cover
Contact Name
-
Contact Email
-
Phone
-
Journal Mail Official
-
Editorial Address
-
Location
Kota medan,
Sumatera utara
INDONESIA
Al-MARSHAD: Jurnal Astronomi Islam dan Ilmu-Ilmu Berkaitan
ISSN : 24425729     EISSN : 25982559     DOI : -
Core Subject : Science, Education,
Al-Marshad: Jurnal Astronomi Islam dan Ilmu-Ilmu Berkaitan, published by the Observatorium Ilmu Falak, University of Muhammadiyah Sumatera Utara (UMSU), Medan, Indonesia, which includes articles on the scientific research field of Islamic astronomy observatory and others. Al-Marshad: Jurnal Astronomi Islam dan Ilmu-Ilmu Berkaitan accepts manuscripts in the field of research includes scientific fields relevant to: Islamic astronomy observatory and others. Al-Marshad: Jurnal Astronomi Islam dan Ilmu-Ilmu Berkaitan published Twice a year in June and December.
Arjuna Subject : -
Articles 113 Documents
Pemikiran Thomas Djamaluddin tentang Salat dan Puasa di Daerah Dekat Kutub Rizalludin ,
Al-Marshad: Jurnal Astronomi Islam dan Ilmu-Ilmu Berkaitan Vol 4, No 1 (2018)
Publisher : University of Muhammadiyah Sumatera Utara

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (428.643 KB) | DOI: 10.30596/jam.v4i1.1938

Abstract

With the development of science of hisab today, the time of prayer and fasting can be calculated because the movement of the Sun is relatively fixed. This only applies to areas that have normal day and night turns. However, in extreme areas with latitudes greater than 48° (areas close to the poles), continuous twilight may occur namely continuous twilight and dawn light may even occur at late night so that early dawn and sunset to begin and break the fasting can not be determined. Responding to the issue, some argues that the practice of prayer is worshiped with people who fall asleep while fasting is replaced in other months. Another opinion suggests that to follow the time in the surrounding normal area or follow the areas where the sharia came down, namely Mecca and Medina. Those opinions have imperfect weaknesses in performing Ramadan because it can happen one full month of Ramadan that people can not carry out fasting and the prayer times between different regions vary due to the ever-moving circulation of the Sun. Meanwhile, Thomas Djamaluddin offers a time interpolation solution by taking into account the time before and after the extreme time so that the obligation of five-time prayers can still be held every day and fasting is held in Ramadan. However, this opinion has a weakness that the implementation of isya and subuh prayer and fasting is not appropriate to shari'ah because it is held in the light of twilight is still visible. Keyword: Prayer, Fasting, Areas Near The Poles.
DISKUSI MENGENAI ARGUMENTASI ULAMA PRA-MODERN DALAM MENOLAK HISAB Muhamad Rofiq Muzakkir
Al-Marshad: Jurnal Astronomi Islam dan Ilmu-Ilmu Berkaitan Vol 1, No 1 (2015)
Publisher : University of Muhammadiyah Sumatera Utara

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (126.412 KB) | DOI: 10.30596/jam.v1i1.736

Abstract

Tulisan ini memaparkan tujuh argumen yang digunakan oleh sarjana-sarjana Islam pra-modern dalam menolak hisab.Tujuh argumen tersebut ditampilkan dari sumber-sumber primer (kutub at-turats) dari lintas mazhab. Masing-masing deskripsi argumen tersebut kemudian diikuti dengan diskusi kritis yang dikutip dari pemikiran ahli-ahli hukum Islam kontemporer.Kata Kunci: Hisab, Rukyat, Mazhab Fikih, Diskusi Kritis.
Ketajaman Mata Dalam Kriteria Visibilitas Hilal Muhammad Faishol Amin
Al-Marshad: Jurnal Astronomi Islam dan Ilmu-Ilmu Berkaitan Vol 3, No 2 (2017)
Publisher : University of Muhammadiyah Sumatera Utara

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (133.521 KB) | DOI: 10.30596/jam.v3i2.1526

