cover
Contact Name
Yushak Soesilo
Contact Email
yushak@sttintheos.ac.id
Phone
-
Journal Mail Official
jurnal.dunamis@sttintheos.ac.id
Editorial Address
-
Location
Kota surakarta,
Jawa tengah
INDONESIA
DUNAMIS: Jurnal Teologi dan Pendidikan Kristiani
ISSN : 25413937     EISSN : 25413945     DOI : -
DUNAMIS: Jurnal Teologi dan Pendidikan Kristiani dengan nomor ISSN 2541-3937 (print), ISSN 2541-3945 (online) diterbitkan oleh Sekolah Tinggi Teologi Intheos Surakarta. Tujuan dari penerbitan jurnal ini adalah untuk mempublikasikan hasil kajian ilmiah dan penelitian dalam bidang ilmu Teologi Kristen, terutama yang bercirikan Injili-Pentakosta, dan bidang Pendidikan Kristiani.
Arjuna Subject : -
Articles 196 Documents
Memahami Kesia-sian dalam Kitab Pengkhotbah Yohanes Krismantyo Susanta
DUNAMIS: Jurnal Teologi dan Pendidikan Kristiani Vol 2, No 1 (2017): Oktober 2017
Publisher : Sekolah Tinggi Teologi Intheos Surakarta

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.30648/dun.v2i1.124

Abstract

Abstract: This paper is an attempt to understand a phrase in the  book of Ecclesiastes which is often-misunderstood that  "a lot of learning makes the body to be weary." Using the biblical approach, it argued that the tone of skepticism in the book needs to be re-understood. The phrase does not justify the lazy nature; Instead it becomes a rebuke and an invitation for believers not to rely on human reason and wisdom but to rely on God, the owner of life. Abstrak: Tulisan ini merupakan usaha memahami sebuah ungkapan dalam kitab pengkhotbah yang seringkali disalahpahami yaitu “banyak belajar melelahkan badan.” Dengan memanfaatkan pendekatan biblika, saya berpendapat bahwa nada skeptis dalam kitab ini perlu dipahami ulang. Ungkapan tersebut tidak membenarkan sifat malas; justru ia menjadi teguran sekaligus ajakan bagi orang beriman agar tidak mengandalkan akal budi dan hikmat manusia melainkan tetap bersandar kepada Allah, sang pemilik kehidupan.
Evaluasi Seratus Hari Periode Kedua Pemerintahan Presiden Joko Widodo Melalui Peristiwa Penobatan Saul sebagai Raja Jozef M.N. Hehanussa
DUNAMIS: Jurnal Teologi dan Pendidikan Kristiani Vol 4, No 2 (2020): April 2020
Publisher : Sekolah Tinggi Teologi Intheos Surakarta

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.30648/dun.v4i2.237

Abstract

Abstract. Saul as the first king of Israel is often regarded as a king who was rejected by God. According to 1 Samuel 13, he had acted against the will of God as Samuel had reminded. However, from a different perspective can be found the good values of King Saul’s leadership. The author used the narrative interpretation method of 1 Samuel 10-11 in order to explore the positive values of King Saul's leadership which were then used as an evaluation for 100 days of the second period of President Joko Widodo's reign. The result is President Joko Widodo's efforts in building peace should be appreciated, but in upholding justice and human rights leave an unsatisfactory record.Abstrak. Saul sebagai raja pertama Israel sering dianggap sebagai raja yang ditolak oleh Allah. Menurut 1 Samuel 13, dia telah bertindak melawan kehendak Tuhan yang telah diingatkan oleh Samuel. Namun demikian, dari perspektif yang berbeda dapat ditemukan nilai-nilai kepemimpinan yang baik dari Raja Saul. Penulis menggunakan metode tafsir naratif terhadap 1 Samuel 10-11 dalam rangka menggali nilai-nilai positif dari kepemimpinan Raja Saul tersebut yang kemudian digunakan sebagai evaluasi bagi 100 hari periode kedua pemerintahan Presiden Joko Widodo. Hasilnya adalah dalam hal upaya Presiden Joko Widodo untuk menciptakan damai sejahtera patut diapresiasi, namun dalam hal tanggung jawab untuk menegakkan keadilan dan HAM masih menjadi catatan yang belum memuaskan.
Berteologi Kontekstual dari Sasi Humah Koin di Fena Waekose – Pulau Buru Resa Dandirwalu; J. B. Banawiratma; Daniel K. Listijabudi
DUNAMIS: Jurnal Teologi dan Pendidikan Kristiani Vol 5, No 2 (2021): April 2021
Publisher : Sekolah Tinggi Teologi Intheos Surakarta

