cover
Contact Name
-
Contact Email
-
Phone
-
Journal Mail Official
-
Editorial Address
-
Location
,
INDONESIA
Squalen Bulletin of Marine and Fisheries Postharvest and Biotechnology
ISSN : 20895690     EISSN : 24069272     DOI : -
Squalen publishes original and innovative research to provide readers with the latest research, knowledge, emerging technologies, postharvest, processing and preservation, food safety and environment, biotechnology and bio-discovery of marine and fisheries. The key focus of the research should be on marine and fishery and the manuscript should include a fundamental discussion of the research findings and their significance. Manuscripts that simply report data without providing a detailed interpretation of the results are unlikely to be accepted for publication in the journal.
Arjuna Subject : -
Articles 5 Documents
Search results for , issue "Vol 4, No 2 (2009): August 2009" : 5 Documents clear
PERBANDINGAN BEBERAPA METODE ANALISIS HISTAMIN UNTUK PRODUK PERIKANAN Hedi Indra Januar
Squalen, Buletin Pascapanen dan Bioteknologi Kelautan dan Perikanan Vol 4, No 2 (2009): August 2009
Publisher : Research and Development Center for Marine and Fisheries Product Processing and Biotechnol

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.15578/squalen.v4i2.150

Abstract

Studi ini  bertujuan  untuk  membandingkan  beberapa  metode dalam penentuan kadar amina  biogenik histamin. Diketahui, kadar histamin merupakan salah satu parameter yang penting  sebagai  standar  kualitas  produk  perikanan. Metode yang dibandingkan meliputi metode menggunakan spektrofluorometri, High Performance Liquid Chromatography (HPLC), Enzyme Linked Immunosorbent  Assay (ELISA), dan Capillary Electrophoresis/Capillary Zone Electrophoresis (CE/CZE). Hasil perbandingan menunjukkan bahwa baik dari sisi ketidakpastian yang mungkin ditimbulkan dari metodenya serta hasil uji kelayakan laboratorium di Eropa, metode HPLC derivatisasi post-kolom merupakan metode yang optimal saat ini untuk menentukan kadar histamin secara kuantitatif. Akan tetapi, untuk pertimbangan efisiensi waktu, maka studi ini mengusulkan bahwa penggabungan metode ELISA kualitatif dan HPLC kuantitatif sangat baik  dijadikan sebagai standar metode penentuan histamin di laboratorium pengujian produk perikanan.
TEKNIK IDENTIFIKASI MIKROORGANISME SECARA MOLEKULER Gintung Patantis; Yusro Nuri Fawzya
Squalen, Buletin Pascapanen dan Bioteknologi Kelautan dan Perikanan Vol 4, No 2 (2009): August 2009
Publisher : Research and Development Center for Marine and Fisheries Product Processing and Biotechnol

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.15578/squalen.v4i2.146

Abstract

Akhir-akhir ini bioprospeksi mikroorganisme laut semakin populer dan banyak  diminati karena potensinya yang menjanjikan sebagai sumber komponen bioaktif baru. Identifikasi mikroorganisme merupakan salah satu tahapan yang penting dalam bioprospeksi. Perkembangan identifikasi mikroba diawali dengan identifikasi melalui ciri-ciri morfologi, fisiologi, dan metabolisme. Namun adanya kekurangan-kekurangan metode ini yaitu berupa ketidakakuratan dan waktu identifikasi yang lama menjadikan metode secara molekuler lebih berkembang. Pada bakteri, 16S ribosom deoxyribonucleic acid (rDNA) mempunyai daerah sekuen yang konservatif sehingga dapat digunakan untuk menduga hubungan kekerabatan secara alami  antar  spesies. Sedangkan pada kapang digunakan 18S rDNA dan daerah internal transcribed spacer (ITS) untuk identifikasinya. Tahapan identifikasi dengan metode molekuler meliputi ekstraksi deoxyribonucleic acid (DNA), amplifikasi DNA, sekuensing, analisis hasil sekuen, dan pembuatan pohon filogenetik. Balai Besar Riset Pengolahan Produk dan Bioteknologi Kelautan dan Perikanan (BBRP2B-KP) memiliki  koleksi mikroba potensial penghasil enzim kitosanase, kitinase, dan protease dari berbagai sampel dari lingkungan laut. Berdasarkan pohon filogenetik  beberapa isolat koleksi memiliki kemiripan 87–96% dengan Staphylococcus caprae, Stenotrophomonas maltophilia, Acinetobacter sp., Bacillus licheniformis, Geobacillus stearothermophilus.
KANDUNGAN DAN KOMPOSISI PIGMEN RUMPUT LAUT SERTA POTENSINYA UNTUK KESEHATAN Windu Merdekawati; A.B. Susanto
Squalen, Buletin Pascapanen dan Bioteknologi Kelautan dan Perikanan Vol 4, No 2 (2009): August 2009
Publisher : Research and Development Center for Marine and Fisheries Product Processing and Biotechnol