Abstract

Abstrak Dalam kriteria visibilitas hilal, ada beberapa faktor yang seharusnya menjadi variabel pendukung dalam perumusan kriteria, diantaranya adalah faktor konfigurasi benda langit (Astronomi), Geografi, Meteorologi dan kualitas instrumen, dalam hal ini kualitas instrumen dapat berupa teleskop dan juga organ mata sebagai subjek utama dalam rukyatul hilal, yang nantinya akan berhubungan dengan faktor akuitas mata (ketajaman mata). Berdasarkan praktek dilapangan, kriteria visibilitas hilal ini tidak pernah menerapkan faktor ketajaman mata sebagai acuan perumusannya, namun Judhistira Aria Utama bersama Binta Yunita sempat meneliti tentang hal tersebut, ia mengkaji faktor ketajaman mata dan penerapannya dalam kriteria visibilitas hilal Kastner. Ia juga berusaha untuk memecahkan kasus pengamatan hilal rekor dunia yang menurut kriteria Kastner tidak mungkin dapat diamati, tetapi dalam prakteknya berhasil untuk diamati. Dari kajian tersebut disimpulkan bahwa : 1) Faktor ketajaman mata sangat berperan penting dalam berhasil tidaknya hilal terlihat saat pengamatan, hal tersebut dikarenakan kemampuan mata tiap individu yang berbeda-beda, ada yang normal, ada yang dibawah normal (cacat), bahkan ada yang mempunyai kemampuan mata diatas normal. 2) Dalam prakteknya faktor ketajaman mata belum pernah diterapkan, baik dalam kriteria visibilitas hilal, maupun dalam penetapan awal bulan Kamariah. 3) Ketajaman mata harus dipertimbangkan dalam rukyatul hilal, meskipun hal tersebut dirasa rumit jika diterapkan dalam sebuah kriteria, namun ada alternatif lain yang bisa dipakai yaitu menjadikan faktor ketajaman mata sebagai bahan pertimbangan atau bahan verifikasi terhadap laporan hasil rukyatul hilal. Jadi dalam penerimaan atau penolakan sebuah laporan rukyatul hilal harus ada faktor ketajaman mata dari pengamat yang berhasil melihat hilal, yang menjadi pertimbangan mungkin tidaknya hilal dilihat oleh orang tersebut.Kata Kunci : Rukyatul Hilal, Ketajaman Mata, Kriteria Visibilitas Hilal
Ideal Moral Penetapan Awal Bulan Kamariah Ahmad Fadholi
Al-Marshad: Jurnal Astronomi Islam dan Ilmu-Ilmu Berkaitan Vol 3, No 1 (2017)
Publisher : University of Muhammadiyah Sumatera Utara

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (82.775 KB) | DOI: 10.30596/jam.v3i1.1071

Abstract

AbstrakFazlur Rahman sangat berkepentingan untuk membangunkan kembali kesadaran umat Islam akan tanggungjawab sejarahnya dengan fondasi moral yang kokoh. Fondasi ini, hanya mungkin  bisa diciptakan jika al-Qur’an sebagai sumber ajaran moral yang sempurna dipahami secara utuh dan padu. Untuk mendukung tujuan tersebut, maka perlu bangunan metodologi yang benar dan akurat. Harus memahaminya dengan komprehensif, bukan parsial.Perbedaan penentuan awal bulan Ramadan dan Syawal atau awal bulan lainnya seperti sudah menjadi pemandangan umum umat Islam di Indonesia. Perbedaan ini bisa menjadi rahmat namun bisa malah menjadi laknat jika muslim yang berbeda merayakan tidak mau saling menghormati dan malah jadi jurang pemisah ukhuwah. Meskipun sudah sering berbeda namun alangkah baiknya jika perbedaan ini bisa disamakan demi kepentingan bersama. Untuk menyamakan cara penentuan ini, penulis memilih model pembaharuan pemikiran Islam Fazlur Rahman dari aspek metodologinya yakni metode penafsiran double movement atau gerakan gandanya adalah respon terhadap model penafsiran  dan  pemahaman  al-Qur’an yang bersifat ‛atomistik‛ serta pemahaman dan pendekatan yang sepotong-potong  terhadap  al-Qur’an  yang  biasa  digunakan para mufassir abad pertengahan, bahkan juga para mufassir tradisional era kontemporer sekarang ini.Kata Kunci: ideal moral, awal bulan, hisab-rukyah
TRADISI ILMIAH ULAMA FALAK HARAMAIN AKHIR ABAD 19 M DAN AWAL ABAD 20 M (PROFIL SYAIKH MUHAMMAD ZEIN (W. 1388 /1967) DAN KONTRIBUSINYA DALAM ILMU FALAK) Ahmad Fauzi Ilyas
Al-Marshad: Jurnal Astronomi Islam dan Ilmu-Ilmu Berkaitan Vol 1, No 1 (2015)
Publisher : University of Muhammadiyah Sumatera Utara