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.30648/dun.v5i2.502

Abstract

Abstract. This article departed from the reality of forest exploitation on Buru Island by the community, the operation of PT. Gema Sanubari and the plywood industry in 1980, so that most of the forest became deforested. This article aimed to construct an ecotheology that derives from the values contained in sasi humah koin, in the context of nature conservation efforts. This study was conducted by qualitative method, by collecting data through in-depth interviews with the king, traditional figures, and community leaders in Fena Waekose. Based on the analysis carried out, the sasi humah koin contain value and at the same time can be an instrument in nature preservation effort. Thus, it can be concluded that Christian theology can dialogue with local wisdom that will give poser in nature conservation.Abstrak. Artikel ini mengacu dari realitas eksploitasi hutan di Pulau Buru oleh masyarakat, hadirnya PT. Gema Sanubari dan industri kayu lapis pada tahun 1980, sehingga sebagian besar hutan menjadi gundul. Tujuan artikel ini adalah mengembangkan ekoteologi yang bersumber dari nilai yang terkandung dalam sasi humah koin, dalam rangka upaya pelestarian alam. Penelitian ini menggunakan metode kualitatif, dengan pengambilan data melalui wawancara mendalam dengan Raja, Tokoh Adat, dan Tokoh Masyarakat di Fena Waekose. Berdasarkan analisis yang dilakukan, sasi humah koin mengandung nilai dan sekaligus dapat menjadi instrument dalam upaya pelestarian alam. Dengan demikian, dapat disimpulkan bahwa teologi Kristen dapat berdialog dengan kearifan lokal untuk menjadi kekuatan dalam pelestarian alam.
Pertobatan di Dalam Philokalia: Artikel Ulasan Hendi Wijaya
DUNAMIS: Jurnal Teologi dan Pendidikan Kristiani Vol 3, No 1 (2018): Oktober 2018
Publisher : Sekolah Tinggi Teologi Intheos Surakarta

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.30648/dun.v3i1.174

Abstract

Abstract. This is a review article of repentance according to the writers of Philokalia. Philokalia is a collection of texts written between the fourth and fifteenth centuries by monks and Church Fathers from the Orthodox Christian tradition. Repentance is a process of renewing the inner man with tears so that the outer man is being process of holy before God and mature in Christ. There are two main points of the review: the process of repentance and the results of repentance. The process of repentance is the renewal of NOUS to Christ's maturity so that our NOUS or the intellect is not subject to the body or the desires of the flesh. The result of repentance is the sanctity of life and baptism in truth.Abstrak. Artikel ini adalah sebuah ulasan tentang pertobatan menurut pandangan para Bapa Gereja dalam buku Philokalia. Philokalia adalah kumpulan teks yang ditulis antara abad keempat sampai kelima belas oleh para rahib dan Bapa Gereja dalam tradisi Kristen Ortodoks. Pertobatan adalah suatu proses pembaruan manusia batiniah dengan air mata sehingga manusia lahiriah kembali menjadi kudus di hadapan Allah menuju kedewasaan ke arah Kristus. Ada 2 hal pokok pembahasan yaitu proses pertobatan dan hasil pertobatan. Proses pertobatan adalah pembaruan NOUS menuju kedewasaan seperti Kristus sehingga NOUS atau the intellect kita tidak takluk pada tubuh atau keinginan daging. Hasil pertobatan adalah kesucian hidup di dalam kebenaran dan pengudusan baptisan.
Merumuskan Etika Politik Kristen dalam Era Gangguan Terorisme di Indonesia Paulus Eko Kristianto
DUNAMIS: Jurnal Teologi dan Pendidikan Kristiani Vol 3, No 2 (2019): April 2019
Publisher : Sekolah Tinggi Teologi Intheos Surakarta

