cover
Contact Name
Endang Wahyati
Contact Email
endang_wahyati@yahoo.com
Phone
-
Journal Mail Official
soepra@unika.ac.id
Editorial Address
Jl. Pawiyatan Luhur IV/1 Bendan Duwur Semarang, 50234
Location
Kota semarang,
Jawa tengah
INDONESIA
SOEPRA Jurnal Hukum Kesehatan
ISSN : -     EISSN : 2548818X     DOI : https://doi.org/10.24167/shk
Core Subject : Health, Social,
The Journal focuses on the development of health law in Indonesia: national, comparative and international. The exchange of views between health lawyers in Indonesia is encouraged. The Journal publishes information on the activities of European and other international organizations in the field of health law. Discussions about ethical questions with legal implications are welcome. National legislation, court decisions and other relevant national material with international implications are also dealt with.
Articles 179 Documents
IMPLEMENTASI HOSPITAL BYLAWS DI RUMAH SAKIT SANTO ANTONIO BATURAJA SETELAH BERLAKUNYA PERMENKES NOMOR: 755/MenKes/Per/IV/2011 TENTANG PENYELENGGARAAN KOMITE MEDIK DI RUMAH SAKIT Lucia Murniati; Endang Wahyati Y; Siswo Putranto Santoso
SOEPRA Vol 2, No 2 (2016)
Publisher : Universitas Katolik Soegijapranata Semarang

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (329.259 KB) | DOI: 10.24167/shk.v2i2.817

Abstract

Hospital Bylaws mengatur tentang hak dan kewajiban pemilik, direktur, staf medis, tenaga kerja lainnya dan pasien yang memiliki sifat tailor made, namun tetap diperlukan sebagai sarana pengaturan atau hukum dasar bagi rumah sakit, yang isi dari Hospital Bylaws merupakan kekhususan dari setiap rumah sakit.Penelitian ini menggunakan pendekatan yuridis empiris, studi penelitian ini membahas aspek yuridis dan sekaligus membahas aspek sosial yang melingkupi gejala hukum tertentu. Metode analisis yang digunakan analisis kualitatif yaitu melakukan analisis data yang telah dikumpulkan dari hasil observasi di lapangan dan hasil wawancara dengan responden, dilengkapi data sekunder dari Rumah Sakit St. Antonio Baturaja serta data sekunder berupa kepustakaan hukum.Ketentuan hukum mengenai Hospital Bylaws didasarkan pada UU Praktek Kedokteran, UU Pelayanan Publik, UU Kesehatan dan UU Rumah Sakit. Hospital Bylaws merupakan kewajiban bagi Rumah Sakit maka Rumah Sakit Santo Antonio Baturaja menyusun dan melaksanakan Hospital Bylaws. Pelanggaran atas kewajiban dapat dikenakan sanksi administrasi. Bentuk pengaturan Hospital Bylaws adalah PerMenKes Nomor: 755/MenKes/Per/IV/2011 Tentang Penyelenggaraan Komite Medik Di Rumah Sakit dengan tujuan mengatur tata kelola klinis yang baik agar mutu pelayanan medis dan keselamatan pasien lebih terjamin dan terlindungi serta mengatur penyelenggaraan komite medik di setiap rumah sakit dalam rangka meningkatkan profesionalisme staf medis. Implementasi di Rumah Sakit Antonio Baturaja belum berjalan sesuai dengan ketentuan karena dipengaruhi oleh faktor yuridis dan faktor teknis Persoalan yuridis adalah PerMenKes Nomor: 755/MenKes/Per/IV/2011 seharusnya tidak mengatur Hospital Bylaws karena merupakan instrumen yang berbeda.
Peran Bidan Dalam Pelaksanaan Permenkes Nomor 53 Tahun 2014 Tentang Pelayanan Kesehatan Neonatal Pada Bayi Baru Lahir Di Puskesmas Kaleroang Sulawesi Tengah Sri Lestari Ningsih; A Widanti S; Suwandi Suwandi
SOEPRA Vol 4, No 1: Juni 2018
Publisher : Universitas Katolik Soegijapranata Semarang

