dan Lahan (GNRHL) dan Hutan Kemasyarakatan (HKm) yang dilakukan pada tahun 2003.Kata kunci: Citra Satelit, Klasifikasi Terbimbing, Penutupan Lahan, Hutan Lindung ABSTRACTThe use of remote sensing technology in forestry sector is considered to be a proper choice for detecting land cover and land use changes fastly, cheaply and realitively cheaper. The series of satellite imageries with high spatial resolution was used to detect the land cover changes in Protected Forest Area of Reg 22 Way Waya of Central Lampung District during the last 10 years, namely 2000, 2004 and 2010. The method was used in this research is a supervised classification method. The image analysis results indicate that there were changes of each land cover type area. The secondary forest (Hs) land cover decreased about 5,2% in the period of 2004 compared to the year in 2000 (from 686.79 hectare to 413, 27 hectare). Meanwhile, the observation in 2010, the secondary forest (Hs) land cover was increased significantly against with an area of 745.58 hectares (approximately 14.57% of the total area). The increase of the secondary forest cover is most likely caused by the reforestation program of the Forest and Land Rehabilitation Activity (GNRHL) and Community Forestry in 2003.Keywords: Satellite Images, Supervised Classifications, Land Cover, Protected Forest
PERAN PETA PENGGUNAAN LAHAN UNTUK ESTIMASI POTENSI BAHAN PAKAN TERNAK SAPI WILAYAH KABUPATEN LOMBOK BARAT Sunarto, Kris
MAJALAH ILMIAH GLOBE Vol 15, No 2 (2013)
Publisher : Badan Informasi Geospasial

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (456.85 KB) | DOI: 10.24895/MIG.2013.15-2.87

Abstract

Peta Penggunaan Lahan menyajikan data dan Informasi Geospasial tentang berbagai jenis penggunaan lahan. Masing-masing jenis penggunaan lahan ketika dipadukan dengan citra penginderaan jauh dan berbagai data pertanian maupun data kebutuhan pakan ternak, dapat diketahui tingkat potensinya. Potensi tersebut meliputi jenis hijauan pakan sapi yang tersedia maupun volumenya. Semakin berpotensinya suatu wilayah akan semakin memungkinkan untuk dikembangkan. Stok daging sapi nasional yang semakin berkurang, harus diimbangi peningkatan populasi dan pakan. Program swasembada daging sapi wajib ditopang upaya peternakan intensif. Keberhasilan bidang pertanian dan peternakan adalah bagian dari keberhasilan ketahanan pakan dan pangan, baik lokal maupun nasional. Masalah yang dihadapi dalam kajian ketersediaan pakan sapi adalah keterbatasan ketersediaan data geospasial terbaru. Maksud kajian adalah menyiapkan Peta Penggunaan Lahan Terkini untuk mengestimasinya. Metode yang digunakan adalah interpretasi citra penginderaan jauh skala detil terbaru, menyiapkan peta penggunaan lahan terkini dan melakukan analisis potensi pakan pada masing-masing penggunaan lahan. Tingkat potensi ketersediaan pakan sapi dapat diketahui jenis bahan pakan dan volumenya. Secara berurutan potensinya adalah sawah irigasi tidak penuh, sawah irigasi penuh, sawah tadah hujan, tegal, dan ladang. Pembudidayaan rumput hibrida secara intensif sangat diperlukan. Pengolahan limbah pertanian yang ternyata melimpah perlu proses pabrikan. Dengan Peta Penggunaan Lahan Terkini, estimasi potensi pakan ternak dapat diketahui. Dari hasil estimasi potensi bahwa daerah kajian mencapai 606.948 ton hijauan pakan ternak sapi per tahun. Potensi tersebut cukup untuk 184.763 ekor sapi lokal dewasa.Kata Kunci: Penggunaan Lahan, Pakan Ternak Sapi, Potensi Limbah Pertanian, Lombok Barat.ABSTRACTLand Use Map presents geospatial data and information of different types of land use. When each type of land use is compilated with remote sensing images and a variety of agricultural data or feed requirements of livestock data, then their level of its potential can be known. The potential includes the type of cattle forage available and its volume. The more potential an area will be the more allowed to develop. National beef stock is growing shortage, should offset the increase in population and feed. Beef self-sufficiency program required sustained effort of intensive farming. The success of the agricultural and livestock are part of the success of the feed and food security, both locally and nationally. Problems encountered in the study of the availability of cattle feed is limited availability of latest geospatial data. The purpose of the study is to create a present land use map for potential estimation of cattle feeds material. The method used are interpretation of large scale remote sensing imagery, prepare of current land use map and analysis of potential for cattle feed on each land use classes. The level of potential availability of cattle feed can be known about the type and volume of feed ingredients. In high-order potential are limited rice field irrigation, full ricefield irrigation, rain fed rice field, upland agricultures and other type of land use. Intensive cultivation of hybrid grass is needed. Processing of agricultural wastes are apparently abundant therefore it need manufacturing process. Presentland use map, are able to show the estimated potential fodder. From the estimation of potential shows that the study area reached 606,948 tons per year of cattle fodder. These capabilities are sufficient to grows 184,763 local adult cows.Keywords: Land Use, Cattle Feed, Agricultural Waste Potential, West Lombok.
DETECTION THE VEGETATION CHANGES USING MODIS SATELLITE BASED ON THE CHOICE OF VEGETATION INDICES AND LAND COVER TYPES Darmawan, Yahya
MAJALAH ILMIAH GLOBE Vol 17, No 1 (2015)
Publisher : Badan Informasi Geospasial