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.30648/dun.v3i2.186

Abstract

Abstract. Disruption of terrorism was a serious thing that threatens the life of nationalism in Indonesia. This disorder must be responded quickly and precisely as soon as possible. This article aimed to formulate one of the steps that could be taken, namely by building relevant Christian political ethics. The method used was descriptive analysis of various related literature that addresses this theme. In conclusion, Christian political ethics that have to be practiced by Christians is to develop an open understanding of "the other", including developing neighbouring theology.Abstrak. Gangguan terorisme merupakan hal yang serius mengancam kehidupan berbangsa di Indonesia. Gangguan ini harus direspon dengan cepat dan tepat sesegera mungkin. Artikel ini bertujuan untuk merumuskan salah satu langkah yang bisa dilakukan yakni dengan membangun etika politik Kristen yang relevan. Metode yang digunakan adalah deskriptif analisis pada berbagai literaur terkait yang membahas tema ini. Kesimpulannya, etika politik Kristen yang harus diamalkan orang Kristen yaitu membangun pemahaman terbuka terhadap “sang liyan”, termasuk mengembangkan teologi pertetanggaan.
Tidak Patut Mendidik Menurut Jalan yang Patut: Studi Eksegesis Amsal 22:6 Jusuf Haries Kelelufna
DUNAMIS: Jurnal Teologi dan Pendidikan Kristiani Vol 5, No 1 (2020): Oktober 2020
Publisher : Sekolah Tinggi Teologi Intheos Surakarta

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.30648/dun.v5i1.310

Abstract

Abstract. Proverbs 22:6 is generally understood as providing assurance of the good results when the education process was carried out properly. However, the reality is that there is good people who is basicly not highly educated, on the other hand, there is people who is well educated but having bad behavior. The purpose of this study was to explore the true meaning of good education for young people. The approach taken was exegesis to Proverbs 22:6 by analyzing the lexical, context and syntax of the Hebrew grammar. The result of the analysis showed that good education did not always end up good results because it was influenced by many factors in education process.Abstrak. Amsal 22:6 pada umumnya dipahami sebagai memberikan kepastian hasil didikan yang baik jika proses didikannya dilakukan dengan baik. Namun demikian, realitasnya ada orang baik namun tidak berpendidikan tinggi, dan sebaliknya, ada orang yang berpendidikan tinggi namun berperilaku buruk. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk menggali maksud sebenarnya didikan yang baik bagi orang muda. Pendekatan yang dilakukan adalah eksegesis terhadap Amsal 22:6 dengan cara menganalisis leksikal, konteks serta sintaks tata bahasa Ibraninya. Hasil analisis menunjukkan bahwa didikan yang baik tidak selalu menghasilkan yang baik oleh karena pendidikan dipergaruhi juga oleh banyak faktor.
Khotbah Pengajaran Versus Khotbah Kontemporer Kevin Tonny Rey
DUNAMIS: Jurnal Teologi dan Pendidikan Kristiani Vol 1, No 1 (2016): Oktober 2016
Publisher : Sekolah Tinggi Teologi Intheos Surakarta

