cover
Contact Name
Endang Wahyati
Contact Email
endang_wahyati@yahoo.com
Phone
-
Journal Mail Official
soepra@unika.ac.id
Editorial Address
Jl. Pawiyatan Luhur IV/1 Bendan Duwur Semarang, 50234
Location
Kota semarang,
Jawa tengah
INDONESIA
SOEPRA Jurnal Hukum Kesehatan
ISSN : -     EISSN : 2548818X     DOI : https://doi.org/10.24167/shk
Core Subject : Health, Social,
The Journal focuses on the development of health law in Indonesia: national, comparative and international. The exchange of views between health lawyers in Indonesia is encouraged. The Journal publishes information on the activities of European and other international organizations in the field of health law. Discussions about ethical questions with legal implications are welcome. National legislation, court decisions and other relevant national material with international implications are also dealt with.
Articles 179 Documents
KEBIJAKAN TENTANG PEDOMAN KAWASAN TANPA ROKOK DIKAITKAN DENGAN ASAS MANFAAT Kwe Fei Lie Shirley; Endang Wahyati y.; Tammy Juwono Siarif
SOEPRA Vol 2, No 1 (2016)
Publisher : Universitas Katolik Soegijapranata Semarang

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (263.718 KB) | DOI: 10.24167/shk.v2i1.813

Abstract

Kesehatan merupakan hak asasi manusia yang dipengaruhi oleh berbagai faktor salah satunya adalah lingkungan yang sehat. Merokok dapat menggangu kesehatan karena kegiatan merokok akan menimbulkan asap rokok yang akan mencemari udara dan menyebabkan berbagai macam penyakit, oleh karena itu perlu adanya pembatasan wilayah merokok agar tidak semua udara tercemar oleh asap rokok. Pemerintah telah membuat sebuah program yang bertujuan untuk meningkatkan kesehatan masyarakat yaitu melalui program PHBS (perilaku hidup bersih dan sehat) dimana salah satu program yang tercantum didalamnya yaitu larangan merokok ditempat umum.Penelitian ini merupakan penelitian yuridis normatif terhadap Peraturan Bersama Menteri Kesehatan dan Menteri Dalam Negeri Nomor 188 Tahun 2011 dan Nomor 7 Tahun 2011 Tentang Pedoman Pelaksanaan Kawasan Tanpa Rokok dan Asas Manfaat. Spesifikasi penelitian berupa penelitian deskriptif analitis dimana penelitian menginventarisasi hukum positif tentang kebijakan tentang kawasan tanpa rokok. Data yang digunakan pada penelitian ini adalah data sekunder yang diperoleh melalui studi pustaka. Penelitian disajikan secara naratif sehingga dapat mengambarkan peraturan yang berlaku tentang kebijakan tentang pedoman kawasan tanpa rokok serta hubungganya dengan asas manfaat.Pedoman kawasan tanpa rokok diharapkan dapat memberikan manfaat dan menjadi acuan bagi pemerintah daerah dalam pembuatan peraturan tentang kawasan tanpa rokok sehingga dapat mengurangi resiko akibat rokok.Hidup sehat dan hidup di lingkungan yang sehat merupakan idaman semua orang. Pada kenyataannya tidak mudah mewujudkan keadaan tersebut. Oleh karena itu dilakukan penelian terhadap ketentuan pedoman pelaksanaan kawasan tanpa rokok yang dihubungkan dengan asas manfaat
Utilization Of Midwives As Health Workers of Public Health Center In Implementing The Policy Of Nutrition Improvement Efforts For Balita at Central Buton Regency of Southeast Sulawesi Province Asfira Sugiarto; Ch. Retnaningsih; Yovita Indrayati
SOEPRA Vol 4, No 1: Juni 2018
Publisher : Universitas Katolik Soegijapranata Semarang

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (192.51 KB) | DOI: 10.24167/shk.v4i1.1236

