cover
Contact Name
Rosalinda Elsina Latumahina
Contact Email
rosalindael@untag-sby.ac.id
Phone
-
Journal Mail Official
jurnalhbbc@untag-sby.ac.id
Editorial Address
Jl. Semolowaru 45 Surabaya Jawa Timur
Location
Kota surabaya,
Jawa timur
INDONESIA
Jurnal Hukum Bisnis Bonum Commune
ISSN : 2622982X     EISSN : 26229668     DOI : -
Core Subject : Social,
Arjuna Subject : -
Articles 99 Documents
PERLINDUNGAN INDIKASI GEOGRAFIS TERHADAP KOPI YANG BELUM TERDAFTAR MENURUT FIRST-TO-USE-SYSTEM Ridla, Muhammad Ali
Jurnal Hukum Bisnis Bonum Commune Volume 2, Nomor 2 Agustus 2019
Publisher : Faculty of Law, Universitas 17 Agustus 1945 Surabaya

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (194.821 KB) | DOI: 10.30996/jhbbc.v2i2.2472

Abstract

Penelitian ini mengkaji tentang hak pemegang hak indikasi geografis yang belum terdaftar. Indonesia negara yang luas tentu mempunyai beberapa produk yang dihasilkan dari pengaruh dari geografis yang tentunya sangat banyak banyak namun produk indikasi geografis yang berpotensi mempunyai nilai ekonomi tinggi ini, namun produk indikasi sangat sedikit yang sudah terdaftar di Dirjen HKI contohnya kopi terdapat sekitar 21 jenis yang sudah terdaftar per tahun 2018 apabila yang terjadi akibatnya terjadi seperti kopi Toraja yang diklaim perusahaan asal Jepang menjadi suatu merek dagang mulai tahun 2000. Hal ini tentu negara yang dirugikan adalah Indonesia karena negara yang mempunyai produk indikasi geografis tidak dapat mengekspor ke Jepang tanpa ada izin dari pemegang hak merek. Perlindungan untuk pengguna pertama kali sangat diperlukan,tidak hanya perlindungan kepada pendaftar pertama. Oleh sebab itu hasil penelitian ini menyarankan apabila terdapat suatu produk indikasi geografis yang belum terdaftar tetap harus dilindungi.
KEDAULATAN NEGARA INDONESIA DALAM UDARA DAN ANGKASA Pardamean Sihombing, L. Raymond Jr.
Jurnal Hukum Bisnis Bonum Commune Volume 2, Nomor 2 Agustus 2019
Publisher : Faculty of Law, Universitas 17 Agustus 1945 Surabaya

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (109.656 KB) | DOI: 10.30996/jhbbc.v2i2.2596

Abstract

Pemanfaatan ruang angkasa sebagai bagian dari upaya kemanusiaan untuk menemukan sumber-sumber kehidupan dan kemaslahatan baru bagi manusia sedang masuk dalam tahap perkembangan yang lebih pesat. Di planet bumi saja sudah terpasang dan bekerja sekitar duapuluh kosmodrom atau yang merupakan komplek tempat yang terkait dengan peluncuran pesawat atau satelit ke ruang angkasa. Disekeliling planet bumi telah mulai bekerja ribuan satelit buatan manusia, diruang orbit bumi telah mampir kesitu sekitar 500 orang manusia yang menandai awal mula turisme atau pariwisata di ruang angkasa, terkait dengan pemanfaatan bulan dan ekspedisi ke planet Mars, dapat dikatakan bahwa aktivitas manusia di ruang angkasa menjadi lebih banyak, lebih luas cakupannya dan lebih bervariasi.
KEKOSONGAN NORMA PENENTUAN BUNGA PINJAMAN FINANCIAL TECHNOLOGY PEER TO PEER LENDING Tjandra, Antoni
Jurnal Hukum Bisnis Bonum Commune Volume 3, Nomor 1 Februari 2020
Publisher : Faculty of Law, Universitas 17 Agustus 1945 Surabaya