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (277.334 KB) | DOI: 10.24167/shk.v4i1.1277

Abstract

Health development is an effort undertaken by all components of the nation to increase awareness, willingness and ability to live healthily Midwifery services is an integral service of health care system. A Midwife is one health worker who has an important and strategic position, especially in reducing the number of infant deaths Newborn. The purpose of this research is to know the role of the midwife in giving health service t a newborn baby based on Permenkes Number 53 the Year 2014 About neonatal health service the newborn.This research is a sociological Juridical research with analytic descriptive research specification. This research uses primary data and secondary data. Method of collecting primary data through the interview to respondent and resource person. The respondents consisted of 10 midwives who worked at Kaleroang Community Health Center and the parents of newborns 10 people. While the speakers consisted of Head of Puskesmas Kaleroang, village cadres. Secondary data obtained through literature study which then analyzed qualitatively.Implementation of the role of midwives in providing neonatal health services to newborns only 4 midwives who have done their job thoroughly and 6 midwives have not done their job. And has not accomplished his duties as an implementer and educator. The role of the midwife as the implementer has not done the newborn care in the neonatal period (0-28 days), and the umbilical cord care. While the role of midwives as educators has not provided counseling and breastfeeding counseling, as well as the fostering of community participation in the field of maternal and child health. The supporting factors are Puskesmas, Puskesmas Pembantu, and Posyandu. While the inhibiting factors are the lack of health personnel (midwives), inadequate transportation facilities, the lack of midwifery knowledge so that the skills are still low, and the health equipment in some villages is not yet complete
IMPLEMENTASI PERSETUJUAN TINDAKAN MEDIS (INFORMED CONSENT) PADA KEGIATAN BAKTI SOSIAL KESEHATAN DI RUMAH SAKIT ISLAM SULTAN AGUNG SEMARANG Friska Realita; Agnes Widanti; Daniel Budi Wibowo
SOEPRA Vol 2, No 1 (2016)
Publisher : Universitas Katolik Soegijapranata Semarang

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (317.636 KB) | DOI: 10.24167/shk.v2i1.807

Abstract

Manusia merupakan makhluk sosial, yaitu makhluk yang membutuhkan interaksi dengan manusia lainnya. Interaksi antarmanusia tersebut tidak hanya komunikasi saja tetapi juga menyakut seluruh aspek kehidupan, tidak terkecuali aspek hukum. Informed consent adalah persetujuan pasien terhadap tindakan kedokteran yang akan dilakukan terhadap dirinya setelah kepada pasien tersebut diberikan penjelasan yang lengkap tentang tindakan kedokteran yang akan dilakukan tersebut. Tujuan dari informed consent sendiri adalah melindungi pasien terhadap segala tindakan medis yang dilakukan tanpa sepengetahuan pasien. Kegiatan bakti sosial adalah wujud perhatian dan empati untuk meringankan beban masyarakat. Kegiatan yang bersifat membantu ini banyak diminati oleh masyarakat menengah kebawah karena tidak memungut biaya.Metode yang digunakan dalam penelitian adalah yuridis sosiologis yang artinya yaitu studi yang dipelajari sebagai variable akibat yang timbul sebagai hasil akhir dari berbagai kekuatan dalam proses social sebagai langkah langkah dan desain teknis penelitian hukum mengikuti pola ilmu sosial dan berakhir dengan kesimpulan.Hasil Penelitian menunjukkan bahwa Dalam pelaksanaan bakti sosial kesehatan di Rumah sakit Islam Sultan Agung Semarang belum terdapat peraturan pelaksanaan tindakan kedokteran dibakukan yang tertuang dalam SOP (Standart Oprasional Prosedur ). Responden dalam melakukan persetujuan tindakan medis terdapat lima (55,5%) responden yang melakukan persetujuan tindakan medis. satu (11,1%) responden yang kadang memberikan Penjelasan tindakan medis dan tiga (33,3%) responden tidak melakukan persetujuan tindakan medis baik itu persetujuan tindakan medis dalam bentuk lisan dan tertulis. Kendala-kendala yang ditemukan dalam pelaksanaan persetujuan tindakan medik yaitu masalah dalam penjelasan yang tidak begitu dimengerti oleh pasien mungkin bisa dikarenakan dalam memberikan penjelasan dilakukan secara massal, Pasien menolak apabila diberikan penjelasan dan Faktor sosial, ekonomi dan pendidikan.
ASPEK HUKUM PEMBERIAN REKAM MEDIS GUNA KLAIM PEMBAYARAN JAMINAN PELAYANAN KESEHATAN PESERTA MULTIGUNA BAGI RUMAH SAKIT DI KOTA TANGERANG Ausvin Geniusman Komaini; Y. Budi Sarwo; Iyus G. Suhandi
SOEPRA Vol 3, No 2: Desember 2017
Publisher : Universitas Katolik Soegijapranata Semarang