Abstract

To utilize midwives as health workers was essential in rural communities sinceone of midwife’s duties was to carry out the care of balita (children under five). Themidwives had direct contact with the balita’s mothers, from pre‐natal phase to postnatal.They could be utilized to overcome malnutrition problems through thegovernment’s policy in accordance with the Article 26 paragraph (2) of the Act Nr. 36 of2009 on Health Affairs. This study applied socio‐legal studies approach using primary andsecondary data. The data gathering was conducted by having interviews with somesources and respondents beside having library and related documents studies. This studywas analytical‐descriptively written. The results showed that the Government of CentralButon Regency had not had a special regulation in relation with utilizing midwives toimplement the policy of nutrition improvement efforts. Nevertheless, the government ofCentral Buton Regency remained using the basic legal products that had been previouslyissued, namely Local Regulation of Central Buton Regency Nr. 12 of 2016 on Formation andComposition of Regional Devices of Central Buton Regency and Central Buton Regent’sRegulation Nr. 38 of 2016 regarding Position, Organizational Structure, Duties andFunctions and Administration of Health Office of Central Buton Regency. The healthworkers at the Wamolo, Rahia and Lakudo Public Health Centers (Puskesmas)experienced several obstacles in implementing nutrition improvement efforts for balitas,namely, among others, lack of budget provided by the local government (APBD),particularly the budget for nutrition, lack of midwives as the human resources andnutrition, inadequate health facilities and the existing roads that remained rocky andhard to travel.
PERAN DAN KEDUDUKAN HUKUM DOKTER KELUARGA DALAM PELAYANAN KESEHATAN BAGI PESERTA ASURANSI KESEHATAN (PT ASKES PERSERO) DI KABUPATEN TEMANGGUNG Puji Lestari; Endang Wahyati Y; Y. Budi Sarwo
SOEPRA Vol 3, No 2: Desember 2017
Publisher : Universitas Katolik Soegijapranata Semarang

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (235.866 KB) | DOI: 10.24167/shk.v3i2.783

Abstract

Pemerintah dalam upaya peningkatan pelayanan kesehatan kepada masyarakat pada tingkat primer melalui pelayanan dokter keluarga, yang dilaksanakan oleh PT.Askes (Persero).Metode penelitian menggunakan yuridis sosiologis dengan spesifikasi penelitian yang dipergunakan adalah deskriptif.Hasil penelitian menunjukkan ketentuan hukum belum diatur. Peran dan kedudukan hukum dokter keluarga masih mengacu pada ketentuan perundang-undangan yang mengatur tentang dokter dan dokter gigi. Pengaturan dokter keluarga secara khusus belum ada. Kewenangan dokter keluarga sama dengan dokter dan dokter gigi. Akibat hukum dari kedudukan hukum antara dokter keluarga hubungannya dengan PT. Askes yang tidak jelas sehingga dokter keluarga tidak terlindungi secara hukum.Pelaksanaan pelayanan dokter keluarga pada peserta askes sama dengan pasien umum, pelayanan kesehatan mengacu pada perjanjian kerjasama antara dokter keluarga dengan PT. Askes (Persero). Kesimpulannya adalah pengaturan tentang dokter keluarga belum ada sehingga tidak ada perlindungan hukum dalam melaksanakan pelayanan kesehatan bagi peserta askes. Pelaksanaan praktik dokter keluarga askes tidak sesuai dengan peraturan yang ada.
PERLINDUNGAN HUKUM BAGI PERAWAT GIGI DALAM MELAKUKAN PELAYANAN ASUHAN KESEHATAN GIGI DI PRAKTIK MANDIRI Irma Haida Yuliana Siregar; Endang Wahyati Y; Djoko Widyarto JS.
SOEPRA Vol 3, No 1 (2017)
Publisher : Universitas Katolik Soegijapranata Semarang

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (243.133 KB) | DOI: 10.24167/shk.v3i1.707

Abstract

Praktik mandiri perawat gigi perlu mendapat perhatian khusus mengingat peraturan-peraturan hukum yang mengaturnya belum memberikan kejelasan yang pasti. Berdasarkan hal tersebut, maka perlu dilakukan penelitian mengenai hal ini sehingga dapat diperoleh gambaran yang jelas mengenai ketentuan-ketentuan hukum praktik mandiri dan gambaran tentang asas perlindungan hukum bagi perawat gigi yang melakukan praktik mandiri serta hubungan antara kedua hal tersebut di atas. Penelitian ini dilakukan dengan metode pendekatan yuridis normatif yaitu dengan cara meneliti bahan pustaka dan data sekunder yang mencakup asas-asas dan kaidah-kaidah hukum mengenai perawat gigi, pelayanan asuhan kesehatan gigi dan mulut serta praktik mandiri perawat gigi. Selanjutnya dianalisa dengan metode kualitatif normatif yang merumuskan tentang ada tidaknya perlindungan hukum bagi perawat gigi yang melakukan praktik mandiri. Hasil analisa adanya peraturan-peraturan yang dimultitafsirkan yaitu mengenai lisensi perawat gigi, jabatan fungsional dalam praktik mandiri serta perijinan praktik mandiri . Multitafsir ini menunjukkan adanya ketidakpastian hukum sehingga dapat disimpulkan tidak adanya perlindungan hukum bagi perawat gigi dalam melaksanakan praktik mandiri.
Pengguguran Kandungan Dan Asas Keseimbangan Hany Surjati; Wila Chandrawila; Tammy J. Siarif
SOEPRA Vol 1, No 1 (2015)
Publisher : Universitas Katolik Soegijapranata Semarang