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (95.056 KB) | DOI: 10.30596/jam.v1i1.741

Abstract

Para ulama yang mengajar di Haramaian di penghujung abad ke-19 dan awal abad ke-20 cukup beragam. Mereka berasal dari banyak etnis dan suku dari berbagai belahan dunia iIslam. Keahlian mereka pun bukan hanya pada satu bidang keilmuan tertentu saja, melainkan banyak bidang keilmuan Islam. Salah satu bidang keilmuan tersebut adalah ilmu falak. Ilmu ini kemudian ditransmisi ke daerah lokal masing-masing setelah mempelajarinya di Haramaian, termasuk di antaranya daerah Batubara, Provinsi Sumatera Utara, oleh syaikh Muhammad Zein Nuruddin.Kata Kunci: Syaikh Muhammad Zein, Falak, Haramain, Tradisi Ilmiah
Kalender Cina dalam Tinjauan Historis dan Astronomis Elva Imeldatur Rohmah
Al-Marshad: Jurnal Astronomi Islam dan Ilmu-Ilmu Berkaitan Vol 4, No 1 (2018)
Publisher : University of Muhammadiyah Sumatera Utara

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (363.748 KB) | DOI: 10.30596/jam.v4i1.1934

Abstract

Kalender adalah sistem pengorganisasian satuan-satuan waktu, untuk tujuan penandaan serta perhitungan waktu dalam jangka panjang. Istilah kalender dalam literatur klasik maupun kontemporer biasa disebut tarikh, takwim, almanak dan penanggalan. Bentuk kalender cukup beragam, antara lain kalender sistem matahari (solar system), kalender sistem bulan (lunar system), dan kalender sistem bulan-matahari (lunar-solar system). Kalender Cina adalah salah satu kalender yang menggunakan sistem bulan-matahari (lunar-solar system). Dalam budaya dan pengetahuan bangsa Tiongkok purba, pembuatan kalender telah dikenal sejak ribuan tahun yang lalu. Penanggalan Cina ini dikenal dengan sebutan kalender rembulan, yin li atau kalender petani (nong liek) karena diperuntukan bagi upaya untuk mengetahui perubahan musim yang terjadi terhadap siklus di bumi. Praktek ini bertujuan agar manusia bisa mengetahui gejala alam yang sedang dan akan terjadi. Perhitungan tersebut didasarkan pada perhitungan ilmu feng shui, yakni dimensi waktu yang didasarkan dari konsep ilmu astronomi tiongkok purba dan mengacu pengaruh peredaran Matahari dan Bulan terhadap Bumi. Kalender Cina dihitung berdasarkan perhitungan lama bulan mengitari bumi yaitu 29,5 hari. Tarikh ini memang bukan tarikh bulan murni karena di samping berdasarkan peredaran bulan dicocokkan pula dengan peredaran musim yang dipengaruhi letak matahari. Keyword: Kalender Cina, Historis, Astronomis.
Pemikiran Kalender Muhammad Basil ath-Tha’i Dalam Kitab “‘Ilm al-Falak wa at-Taqawim” Ahmad Fauzi
Al-Marshad: Jurnal Astronomi Islam dan Ilmu-Ilmu Berkaitan Vol 3, No 1 (2017)
Publisher : University of Muhammadiyah Sumatera Utara

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (214.325 KB) | DOI: 10.30596/jam.v3i1.1075