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (213.68 KB) | DOI: 10.24167/shk.v3i2.777

Abstract

Dalam Undang-Undang Sistem Jaminan Sosial Nasional (UU SJSN) Nomor 40 Tahun 2004 disebutkan bahwa jaminan pemeliharaan kesehatan penduduk fakir miskin dan orang tidak mampu menjadi tanggung jawab pemerintah. Melalui Undang-Undang ini memberikan landasan hukum tentang kepastian perlindungan dan kesejahteraan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia dalam memenuhi kebutuhan dasar hidupnya secara layak.Salah satu upaya guna memenuhi hak dasar kesehatan masyarakat, Pemerintah Kota Tangerang menyelenggarakan jaminan kesehatan dengan Program Multiguna . Program ini diselenggarakan berdasarkan asas bersama dan kekeluargaan yang berkesinambungan dengan sistem pola bantuan pembiayaan. Keharusan menyertakan  resume medis peserta multiguna pada klaim pembayaran yang diajukan pihak rumah sakit kepada dinas kesehatan kota Tangerang pada hakekatnya bertentangan dengan peraturan perundangan yang berlaku untuk menjaga kerahasiaan rekam medis pasien.. Kondisi ini  menimbulkan pertanyaan bagaimana status kepemilikan rekam medis peserta multiguna tersebut dan bagaiman keabsahan pemberian rekam medis oleh pihak Rumah sakit kepada Dinas Kesehatan Kota Tangerang sebagai perwakilan pemerintahan Kota Tangerang ?Penelitian hukum ini menggunakan Metode Penelitian Deskriptif dengan pendekatan Metode Penelitian Yuridis Normatif, sehingga jenis penelitian yang digunakan adalah Studi Kepustakaan. Data yang dikumpulkan adalah data kualitatif dalam bentuk bahan pustaka, yakni bahan hukum primer, sekunder dan tertier. Sehubungan dengan data yang digunakan data kualitatif, maka akan dilakukan analisi kualitatif terhadap ketiga bahan hukum yang dikumpulkan, dan akan dirumuskan jawaban sementara berbentuk hipotesis kerja.Pembayaran klaim kepesertaan Program Multiguna oleh pihak rumah sakit kepada Dinas Kesehatan Kota Tangerang yang mengikutkan foto copy resume medis masih  bertentangan dengan Peraturan Menteri Kesehatan. Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan maka Peraturan Walikota yang mengatur Program Multiguna ini perlu direvisi dan rumah sakit yang bekerjasama dengan Dinas Kesehatan Kota Tangerang perlu membuat kebijakan internal berupa pernyataan secara tertulis kesediaan pasien untuk memberikan resume medisnya kepada pihak Dinas Kesehatan Kota Tangerang sebelum dilakukan pemberian pelayanan jaminan kesehatan.
Kajian Yuridis Terhadap Permenkes Nomor : 1171/Menkes/Per/Vi/2011 Tentang Sistem Informasi Rumah Sakit Dan Asas Keterbukaan Dalam Meningkatkan Efektivitas Pembinaan Dan Pengawasan Terhadap Rumah Sakit Rita Astriani Noviati; Yohanes Budi Sarwo; Sofwan Dahlan
SOEPRA Vol 1, No 1 (2015)
Publisher : Universitas Katolik Soegijapranata Semarang