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (177.481 KB) | DOI: 10.24167/shk.v1i1.1284

Abstract

Ketentuan tentang pengguguran kandungan bertujuan untuk mencegah tindakan pengguguran kandungan yang illegal dan tidak aman yang mengancam kesehatan dan keselamatan nyawa perempuan yang mengandung. Ketentuan pengguguran kandungan diatur dalam KUHPidana dan UU Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan. Asas Keseimbangan yaitu asas yang menghendaki adanya kesetaraan, kesepadanan atau keseimbangan dalam setiap hubungan hukum dari dua subyek hukum. Kesetaraan atau kesepadanan meliputi kehendak, harapan dan kepentingan dari kedua belah pihak sehingga dengan dipenuhi nilai-nilai keseimbangan dapat diwujudkan ketenteraman, kedamaian dan rasa keadilan masyarakat.Ketentuan tentang pengguguran sebagaimana yang diatur di dalam KUHPidana dalam pasal Pasal 299 dan Pasal 346 sampai dengan 349 menempatkan bahwa tindakan pengguguran kandungan dikwalifikasikan sebagai kejahatan, dan pelanggarnya diancam dengan sanksi hukuman penjara. Berbeda dengan Undang Undang No 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan walaupun pada prinsipnya pengguguran merupakan perbuatan yang dilarang, namun ada kekecualian yang diberikan undang-undang karena situasi dan kondisi emergensi tertentu, yaitu karena kedaruratan medis dan kehamilan akibat perkosaan yang berdampak terjadinya gangguan psikologis perempuan yang mengandung. Dengan berlakunya ketentuan pengguguran kandungan yang diatur dalam Undang Undang No 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan setiap warga negara dapat memahami dengan benar dan setiap pelaksanaan pengguguran kandungan dapat dilakukan secara bertanggung jawab sesuai peraturan yang berlaku dengan memperhatikan aspek kesehatan dan keselamatan jiwa
PENYELENGGARAAN REKAM MEDIS PADA PELAYANAN KESEHATAN BAKTI SOSIAL OLEH RUMAH SAKIT UMUM DAERAH KABUPATEN TEMANGGUNG Nanik Puji Rahayu; Sofwan Dahlan; Petrus Soerjowinoto
SOEPRA Vol 2, No 2 (2016)
Publisher : Universitas Katolik Soegijapranata Semarang

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (301.616 KB) | DOI: 10.24167/shk.v2i2.819