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.15578/squalen.v4i2.147

Abstract

Rumput laut merupakan tumbuhan laut yang berpotensi sebagai sumber pangan dan obat-obatan. Tumbuhan ini mengandung polisakarida yang banyak digunakan sebagai bahan pangan. Rumput laut juga kaya akan senyawa yang bermanfaat bagi kesehatan diantaranya yaitu pigmen, yang dihasilkan oleh rumput laut merah (Rhodophyceae), rumput laut hijau (Chlorophyceae), dan rumput laut coklat (Phaeophyceae). Setiap jenis rumput laut mempunyai pigmen yang spesifik dengan komposisi yang berbeda. Beberapa hasil penelitian menunjukkan bahwa kandungan dan komposisi pigmen rumput laut diantaranya terdapat pada jenis Kappaphycus alvarezii, Caulerpa sp., dan Sargassum sp. Pada Kappaphycus alvarezii, terdapat beberapa jenis pigmen yaitu karoten (0,947%), turunan klorofil (16,418%), klorofil a (74,920%), xantofil (7,715%). Caulerpa sp. mengandung karoten (0,294 %), turunan klorofil (18,731%), klorofil a (26,817%), klorofil b (12,906%), dan xantofil (29,758%). Sargassum sp. mengandung b-karoten (1,49%), fukoxantin (20,95 %), klorofil a (52,82%), klorofil c (1,05 %),  turunan klorofil (15,23%) serta xantofil (8,46%).
PENGGUNAAN RETORT POUCH UNTUK PRODUK PANGAN SIAP SAJI Murniyati, Murniyati
Squalen, Buletin Pascapanen dan Bioteknologi Kelautan dan Perikanan Vol 4, No 2 (2009): August 2009
Publisher : Research and Development Center for Marine and Fisheries Product Processing and Biotechnol

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.15578/squalen.v4i2.148

Abstract

Retort pouch adalah kemasan fleksibel berbentuk pouch atau kantong yang digunakan untuk mengemas produk pangan siap santap (Meal Ready to Eat). Kemasan tersebut dibuat dari laminasi aluminium foil dan polimer, tahan terhadap proses sterilisasi. Pengemas retort pouch telah banyak digunakan pada produk sterilisasi ikan untuk menggantikan kaleng. Pengemas semacam kaleng harganya relatif mahal, sehingga menyebabkan harga produk yang dikemas dengan pengemas tersebut menjadi mahal. Dengan berkembangnya retort pouch processing, proses menjadi lebih efisien, produk bisa dipanaskan terlebih dahulu dengan memasukkan ke dalam air mendidih sebelum dikonsumsi. Retort pouch dengan bentuk yang tipis memungkinkan untuk mengurangi waktu pemanasan, dengan demikian dapat menghindari over cooking. Produk yang dihasilkan mempunyai warna yang lebih baik, tekstur kompak, dan tidak terjadi susut gizi. Produsen dapat mengurangi energi yang diperlukan untuk produksi retort pouch dibandingkan dengan kaleng. Selain beberapa keunggulannya, retort pouch juga memiliki kelemahan atau kendala. Kendala yang utama adalah modal yang besar untuk penyediaan mesin khusus dan proses pengisian yang lebih lambat dan kompleks dibandingkan dengan kaleng.
PENANGANAN DAN DIVERSIFIKASI PRODUK OLAHAN KERANG HIJAU Murdinah Murdinah
Squalen, Buletin Pascapanen dan Bioteknologi Kelautan dan Perikanan Vol 4, No 2 (2009): August 2009
Publisher : Research and Development Center for Marine and Fisheries Product Processing and Biotechnol