Abstract

AbstrakPenanggalan merupakan sebuah sistem untuk mencatat peristiwa penting atau yang bersejarah bagi manusia. Penanggalan atau yang juga disebut almanak adalah sebuah sistem perhitungan yang bertujuan untuk pengorganisasian waktu dalam periode tertentu. Kitab falak dari Timur Tengah yang membahas tentang sistem kalender salah satunya adalah kitab Ilmu Al-Falak Wa At-Taqawim. Kitab tersebut adalah kitab kontemporer karya Muhammad Basil At-Tha’i. Dalam kitab karangan At-Tha’i tersebut membahas berbagai masalah tentang astronomi secara modern dan juga kalender.Metode hisab kalender yang digunakan oleh Muhammad Basil At-Tha’i dalam kitab Ilmu Al-Falak Wa At-Taqawim termasuk metode hisab ‘urfi yang perhitungannya bisa dilakukan dengan cara yang cepat dan sederhana. Metode perhitungan pada kitab ini menggunakan tabel-tabel yang dijadikan patokan dalam hisab penentuan awal bulan kamariah. Jadi, tingkat akurasi kalender ini tergolong rendah karena metode hisabnya hanya memperhitungakan perjalanan rata-rata Bulan.Untuk kelebihan sistem kalender ini yaitu perhitungannya masih sederhana dan mudah dipelajari untuk orang-orang yang baru belajar ilmu falak. Metode hisab ini termasuk dalam kriteria hisab aritmatik yang pada prakteknya bisa diterapkan dalam pembuatan almanak sepanjang masa untuk keperluan sipil dan adminstrasi. Serta metode hisab ini juga menambah khazanah keilmuan falak. Sedangkan untuk kekurangan dalam kalender ini yaitu perhitungannya masih bersifat sangat umum dan belum akurat, sehingga tidak bisa digunakan dalam patokan beribadah.Kata Kunci: Bashil at-Tha’I, kalender, hisab
Menentukan Arah Kiblat Dengan Hembusan Angin (Perspektif Fiqh dan Sains) Nur Hidayatullah el-Banjary
Al-Marshad: Jurnal Astronomi Islam dan Ilmu-Ilmu Berkaitan Vol 2, No 1 (2016)
Publisher : University of Muhammadiyah Sumatera Utara

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (174.843 KB) | DOI: 10.30596/jam.v2i1.761

Abstract

Mengetahui arah kiblat dengan tepat dan akurat adalah hal penting bagi umat Islam, terlebih dalam konteks salat, karena menghadap kiblat (Kakbah) merupakan salah satu syarat sah salat. Di antara metode-metode penentuan arah kiblat dalam kitab-kitab fikih klasik adalah metode hembusan angin, kendati merupakan cara yang paling tidak akurat. Sejauh pengetahuan penulis, orang pertama menggunakan metode ini adalah Ibn Abbas, sahabat Rasulullah Saw. Hal ini sebagaimana yang dituliskan oleh al-Biruni tentang hubungan antara Kakbah dan angin. Ia juga berkata bahwa Ibn Abbas dan Hasan al-Bashri telah mengetahui metode ini,[1] sebagaimana dikutip oleh David A. King dari kitab “at-Tafhim” dan “Tahdid Nihayat al-Amakin li Tashih Masafat al-Masakin” karya al-Biruni.[2]Metode ini tidak diketahui banyak orang, bahkan oleh kalangan ulama falak dan astronom sekalipun. Maka sudah tentu menjadi kajian penting dan menarik untuk pengembangan hisab rukyah di Indonesia. Tujuan penelitain ini adalah, 1) bagaimana cara menentukan arah kiblat dengan hembusan angin; 2) bagaimana tingkat akurasi metode ini dan relevansinya pada saat sekarang? Penelitian ini merupakan penelitian kualitatif, yang bertumpu pada kajian pustaka (Library Research) dengan pendekatan sejarah dan filsafat, serta wawancara dengan pihak BMKG Jateng untuk menjembatani sains meteorologi Islam klasik dan sains meteorologi modern.Hasil penelitian menyebutkan bahwa metode penentuan arah kiblat dengan angin dari perspektif fikih ditempuh dengan tahapan-tahapan berikut: 1) mengetahui koordinat tempat dan posisinya dari Kakbah; 2 dan 3) mengetahui suhu udara dan temperatur udara pada saat pengukuran kiblat; 4) jika diketahui data-data tersebut, maka mengarahkan kiblat ke arah Kakbah, berpedoman pada arah angin yang berhembus. Sementara perspektif sains-nya sama saja, namun perlu dibuat alat penentuan kiblat dengan angin (Wind Qibla Finder) disertai koreksi azimut.Metode ini sangat tidak akurat, ketidak-akuratan-nya mencapai 45 derajat, bahkan lebih. Maka tidak bisa digunakan sebagai pedoman penentuan arah kiblat, kecuali dalam keadaan darurat.    Kata Kunci: Arah Kiblat, Hembusan Angin, Sains[1] David A. King, Astronomy in The Service of Islam, Britain: Variorum, 1993,  X 3; XIII 311 n. 6; XIV 83.[2] David A. King, Astronomy in The Service of Islam, Britain: Variorum, 1993,  X 7, XIII 311.
Benang Merah Penemu Teori Heliosentris: Kajian Pemikiran Ibn Al-Syāṭir Siti Nur Halimah
Al-Marshad: Jurnal Astronomi Islam dan Ilmu-Ilmu Berkaitan Vol 4, No 1 (2018)
Publisher : University of Muhammadiyah Sumatera Utara