Abstract

Dalam mewujudkan kesejahteraan kesehatan tentunya diperlukan upayaupaya seperti promotif, preventif, kuratif dan rehabilitatif. Rumah sakit merupakan institusi kesehatan yang menyenggarakan pelayanan kesehatan kepada seseorang secara paripurna. Selain itu rumah sakit juga memiliki fungsi sosial yang diwujudkan dalam bentuk pelayanan kesehatan kepada masyarakat tanpa adanya pungutan biaya atau bakti sosial pelayanan kesehatan. Rumah sakit mempunyai kewajiban dalam penyelenggaraan rekam medis, baik dalam pencatatan hasil kegiatan pelayanannya maupun pendokumentasian hasil pelayanan tersebut sebagai bagian dari penyelenggaraan rekam medis tersebut.Penelitian ini menggunakan metode kualitatif dengan pendekatan yuridis sosiologis, yang dilakukan di Kabupaten Temanggung, khususnya di Rumah Sakit Umum Daerah Kabupaten Temanggung. Penelitian ini menggunakan studi lapangan dan studi kepustakaan, data yang telah diperoleh dalam penelitian ini kemudian dianalisis dengan cara lebih menekankan aspek yuridis namun sekaligus membahas aspek sosiologis.Dasar hukum dan Perundang-undangan penyelenggaraan rekam medis dimulai dari UUD tahun1945, Undang-undang Nomor 36 Tahun 2009, Undang-undang Nomor 29 Tahun 2004, Undang-undang Nomor 44 Tahun 2009 dan Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 269 Tahun 2008. Pengaturan mengenai rekam medis meliputi tata cara penyelenggaraan rekam medis, penyimpanan dokumen dan juga penanggungjawab terhadap rekam medis tersebut.Pengaturan rekam medis tersebut berlaku untuk semua sarana pelayanan kesehatan dan juga petugas kesehatan yang terlibat langsung dalam pelayanan kesehatan pasien atau masyarakat pengguna jasa pelayanan kesehatan, tidak terkecuali pelayanan kesehatan yang dilakukan pada pelayanan kesehatan bakti sosial. Penyelenggaraan rekam medis bakti sosial di dalam lingkungan rumah sakit sudah berjalan sesuai peraturan perundangan, sedangkan yang di luar rumah sakit belum berjalan sesuai amanah Undang-undang. Mengenai Penanggungjawab penyelenggaraan rekam medis yang di laksanakan di dalam rumah sakit sudah dilakukan pencatatan hasil pelayanan dan telah dilakukan penyimpanan dokumen rekam medis sedangkan pelaksanaan di luar lingkungan rumah sakit belum dilaksanakan pencatatan dan penyimpanan dokumen rekam medis. Faktor-faktor yang mempengaruhi meliputi sumber daya manusia (SDM), serta sarana dan prasarana. Pelaksanaan di dalam rumah sakit tidak ditemui kendala, namun di luar rumah sakit masih ditemui kendala yaitu SDM, sarana dan prasarana
KEPASTIAN HUKUM APOTEK RAKYAT DAN PEKERJAAN KEFARMASIAN Anggi Restiasari; R. Ismadi S. Bekti; Ahmad Gozali
SOEPRA Vol 3, No 1 (2017)
Publisher : Universitas Katolik Soegijapranata Semarang

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (226.79 KB) | DOI: 10.24167/shk.v3i1.693

Abstract

Apotek merupakan tempat dilakukannya pekerjaan kefarmasian, penyaluran sediaan farmasi dan perbekalan kesehatan lainnya kepada masyarakat. Pekerjaan kefarmasiaan meliputi pembuatan termasuk pengendalian mutu sediaan farmasi, pengamanan, pengadaan, penyimpanan dan pendistribusian obat, pelayanan obat atas resep dokter (meliputi peracikan, pelayanan obat keras, psikotropika dan narkotika, sampai pemberian etiket dan label), pelayanan informasi obat serta pengembangan obat, bahan obat dan obat tradisional. Pekerjaan kefarmasian di apotek harus dilakukan oleh tenaga kesehatan yang mempunyai keahlian dan kewenangan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. Didalam pekerjaan kefarmasian di apotek, peranan apoteker menjadi perhatian utama karena apoteker merupakan tenaga kefarmasian yang mempunyai keahlian dan wewenang sebagai penanggung jawab dalam pekerjaan kefarmasian di apotek. Berbeda halnya dengan Apotek Rakyat, Apotek Rakyat menurut Peraturan Menteri Kesehatan No. 284/MENKES/PER/III/2007 adalah sarana kesehatan tempat dilaksanakannya pelayanan kefarmasian dimana dilakukannya penyerahan obat dan perbekalan kesehatan dan tidak melakukan peracikan serta tidak boleh menyimpan dan menyerahkan narkotika dan psikotropika. Sehubungan terdapatnya beberapa ketentuan Apotek Rakyat berdasarkan Peraturan Menteri Kesehatan No. 284/MENKES/PER/III/2007 yang bertentangan dan tidak sesuai dengan ketentuan apotek berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku, maka pada tesis ini akan dibahas mengenai hubungan antara kepastian hukum Apotek Rakyat dengan Pekerjaan Kefarmasian. Kepastian hukum tercapai apabila hukum tersebut didalamnya tidak terdapat keterangan-keterangan yang bertentangan dan tidak terdapat istilah-istilah yang dapat ditafsirkan secara berlainan. Hukum yang berhasil ialah yang dapat menjamin banyak kepastian hukum dalam hubungan-hubungan kemasyarakatan, sehingga dapat mewujudkan keadilan dan ketertiban bagi para pihak yang berkepentingan (masyarakat dan pemerintah). Berdasarkan analisis hubungan antara kepastian hukum Apotek Rakyat dengan Pekerjaan Kefarmasian, maka dapat ditarik kesimpulan bahwa ketentuan mengenai Apotek Rakyat berdasarkan Peraturan Menteri Kesehatan No. 284/MENKES/PER/III/2007 tidak memberikan kepastian hukum bagi apoteker dalam melaksanakan pekerjaan kefarmasian di Apotek Rakyat tersebut karena Peraturan Menteri Kesehatan No. 284/MENKES/PER/III/2007 tidak dapat memberikan perlindungan hukum, keadilan dan ketertiban bagi subjek hukum, yang dalam hal ini adalah masyarakat, baik masyarakat umum maupun masyarakat profesi (apoteker) atas pekerjaan kefarmasian. Sehingga, Peraturan Menteri Kesehatan No. 284/MENKES/PER/III/2007 harus dicabut, selanjutnya hanya mengacu pada ketentuan apotek sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku
Pelaksanaan Pelayanan Gawat Darurat Bagi Peserta Bpjs Kesehatan Di Rumah Sakit Umum Daerah Ratu Aji Putri Botung Ditinjau Dari Keputusan Menteri Kesehatan Nomor 856/Menkes/Sk/Ix/2009 Tentang Standar Instalasi Gawat Darurat (IGD) Rumah Sakit Jansje Grace Makisurat; Y. Budi Sarwo; Daniel Budi Wibowo
SOEPRA Vol 4, No 1: Juni 2018
Publisher : Universitas Katolik Soegijapranata Semarang