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (732.152 KB) | DOI: 10.24895/MIG.2015.17-1.212

Abstract

Nowadays, Breaks for Additive Seasonal and Trend (BFAST) method based on time series of Moderate Resolution Imaging Spectroradiometer (MODIS) satellite data is increasingly used to monitor the temporal dynamics of vegetation changes. Nevertheless, sensitivity of the BFAST method for detecting the vegetation cover changes based on the choice of vegetation indices and land cover types has not been widely investigated. Breaks for Additive Seasonal and Trend (BFAST) method has applied to MODIS 16-day Enhance Vegetation Index (EVI) and Normalized Difference Vegetation Index (NDVI) composites images (2000-2014) of three land cover types (Urban and Built-Up, Evergreen Broadleaf Forest and Savannah) within Australia. Overall, the number and time of changes detected in the three land cover types differed with both time series data because of the data quality due to the cloud cover. As conclusion, the EVI is more sensitive than NDVI for detecting the seasonal and abrupt changes for the land cover which has the dense vegetation and large canopy background such as evergreen broadleaf forest. Furthermore, NDVI is more reliable to detect the seasonal and abrupt changes that occurred in land cover types which have sparse vegetation such as urban, built-up area and savannah.Keywords: Additive Model, BFAST, EVI, NDVI, MODISABSTRAKSaat ini, Metode Breaks for Additive Seasonal and Trend (BFAST) berdasarkan data satelit Moderate Resolution Imaging Spectroradiometer (MODIS) telah banyak diaplikasikan untuk melakukan monitoring terhadap perubahan dinamis dari tutupan vegetasi. Namun, sensitifitas BFAST untuk mendeteksi perubahan vegetasi berdasarkan pilihan indeks vegetasi dan jenis tutupan lahan yang berbeda belum banyak dilakukan. Metode Breaks for Additive Seasonal and Trend (BFAST) telah diaplikasikan dengan menggunakan data Enhanced Vegetation Index (EVI) dan Normalized Difference Vegetation Index (NDVI) dari satelit MODIS 16-harian terhadap tiga jenis tutupan lahan (perkotaan dan lahan terbangun, hutan berdaun lebar dan padang rumput) di wilayah Australia untuk periode data tahun 2000 - 2014. Secara umum, hasil deteksi metode BFAST berbeda untuk setiap tutupan lahan baik dari segi jumlah dan waktu yang dipengaruhi oleh kualitas data karena adanya tutupan awan di lokasi penelitian. Dapat disimpulkan bahwa EVI lebih sensitif digunakan dalam mendeteksi adanya perubahan musiman dan mendadak pada tutupan lahan dengan vegetasi yang rapat dan berkanopi lebar seperti hutan tropis. Sedangkan NDVI lebih sensitif digunakan untuk mendeteksi komponen musiman dan perubahan mendadak terutama untuk tutupan lahan yang memiliki vegetasi jarang seperti perkotaan, lahan terbangun dan padang rumput.Kata kunci: Additive Model, BFAST, EVI, NDVI, MODIS
NERACA SUMBER DAYA KELAUTAN DAN PERIKANAN SEBAGAI LANDASAN KEBIJAKAN DALAM PENGELOLAAN SUMBER DAYA KELAUTAN DAN PERIKANAN Muliawan, lrwan; Reswati, Elly; Munajati, Sri Lestari
MAJALAH ILMIAH GLOBE Vol 11, No 1 (2009)
Publisher : Badan Informasi Geospasial