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.15578/squalen.v4i2.149

Abstract

Kerang hijau merupakan salah satu komoditas dari kelompok kekerangan (shellfish) yang sudah dikenal masyarakat, selain kerang darah (Anadara granosa),  kijing Taiwan (Anodonta sp), dan kerang bulu (Anadara inflata). Kerang hijau telah berhasil dibudidayakan dan dapat dipanen setelah 6–7 bulan. Potensi kerang hijau di Indonesia cukup tinggi dan tersebar di beberapa perairan di Indonesia. Kerang hijau mengandung protein sekitar 16,7–21,9%, kaya akan asam amino esensial (arginin, leusin, lisin) dan mengandung mineral kalsium, fosfat, yodium, tembaga. Kerang hijau mengandung daging sekitar 30% dari  bobot keseluruhan dan mempunyai nilai gizi yang tinggi, dengan demikian kerang hijau berpotensi sebagai sumber protein hewani yang relatif murah dibanding ikan. Penanganan terhadap kerang hijau agar aman dikonsumsi dapat dilakukan dengan cara pengurangan kandungan logam berat dengan perendaman dalam larutan kitosan 1,5% selama 3 jam dan teknik depurasi untuk menurunkan kandungan bakteri kerang hijau. Diversifikasi  produk olahan merupakan salah satu cara untuk meningkatkan konsumsi kerang hijau di masyarakat dalam rangka meningkatkan asupan protein dan meningkatkan pendayagunaan hasil perikanan untuk diolah menjadi produk baru sebagai makanan bernilai gizi tinggi, enak, murah, dan mudah didapat. Produk inovatif olahan kerang hijau diantaranya kamaboko, kerupuk,  kerang  rebus  dengan  pewarna  alami, hidrolisat protein, dan pasta condiment. Produk inovatif kerang hijau tersebut mempunyai peluang dikembangkan menjadi komoditi ekspor.

Page 1 of 1 | Total Record : 5


Filter by Year

2009 2009


Filter By Issues
All Issue Vol 18, No 1 (2023): May 2023 Vol 17, No 3 (2022): December 2022 Vol 17, No 2 (2022): August 2022 Vol 17, No 1 (2022): May 2022 Vol 16, No 3 (2021): December 2021 Vol 16, No 2 (2021): August 2021 Vol 16, No 1 (2021): May 2021 Vol 15, No 3 (2020): December 2020 Vol 15, No 2 (2020): August 2020 Vol 15, No 1 (2020): May 2020 Vol 14, No 3 (2019): December 2019 Vol 14, No 2 (2019): August 2019 Vol 14, No 1 (2019): May 2019 Vol 13, No 3 (2018): December 2018 Vol 13, No 2 (2018): August 2018 Vol 13, No 1 (2018): May 2018 Vol 12, No 3 (2017): December 2017 Vol 12, No 3 (2017): December 2017 Vol 12, No 2 (2017): August 2017 Vol 12, No 2 (2017): August 2017 Vol 12, No 1 (2017): May 2017 Vol 12, No 1 (2017): May 2017 Vol 11, No 3 (2016): December 2016 Vol 11, No 2 (2016): August 2016 Vol 11, No 2 (2016): August 2016 Vol 11, No 1 (2016): May 2016 Vol 10, No 3 (2015): December 2015 Vol 10, No 2 (2015): August 2015 Vol 10, No 2 (2015): August 2015 Vol 10, No 1 (2015): May 2015 Vol 10, No 1 (2015): May 2015 Vol 9, No 3 (2014): December 2014 Vol 9, No 2 (2014): August 2014 Vol 9, No 1 (2014): May 2014 Vol 9, No 1 (2014): May 2014 Vol 8, No 3 (2013): December 2013 Vol 8, No 2 (2013): August 2013 Vol 8, No 1 (2013): May 2013 Vol 8, No 1 (2013): May 2013 Vol 7, No 3 (2012): December 2012 Vol 7, No 3 (2012): December 2012 Vol 7, No 2 (2012): August 2012 Vol 7, No 1 (2012): May 2012 Vol 6, No 3 (2011): December 2011 Vol 6, No 2 (2011): August 2011 Vol 6, No 1 (2011): May 2011 Vol 6, No 1 (2011): May 2011 Vol 5, No 3 (2010): December 2010 Vol 5, No 2 (2010): August 2010 Vol 5, No 1 (2010): May 2010 Vol 5, No 1 (2010): May 2010 Vol 4, No 3 (2009): December 2009 Vol 4, No 3 (2009): December 2009 Vol 4, No 2 (2009): August 2009 Vol 4, No 2 (2009): August 2009 Vol 4, No 1 (2009): May 2009 Vol 3, No 2 (2008): December 2008 Vol 3, No 1 (2008): June 2008 Vol 2, No 2 (2007): December 2007 Vol 2, No 2 (2007): December 2007 Vol 1, No 1 (2006): December 2006 Article in Press More Issue