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (318.863 KB) | DOI: 10.24167/shk.v4i1.1472

Abstract

Indonesian Hospital is a health service facility to support the implementation of health efforts. RSUD in collaboration with BPJS often accepts patients not according to the criteria of emergency criteria. This study aims to determine the implementation of emergency services for participants JKN Health in IGD and Decree of the Minister of Health of the Republic of Indonesia No. 856 / Menkes / SK / IX / 2009 on Emergency Installation Standards.This research was conducted at the General Hospital of Ratu Aji Putri Botung Area. This research uses sociological juridical approach method with analytical descriptive specification. The data used are primary and secondary data through observation and interview 60 respondents to Head of Health Service, Head of Medical Service, Head of Room of IGD, Head of Unit of Integrated Health Insurance, and manager of BPJS. Data of research result is analyzed by using qualitative method.The results showed that JKN participants were aware of the service flow (32%), were aware of referral service flow (20%), were aware of the emergency’s criteria (28%) and were aware of the JKN participants' rights and obligations (48%). It is because lack of understanding on JKN regulation that become obstacle to access IGD services. Patients who have applied service at the Regional Public Hospital’s emergency unit were served according to the service flow regulated by BPJS. The Triage method was conducted to patients who applied for service at the Emergency unit to sort out which are emergency cases and which are not. RSUD RAPB has not implemented KMK Number 856 / Menkes / SK / IX / 2009 on Hospital's Emergency Unit Standard  was not properly implemented in the hospital includes the absence of legal sanction and the absence of a clear regulation at the regional level, therefore the legalization and modification the regulation is required for the legal product to be effective. Budget support from the government and local government is needed for optimal health service delivery in RSUD RAPB. Supervision and guidance from the Department of Health is needed as a control in ensuring that the regulations are being properly implemented. Intensive socialization by BPJS is required in order to make changes in the general community behavior so that people would understand and obey the rules as JKN participants.
ANALISIS IMPLEMENTASI KEPUTUSAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 378/MENKES/SK/III/2007 TENTANG STANDAR PROFESI PERAWAT GIGI (Studi Kasus Di Puskesmas Perawatan Cempae, Kecamatan soreang, Kota Parepare, Propinsi Sulawesi Selatan) Hery Kadang; Tri Wahyu Murni; Yanti Fristikawati
SOEPRA Vol 2, No 1 (2016)
Publisher : Universitas Katolik Soegijapranata Semarang

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (311.908 KB) | DOI: 10.24167/shk.v2i1.809