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (419.599 KB) | DOI: 10.30596/jam.v4i1.1939

Abstract

Para tokoh astronom Muslim telah memainkan peran yang penting dalam peradaban Islam, salah satunya yaitu dalam perkembangan dan kemajuan astronomi, khususnya ilmu Falak. Beberapa dari mereka telah menyumbangkan banyak hal dalam rangka memajukan astronomi; baik dari pemikiran, buku, maupun alat pendukung untuk mempermudah astronomi dan Falak. Teori-teori para astronom Muslim ini digunakan sebagai panduan dan masih dipelajari hingga saat ini. Salah satu tokoh paling menonjol dari para astronom Muslim pada abad keempat belas adalah Ibn Al-Shāṭir. Ibn Al-Syāṭir adalah pelopor pembentukan teori heliosentris yang memecahkan teori Geosentris Ptolemy. Namun demikian, ternyata sejarah lebih akrab dengan Nicholas Copernicus sebagai penemu awal teori heliosentris. Berdasarkan hal itu, penulis ingin membahas tentang pemikiran Ibnu Al-Syāṭir dan kontribusinya terhadap kemajuan astronomi. Penulis menemukan bahwa Ibn Al-Shāṭir adalah seorang tokoh yang mengkritik teori geosentris Ptolemeus, ia memetakan gerakan planet-planet di ruang angkasa sampai teori heliosentris didirikan, sekitar 2 abad sebelum Nicolas Copernicus. Ibnu Al-Syāṭir berhasil menulis beberapa buku seperti Nihāyat al-Sūl Fi Tashih al-Usul serta menciptakan alat pendukung dalam astronomi dan Falak; astrolabe dan sundial (jam matahari).Keyword: Ibn Al-Syāṭir, ilmu falak, teori heliosentris.
KRITERIA VISIBILITAS HILAL RUKYATUL HILAL INDONESIA (RHI) (KONSEP, KRITERIA, DAN IMPLEMENTASI) Mutoha Arkanudin; Ma’rufin Sudibyo
Al-Marshad: Jurnal Astronomi Islam dan Ilmu-Ilmu Berkaitan Vol 1, No 1 (2015)
Publisher : University of Muhammadiyah Sumatera Utara

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (80.184 KB) | DOI: 10.30596/jam.v1i1.737

Abstract

Telah dilaksanakan observasi hilal dan hilal tua selama periode Zulhijjah 1427–Zulhijjah 1430 H (Januari 2007–Desember 2009) oleh jejaring titik observasi Rukyatul Hilal Indonesia (RHI) yang merentang dari lintang 5° LU hingga 31° LS, dengan ataupun tanpa bantuan alat bantu optik. Observasi menghasilkan 174 data visibilitas yang terdiri dari 107 visibilitas positif dan 67 visibilitas negatif. Analisis korelasi linier Lag dengan Best Time Bulan menghasilkan definisi baru tentang hilal, yaitu Bulan pasca konjungsi yang memiliki Lag ≤ 24 menit hingga Lag ≤ 40 menit saat Matahari terbenam. Hubungan Best Time dan Lag memenuhi persamaan linear Yallop hanya untuk Lag ≤ 40 menit. Analisis korelasi aD dan DAz dengan metode least–square menghasilkan persamaan kriteria RHI aD ≥ 0,099 DAz2–1,490 DAz + 10,382 yang bentuknya hampir sama dengan kriteria LAPAN, namun sangat berbeda dibanding kriteria Fotheringham–Maunder maupun Bruin. Analisa komparatif menyimpulkan asumsi yang dipergunakan “kriteria” Imkanur Rukyat versi MABIMS dan konsep wujudul hilal tidak terbukti. Sebaliknya, terdapat kesesuaian antara hasil observasi dengan kriteria Odeh.Kata Kunci : Hilal, Kriteria Visibilitas, Kriteria RHI

Page 3 of 12 | Total Record : 113