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (199.335 KB) | DOI: 10.24167/shk.v1i1.1287

Abstract

Berdasarkan Pasal 52 ayat (1) Undang-Undang Nomor 44 Tahun 2009 tentang Rumah Sakit, setiap rumah sakit wajib membuat suatu sistem informasi manajemen rumah sakit. Kemudian ditetapkan Pemenkes Nomor 1171/Menkes/Per/VI/2011 tentang Sistem Informasi Rumah Sakit (SIRS). SIRS harus memenuhi asas keterbukaan, tetapi belum semua rumah sakit melaksanakannya. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hubungan antara ketentuan tentang SIRS dengan asas keterbukaan dan dampaknya bagi efektivitas pembinaan dan pengawasan rumah sakit.Penelitian ini merupakan penelitian deskriptif dengan pendekatan yuridis normatif. Bahan baku penelitian berasal dari studi kepustakaan, kemudian dianalisis secara deduktif.Hasil penelitian menunjukkan bahwa Permenkes ini menetapkan SIRS Revisi VI dan tidak memenuhi unsur-unsur asas keterbukaan. Kendala dalam pelaksanaannya meliputi SDM, sarana prasarana, biaya, sosialisasi serta kurang lengkapnya SIRS tersebut. Pembinaan dan pengawasan rumah sakit menjadi lebih sulit dengan penerapan Permenkes ini.Ketentuan tentang SIRS tidak menyebabkan terpenuhinya asas keterbukaan serta tidak meningkatkan efektivitas pembinaan dan pengawasan rumah sakit
PERSEPSI PASIEN TENTANG ASPEK HUKUM PERIKATAN UPAYA (INSPANNING VERBINTENIS) DALAM TRANSAKSI TERAPEUTIK ANTARA DOKTER DENGAN PASIEN DI RSUD KOTA SALATIGA Bonifasius Nadya Aribowo; B. Resti Nurhayati; Sofyan Dahlan
SOEPRA Vol 3, No 1 (2017)
Publisher : Universitas Katolik Soegijapranata Semarang

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (187.115 KB) | DOI: 10.24167/shk.v3i1.696

Abstract

Konstruksi hukum dalam transaksi terapetik sudah terlembaga dalam ketentuan perundang-undangan nasional, namun persepsi pasien tentang aspek hukum perikatan upaya dalam transaksi terapeutik masih demikian beragam, tidak utuh, bahkan sebagian kabur. Penelitian ini bertujuan untuk melihat bagaimana persepsi pasien tentang aspek hukum perikatan upaya (inspanning verbintenis) dalam transaksi terapeutik antara dokter dengan pasien.Partisipan dalam penelitian ini adalah 15 orang pasien di RSUD Salatiga. Tehnik pengambilan sampel dengan menggunakan metode cluster random sampling dengan populasi : pasien yang sedang menjalani rawat inap berdasarkan perikatan atas kontrak di RSUD Kota Salatiga dalam jangka waktu satu bulan sejak pasien masuk dirawat inap di RSUD Kota Salatiga, Tehnik pengambilan data dengan studi lapangan lewat observasi dan wawancara yang mendalam (deep interview) secara terarah (directive interview), dengan analisa data secara kualitatif yang diuraikan secara deskriptif-naratif maupun menggunakan table maupun diagram secara statistik.Hasil yang didapatkan memperlihatkan bahwa 73,3 % responden memiliki persepsi tentang adanya hubungan hukum dalam transaksi terapetik. Persepsi responden tentang aspek hukum turunan dalam transaksi terapetik meliputi berlakunya hubungan kontraktual dalam transaksi terapeutik, sifat perikatan dalam transaksi terapeutik; serta hak dan kewajiban dokter dan pasien dalam hubungan kontraktual dalam transaksi terapeutik memiliki korelasi dengan latar belakang tingkat pendidikan responden.
HUBUNGAN KETENTUAN ANTARA PELAYANAN KELUARGA BERENCANA PASCASALIN DAN PASCAKEGUGURAN BERDASAR PERATURAN KEPALA BKKBN NOMOR 146/HK-10/B5/2009 DENGAN ASAS KEMANUSIAAN Rima Nopiantini; Agnes Widanti; Hadi Susiarno
SOEPRA Vol 2, No 2 (2016)
Publisher : Universitas Katolik Soegijapranata Semarang