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.30648/dun.v1i1.100

Abstract

Khotbah merupakan bagian dari proses ibadah di gereja yang bertujuan memberikan penjelasan kepada warga gereja. Namun demikian, beberapa kotbah yang disampaikan bukannya memberikan penjelasan yang alkitabiah sebaliknya hanya memberikan pernyataan-pernyataan yang ambigu dan ambivalensi, bahkan cenderung provokatif. Khotbah yang disampaikan kiranya kembali pada pola alkitabiah, yaitu khotbah pengajaran seperti yang dilakukan Tuhan Yesus Kristus dan para rasul. Khotbah pengajaran berorientasi pada berita Alkitab yang memiliki wibawa ilahi. Khotbah pengajaran bukanlah kotbah yang memberikan banyak alasan-alasan tertentu, tetapi yang memiliki makna teologi dan aplikatif.Disisi lain, khotbah kontemporer telah diterima dengan tangan terbuka oleh beberapa gereja yang tingkat pemahaman terhadap Alkitab dan iman Kristen masih sah untuk dipertanyakan. Hal itu tidak menjadikan gereja tersebut memiliki perspektif negatif, melainkan semakin meningkatkan kesadaran teologis secara normatif; apakah khotbah yang disampaikan selama ini sudah sehat atau menjadi beban warga gereja sehingga tidak memberikan pertumbuhan spiritualitas seperti yang diharapkan. Kajian ini bersifat eksplanatif-argumentatif, tentang khotbah pengajaran versus khotbah kontemporer, sehingga pada akhirnya pembaca mampu merekonstruksi makna kotbah yang selama ini telah dihidupi dan menghidupkan dalam kehidupannya sehari-hari. Sermon is one of element in church service, which aim to explain the people of God. Nevertheless, some sermons preached not to give biblical explanation, otherwise make some ambiguous, even tend to be provocatively. Sermon presumably back to biblical pattern, that is a teaching sermon what Jesus ever did and also with the apostles. Teaching sermon is biblical oriented, which has divine authority. It is not about giving many reasons, but having theological sense and applicable. In other side, contemporary sermon has been received with hand opened by some churches which their biblical understanding is proper to be questioned. That doesn’t make the church has negative perspective, but more increases theological awareness normatively; either sermon has been preached sensely or become burden for God’s people, so they couldn’t grow up spiritually as expected. This article explains argumentatively about teaching sermon versus contemporary one, which at least the reader can reconstructing the meaning of sermon that has been lived within and living by in daily life.
Sebuah Analisis Terhadap Problematika Ajaran Restorasi Berkaitan Dengan Konsep Bumi Baru Yudi Jatmiko
DUNAMIS: Jurnal Teologi dan Pendidikan Kristiani Vol 2, No 2 (2018): April 2018
Publisher : Sekolah Tinggi Teologi Intheos Surakarta

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.30648/dun.v2i2.161

Abstract

Abstraks. The second coming of Christ is an event inalienable to mankind. In addition to declaring punishment for unbelievers, His second coming also fulfils the presence of a new heaven and earth in which the righteous will reign with Christ forever. Of this, the Bible records that "the heavens shall vanish with a great rumbling, and the elements of the world shall burn in the flames, and the earth and all that is therein shall pass away." But on the other hand, the view of restoration clearly teaches that the old heavens and the earth will not be totally destroyed, but renewed. Thus the problem arises: how could both of these things - the biblical concept of the new earth and the doctrine of restoration - be a harmonious truth? This paper seeks to explain and discuss the problematic teaching of the restoration in relation to the concept of the new earth. Through this paper the author hopes to elaborate the problematic of this topic clearly, especially regarding the alleged contradictions that exist. In addition, critical analysis is conducted to produce responsible solutions that contribute significantly to the study of eschatology, in which the authors believe that the teaching of restoration and the concept of the new earth is a harmonious and biblical truth.Abstrak. Kedatangan Kristus kedua kali merupakan peristiwa yang tidak dapat dielakkan oleh umat manusia.  Selain untuk menyatakan penghukuman bagi orang yang tidak percaya, kedatangan-Nya yang kedua juga menggenapi hadirnya langit dan bumi yang baru di mana orang benar akan memerintah bersama dengan Kristus selama-lamanya.  Mengenai hal ini, Alkitab mencatat bahwa “langit akan lenyap dengan gemuruh yang dahsyat dan unsur-unsur dunia akan hangus dalam nyala api, dan bumi dan segala yang ada di atasnya akan hilang lenyap.”  Namun di sisi yang lain, pandangan restorasi dengan jelas mengajarkan bahwa langit dan bumi yang lama tidak akan dihancurkan secara total, melainkan diperbaharui.  Dengan demikian timbul masalah: bagaimana mungkin kedua hal ini – konsep Alkitab tentang bumi yang baru dan ajaran restorasi – merupakan kebenaran yang harmonis?    Tulisan ini berusaha memaparkan dan mendiskusikan problematika ajaran restorasi berkaitan dengan konsep bumi yang baru.  Melalui tulisan ini penulis berharap dapat menguraikan problematika topik ini dengan jelas, khususnya mengenai dugaan kontradiksi yang ada.  Selain itu, analisis kritis yang dilakukan diharapkan menghasilkan solusi yang bertanggungjawab sehingga memberikan kontribusi yang signifikan bagi studi eskatologi, dimana penulis meyakini bahwa ajaran restorasi dan konsep bumi baru merupakan kebenaran yang harmonis dan alkitabiah.
“Aku Yang Bisu Telah Bersuara”: Tafsir Feminis Terhadap Yohanes 7:53-8:1-11 Rahel Salmanu; Febby Nancy Patty; Marlen T. Alakaman
DUNAMIS: Jurnal Teologi dan Pendidikan Kristiani Vol 5, No 2 (2021): April 2021
Publisher : Sekolah Tinggi Teologi Intheos Surakarta