Abstract

Perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi dalam segala bidang diera globalisasi ini diprediksikan akan mendorong pertumbuhan dan perkembangan di bidang kesehatan.Perkembangan ilmu dibidang kedokteran gigi harus diimbangi dengan kualitas pelayanan kesehatan yang lebih baik, dengan mengutamakan kepuasan masyarakat dan tetap mengacu pada pelayanan kesehatan dalam dimensi ekonomi, bisnis dan etika. Untuk mengimbangi perkembangan ilmu kedokteran gigi,pentingnya sumber daya manusia kesehatan dalam hal ini dokter gigi selalu meningkatkan pengetahuan dan keterampilannya.Dalam pelaksanaannya, dokter gigi tidak dapat menjalankan tugas pokok dan fungsinya sendiri dalam memberikan pelayanan kesehatan gigi dan mulut kepada masyarakat. Melainkan harus bermitra kerja dengan perawat gigi.Masalah yang timbul saat ini adalah pertama : Keterbatasan jumlah dokter gigi yang bekerja di pelayanan kesehatan di Indonesia dengan ratio terhadap penduduk 1 : 21.500, dimana ideal ratio 1 : 2000 dan itupun penyebarannya tidak merata. Kedua: tugas ganda dokter gigi selain sebagai penangung jawab pelayanan kesehatan gigi dan mulut juga sebagai pejabat struktural yang menyita perhatian dan konsentrasi lebih dalam pelaksanaannya. Sehingga seringkali tugas pokok dan fungsinya tidak dapat dilaksanakan dengan baik,Kementerian Kesehatan Republik Indonesia sesungguhnya telah mengeluarkan Surat Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 378/Menkes/SK/III/2007 tentang Standar profesi Perawat Gigi.peneliti menggunakan pendekatan kualitatif.Dengan menggunakan pendekatan ini diharapkan dapat menjawab pertanyaan apa dan bagaimana dalam rumusan permasalahan penelitian ini, serta dapat memberikan data atau informasi secara faktual dari kondisi objek penelitian. Sebagaimana yang dikemukakan oleh Nawawi dan Hadari tentang pendekatan kualitatif, Pendekatan kualitatif adalah cara/metode yang digunakan dalam disiplin ilmu sosial untuk mengumpulkan informasi secara factual dari kondisi suatu obyek, dikaitkan dengan pemecahan masalah yang dilihat baik dari sudut pandang teoritis maupun praktis.
Peran Bidan Dalam Pelaksanaan Program Keluarga Berencana Berdasarkan Permenkes 1464/Menkes/Per/X/2010 Tentang Izin Dan Penyelenggaraan Praktik Bidan (Studi Kasus Di Kota Semarang) Siti Nur Umariyah Febriyanti; Endang Wahyati Yustina; Hartanto Hardjono
SOEPRA Vol 1, No 1 (2015)
Publisher : Universitas Katolik Soegijapranata Semarang

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (245.031 KB) | DOI: 10.24167/shk.v1i1.1289

Abstract

Masalah kependudukan dan kesehatan merupakan masalah yang dialami Indonesia. Beberapa wilayah Indonesia termasuk Provinsi Jawa Tengah belum mencapai target Total Fertility Rate (TFR) dan UnMeet Need (UMN) yang diharapkan. Begitu pula di Kota Semarang yaitu angka UMN dan Drop Out (DO) KB masih tinggi. Oleh karena itu peran bidan sebagai salah satu tenaga kesehatan sangat besar dalam program KB.  Penelitian ini menggunakan metode pendekatan yuridis sosiologis dengan spesifikasi penelitian bersifat deskriptif. Metode pengumpulan data menggunakan studi kepustakaan yang terdiri dari bahan hukum primer, bahan hukum sekunder, bahan hukum tersier dan studi lapangan. Metode analisa data secara kualitatif.Peran bidan dalam Program KB didasarkan Permenkes 1464/Menkes/Per/X/2010 Tentang Izin dan Penyelenggaraan Praktik Bidan. Bidan berwenang memberikan penyuluhan dan konseling kesehatan reproduksi perempuan dan keluarga berencana. Peran yang dilakukan bidan dalam program KB meliputi peran wajib/imperatif dan peran tidak wajib/fakultatif. Peran bidan dalam pelaksanaan program KB di Kota Semarang sudah dilakukan berdasarkan kewenangan

Page 3 of 18 | Total Record : 179