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (295.594 KB) | DOI: 10.24167/shk.v2i2.822

Abstract

Pelayanan Keluarga Berencana merupakan bagian terpadu dalam program pembangunan dan kesehatan. Salah satu Pelayanan ini diatur dalam Peraturan Kepala BKKBN Nomor 146/HK-10/B5/2009 yang perlu dipandang dari asas kemanusiaanya.Penelitian ini menggunakan Metode Penelitian Deskriptif dengan pendekatan Metode Penelitian Hukum Normatif. Penelitian ini hanya menggunakan data sekunder dalam bentuk Bahan Pustaka berupa buku dan jurnal. Bahan Pustaka yang digunakan berupa bahan hukum, yakni bahan hukum primer, sekunder dan tersier.Ketentuan Pelayanan Keluarga pascasalin dan pascakeguguran diatur oleh Peraturan Kepala BKKBN Nomor 146/HK-10/B5/2009 tentang pedoman pelayanan keluarga berencana pascasalin dan pascakeguguran untuk kelangsungan hidup ibu, bayi dan anak. Asas Kemanusiaan yaitu asas yang berisi nilai-nilai kemanusiaan, nilai keadilan yang harus diwujudkan dalam kehidupan masyarakat sehingga setiap manusia mendapatkan pengakuan, perlakukan dan penghargaan sesuai harkat kemanusiaan..Hasil penelitian hubungan antara Peraturan Kepala BKKBN Nomor 146/HK-10/B5/2009 tentang pedoman pelayanan keluarga berencana pascasalin dan pascakeguguran untuk kelangsungan hidup ibu, bayi dan anak dimaksudkan untuk memberikan perlindungan dan keamanan dalam pelayanan kepada pasien pascasalin dan pascakeguguran dengan asas kemanusiaan yaitu jika ditentukan Peraturan Kepala BKKBN Nomor 146/HK-10/B5/2009 tentang pedoman pelayanan keluarga berencana pascasalin dan pascakeguguran untuk kelangsungan hidup ibu, bayi dan anak maka tidak dapat memenuhi asas Kemanusiaan
The Role Of Doctors And Nurses In Hiv/Aids Handling Efforts Of The Gays Ludgardis Ramni; A Widanti S; Hadi Sulistiyanto
SOEPRA Vol 4, No 1: Juni 2018
Publisher : Universitas Katolik Soegijapranata Semarang

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (181.975 KB) | DOI: 10.24167/shk.v4i1.1484

Abstract

Health was one of the important and main elements in improving community’s welfare. Doctors and nurses were part of health workers providing health services to the community to improve their health status, including in HIV/AIDS handling efforts. Gays were homosexuals who were closely related to HIV/AIDS. HIV prevalence of gays in Semarang city was 12%. Doctors and nurses were health workers who had an important role in HIV/AIDS handling efforts. The objective of this study was to see the role of doctors and nurses in HIV/AIDS handling efforts of the gays.This research applied a socio-legal approach and analytical descriptive specification. This research used primary and secondary data. The primary data were gathered through interviews and field observation. The informants were eight members of gay community while the other informants were the head of the community beside doctors and nurses of Halmahera Health Center. The secondary data were obtained through literature studies particularly having relation with the role of doctors and nurses in handling HIV/AIDS to the gays. The data were then qualitatively analyzed.The results of the study showed that the doctors and nurses had well accomplished their role in handling HIV/AIDS for the gays but it had not been accomplished in accordance with the provisions of the existing legislation. In handling HIV/AIDS to gays, a doctor had a role as a care provider, a decision maker and a communicator  of the actions that should be given to the patients, while a nurse had a role as a care giver and a counsellor by providing diagnoses and appropriate nursing care to the patients as needed. The supporting factors were the availability of health facilities, health resources and adequate infrastructure whereas the inhibiting factors were lack of health personnel as a counselor and lack of self-disclosure of the gays
KOMPETENSI SUMBER DAYA MANUSIA DALAM PENYELENGGARAAN HEMODIALISIS DI RUMAH SAKIT DIHUBUNGKAN DENGAN ASAS PERLINDUNGAN HUKUM Irene Ranny Kristya Nugraha; P. Lindawaty S. Sewu; Tammy J. Siarif
SOEPRA Vol 2, No 1 (2016)
Publisher : Universitas Katolik Soegijapranata Semarang