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (2673.718 KB) | DOI: 10.24895/MIG.2009.11-1.334

Abstract

Pengelolaan sumber daya yang berkelanjutan merupakan tuntutan pembangunan dewasa ini, oleh karena itu pengukuran dan pengindikasian kondisi lingkungan menjadi hal penting. Neraca sumberdaya merupakan salah satu indikator perkembangan pengelolaan sumberdaya dipandang mampu untuk memberikan informasi tersebut. Setidaknya neraca tersebut juga memuat tiga paradigma pembangunan, yakni; keberpihakan sosial, efisiensi ekonomi dan keberlanjutan lingkungan. Berdasarkan hal tersebut, dibuat tulisan ini dengan tujuan menerapkan konsepsi penyusunan neraca sumberdaya kelautan dan perikanan sebagai salah satu indikator kinerja pembangunan kelautan dan perikanan.Secara garis besar, prosedur penelitian ini menggunakai teknik valuasi ekonomi sumberdaya yakni konsep Total Economic Valuation (TEV), untuk mendekati nilai ekonomi sumberdaya. Kondisi sosial dan lingkungan didapat dari koleksi  peta dan data tabutar (data sekunder) dari dinas terkait. Hasit penelitian ini berupa teridentifikasinya multiuse dari sumberdaya di Kompleks Danau Tempe yaitu penggunaan lahan oleh beberapa jenis kegiatan pemanfaatan dalam lokasi yang sama, tergantung tinggi muka air danau. Selain itu diketahui pula nilai ekonomi sumberdaya tersebut dan terakhir berupa penyusunan neraca sumberdaya yang memuat status sosial, nilai ekonomi dan kondisi lingkungan di sumberdaya tersebut. Sebagai bahan evaluasi pengembangan neraca sumberdaya ini, berupa upaya menemukan klasifikasi dari item-item yang akan diamati dalam perkembangan pengelolaan sumberdaya yang ada, karena model ini lebih memandang sudut tipologi sumberdaya sebagai satuan sumberdaya yang akan diamati. Kemungkinan model ini akan berbenturan dengan kepentingan yang berlingkup pada satuan administratif wilayah otonomi seperti kabupaten, atau kecamatan, sehingga perlu bagi pengelola wilayah otonomi memandang sumberdaya sebagai satu kesatuan yang utuh.Kata kunci : Neraca Sumberdaya, Valuasi Ekonomi Total, Sumberdaya Kelautan dan Perikanan ABSTRACTSustainable resource management is development demand in nowadays. Therefore, measurement and indicating on environment condition become important issues on this subject. Resource balance is one of the resource management indicators that can be implied to give the information. The balance can imply three development paradigms at least, such as social tendency, economic efficiency, and environment sustainability. Based on these paradigms, the purpose the paper is to apply the concept of marine and fishery resource balance as one of the performance indicators on marine and fishery development. Generally, the research procedure is using resource economic valuation technique that is Total Economic Valuation (TEV), used to approach resource economic value. Social condition and environment data is collected from map collection and other secondary data in related institution. The research result are multi use identification from Danau Tempe basin resource that is land use by some land use activities in the same site. In addition, it also shows resource economic value and resource balance concept that contains social status, economic value, and environment condition in that resource. The evaluation resource balance development material is the urgency on effort to identify and to find the items list on classification column from the balance model. Since the balance model gives a tendency on resource topology point of view as resource unit that will be analyzed. There will be a possibility that the balance will collide with the interests in administrative scope on autonomy area such as district or sub-district. So it is necessary for autonomy stakeholders to see resources in integrated way.Keywords: Resources Balance, Total Economic Valuation, Fisheries and Marine Resources

Page 5 of 29 | Total Record : 285