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.30648/dun.v5i2.302

Abstract

Abstract. Theviolence and injustice that often occurs toward women is partly due tobiased Bible texts interpretation and sometimes androcentric. For example, John 7: 53-8: 1-11, about a woman who was committed an adultery,the interpretation, by the traditional approach, emphasizes on Jesus’ act of love and forgiveness toward the woman. This article aimed to explore the narration from the perspective of feminist by using E.S. Fiorenza methodology to uncover the woman's silence in the text. Through this study, it was found that the silence act of the women is for describing a patriarchal culture that dominates and unfair to women. Jesus' defense to this woman was at the same time as a critique for the dominant oppressive power.Abstrak. Praktik kekerasan dan ketidakadilan yang sering terjadi terhadap kaum perempuan salah satunya karena penafsiran terhadap teks-teks Alkitab yang bias dan berfokus pada sudut pandang kaum laki-laki (androsentris). Sebagai contoh teks Yohanes 7:53-8:1-11 tentang perempuan yang berzinah, dalam pendekatan tradisional, fokus penafsiran menekankan aspek iman yang hanya berfokus pada karya Yesus melalui tindakan kasih dan pengampunan terhadap perempuan tersebut. Artikel ini berupaya menelisik sisi yang berbeda yakni dari perspektif perempuan (korban), dengan menggunakan langkah metodologis yang digunakan oleh E.S. Fiorenza untuk mengungkapkan makna kebisuan perempuan dalam teks tersebut. Melalui kajian tersebut diperoleh makna bahwa kebisuan perempuan tersebut menggambarkan budaya patriarkhi yang mendominasi dan tidak adil terhadap kaum perempuan. Pembelaan Yesus terhadap perempuan tersebut sekaligus sebagai kritik terhadap kekuasaan dominan yang menindas.
Sebuah Analisis terhadap Problematika Impekabilitas Kristus Berkaitan dengan Realitas Pencobaan yang Kristus Alami Yudi Jatmiko
DUNAMIS: Jurnal Teologi dan Pendidikan Kristiani Vol 5, No 2 (2021): April 2021
Publisher : Sekolah Tinggi Teologi Intheos Surakarta

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.30648/dun.v5i2.411

Abstract

Abstract. Christ's victory over trials is an example, comfort, and assurance of believers' victory over their trials. Regarding His human nature, it was clear that the trials which Christ experienced were real trials. Yet the doctrine of Christ's impeccability, based on His divine nature, affirms that Christ was not only sinless, but could not sin also. From the point the problem arises: how can these two concepts - the reality of Christ's temptation and impeccability - be harmonized? Through a literature review carried out by discussing various opinions, both those that support the impeccability and those that reject it, it was concluded that there was no contradiction between Christ's impeccability and the reality of the trials he experienced. The impeccability of Christ is the essence of his eligibility to be our High Priest.Abstrak. Kemenangan Kristus atas pencobaan merupakan teladan, penghiburan, dan jaminan akan kemenangan orang-orang percaya atas pencobaan yang mereka alami. Berkaitan dengan natur kemanusiaan-Nya, tampak jelas bahwa pencobaan yang Kristus alami adalah pencobaan yang nyata. Namun doktrin impekabilitas Kristus, dengan berpijak pada natur ilahi-Nya, menegaskan bahwa Kristus bukan hanya tidak berdosa, tetapi Ia tidak dapat berdosa. Dengan demikian timbul masalah: bagaimana mungkin kedua hal ini – realitas pencobaan dan impekabilitas Kristus – merupakan kebenaran yang harmonis? Melalui kajian literatur yang dijalankan dengan cara mendiskusikan berbagai pendapat, baik yang mendukung pandangan impekabilitas maupun yang menolak, disimpulkan bahwa tiada kontradiksi antara impekabilitas Kristus dengan realitas pencobaan yang Ia alami. Impekabilitas Kristus sebagai esensi kelayakannya menjadi Imam Agung bagi kita.

Page 1 of 20 | Total Record : 196