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (329.959 KB) | DOI: 10.24167/shk.v2i1.812

Abstract

Di Indonesia jumlah pasien yang menderita penyakit gagal ginjal yang membutuhkan terapi hemodialisis setiap tahunnya makin meningkat. Namun peningkatan ini tidak seimbang dengan jumlah sumber daya manusia yang berkompeten dalam bidang hemodialisis, terutama dokter spesialis penyakit dalam konsulen ginjal hipertensi dan dokter spesialis penyakit dalam terlatih bersertifikat pelatihan dialisis. Ketidakseimbangan ini dapat diatasi dengan memberikan pelimpahan kewenangan dan diberikan suatu kewenangan klinis (clinical privilege) kepada dokter umum yang terlatih bersertifikat hemodialisis yang bekerja di unit hemodialisis di Rumah Sakit sebagai dokter pelaksana.Penelitian yang dilakukan adalah penelitian deskriptif analisis dengan pendekatan yuridis normatif, dimana diberikan gambaran/deskripsi peraturan perundang-undangan yang berlaku, dalam hal ini Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 812 Tahun 2010 tentang Penyelenggaraan Dialisis Pada Fasilitas Pelayanan Kesehatan dikaitkan dengan asas perlindungan hukum. Data yang digunakan adalah data sekunder dengan teknik pengumpulan berupa studi pustaka.Berdasarkan penelitian yang telah penulis lakukan, diketahui bahwa ketentuan tentang penyelenggaraan pelayanan dialisis berdasarkan Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 812 Tahun 2010 tentang Penyelenggaraan Pelayanan Dialisis pada Fasilitas Pelayanan Kesehatan telah memenuhi asas perlindungan hukum.
FUNGSI ASAS KESETARAAN PROFESI TERHADAP PENGEMBANGAN FIGUR HUKUM KEPERAWATAN DALAM SISTEM HUKUM KESEHATAN Arrie Budhiartie; Muh Nasser
SOEPRA Vol 3, No 2: Desember 2017
Publisher : Universitas Katolik Soegijapranata Semarang

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (328.359 KB) | DOI: 10.24167/shk.v3i2.1013

Abstract

Asas hukum, merupakan suatu bagian dari tatanan sistem hukum yang selalu ada di dalam maupun di balik keberadaan sistem hukum itu sendiri. Asas hukum memberikan arah terhadap lahirnya perumusan berbagai kaedah hukum dan kaedah perilaku, sekaligus berfungsi sebagai suatu batu uji terhadap keabsahan suatu kaedah hukum. Demikian halnya dengan hukum keperawatan, melalui keberadaan UU Nomor 38 Tahun 2014 tentang Keperawatan, penetapan asas-asas hukum di dalamnya tidaklah terlepas dari nilai-nilai etis yang menjadi karakteristik khusus pelayanan kesehatan keperawatan. Salah satu asas hukum tersebut adalah asas otonomi profesi yang menjadi landasan filsafati pendukung asas kesetaraan yang menjiwai keberadaan UU Keperawatan. Asas otonomi memberikan landasan terbentuknya kaedah-kaedah hukum yang memberikan perlindungan terhadap kebebasan dalam menjalankan fungsi-fungsi kolaboratif, komplementer, dan mandiri keperawatan berdasarkan wewenang profesinya. Asas otonomi ini diharapkan mampu mengembangkan sistem hukum kesehatan yang berkeadilan profetik dalam mendukung terwujudnya tujuan pembangunan kesehatan nasional.  

Page 1 of 18 | Total Record : 179