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.30996/jhbbc.v3i1.3077

Abstract

Today is the era of the modern economy which is made non-bank financial institutions sector experiencing growth. One form of this development is marked by the emergence of Financial Technology. One of the products of the Financial Technology is Peer to Peer Lending that have business activities provide loans accompanied by interest to the debtor. Currently lending restrictions imposed on the debtor fintech is 0.8% per day (maximum limit), but this maximum interest limit was issued by Asosiasi Fintech Pendanaan Bersama Indonesia (AFPI) which is an association of Fintech organizers. This paper discusses the legal protection of the debtor against the Peer to Peer Lending lending rate. The method used is normative juridical. The collection of legal materials through the literature and qualitative normative analysis.  The results of this study aims to determine the legal protection for debtors in the Financial Technology in the Peer to Peer Lending agreement to interest rate loan Peer to Peer Lending determined by Asosiasi Fintech Pendanaan Bersama Indonesia (AFPI).Saat ini adalah jaman dari perekonomian modern yang dimana hal ini kemudian membuat sektor lembaga keuangan bukan bank mengalami perkembangan. Salah satu bentuk dari perkembangan tersebut adalah ditandai dengan munculnya Financial Technology. Salah satu produk dari Financial Technology adalah Peer to Peer Lending yang mempunyai kegiatan usaha memberikan pinjaman yang disertai dengan bunga kepada debitur. Saat ini batasan bunga pinjaman fintech yang dikenakan kepada debitur adalah 0,8% per hari (batas maksimum), namun batasan bunga maksimum ini dikeluarkan oleh Asosiasi Fintech Pendanaan Bersama Indonesia (AFPI) yang merupakan asosiasi para penyelenggara Fintech. Penulisan ini membahas perlindungan hukum terhadap debitur terhadap suku bunga pinjaman Peer to Peer Lending. Metode yang digunakan menggunakan yuridis normatif. Pengumpulan bahan hukum melalui kepustakaan dan dianalisis normatif kualitatif. Hasil penelitian ini bertujuan mengetahui perlindungan hukum bagi debitur dalam Financial Technology  di dalam perjanjian Peer to Peer Lending terhadap suku bunga pinjaman Peer to Peer Lending yang ditentukan oleh Asosiasi Fintech Pendanaan Bersama Indonesia (AFPI).
AKIBAT HUKUM ATAS PENYITAAN OBYEK JAMINAN FIDUSIA YANG TIDAK DIDAFTARKAN Wijaya, Happy Trizna
Jurnal Hukum Bisnis Bonum Commune Volume 3, Nomor 1 Februari 2020
Publisher : Faculty of Law, Universitas 17 Agustus 1945 Surabaya

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.30996/jhbbc.v3i1.3039

Abstract

Consumer finance companies often take the action of taking objects that are used as fiduciary collateral when the debtor is unable to repay the loan. This was done because the consumer finance institution did not register the fiduciary guarantee with the Fiduciary Office. By not registering fiduciary guarantees, the fiduciary guarantee institution does not get a fiduciary guarantee certificate in which there is a clause of the sentence "FOR JUSTICE BASED ON THE ALMIGHTY GOD" Permanent legal remedies taken by debtors holding fiduciary guarantees confiscated by financial institutions are as far as possible to maintain the right to ownership of the vehicle used as fiduciary security, and if the financing institution takes by force, the debtor can report to the police on the basis of the consumer financing institution has seized fiduciary guarantees and at the same time sues for compensation in the form of reimbursement of costs, losses and interest on the basis of consumer financing has committed acts that violate the law as Article 1365 of the Civil Code.Perusahaan pembiayaan konsumen sering mengambil tindakan mengambil obyek yang dijadikan jaminan fidusia ketika debitur tidak mampu membayar pinjamannya. Hal ini dilakukan karena lembaga pembiayaan konsumen tidak mendaftar jaminan fidusia tersebut ke Kantor Fidusia. Dengan tidak didaftarkannya jaminan fidusia, maka lembaga jaminan fidusía tidak mendapatkan sertifikat jaminan fidusia yang di dalamnya terdapat irah-irah kalimat "DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA” Irah-irah kalimat tersebut mempunyai kekuatan esksekusi atas kekuasaannya sendiri sebagaimana putusan pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap. Upaya hukum yang ditempuh oleh debitur pemilik jaminan fidusia yang disita oleh lembaga pembiayaan adalah sedapat mungkin mempertahankan hak atas kepemilikan kendaraan yang dijadikan jaminan fidusia tersebut, dan apabila lembaga pembiayaan mengambil secara paksa. Debitur dapat melaporkan kepada pihak kepolisian atas dasar lembaga pembiayaan konsumen telah melakukan perampasan jaminan fidusia dan sekaligus menggugat ganti kerugian berupa penggantian biaya, rugi dan bunga atas dasar pembiayaan konsumen telah melakukan perbuatan melanggar hukum sebagaimana pasal 1365 KUHPerdata.
AKIBAT HUKUM PENGALIHAN HAK TANGGUNGAN TANPA SEPENGETAHUAN KREDITUR DALAM TINJAUAN ASAS KESEIMBANGAN DAN ITIKAD BAIK DALAM PUTUSAN PENGADILAN Binsneyder, Meike; Rosando, Abraham Ferry
Jurnal Hukum Bisnis Bonum Commune Volume 3, Nomor 1 Februari 2020
Publisher : Faculty of Law, Universitas 17 Agustus 1945 Surabaya

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.30996/jhbbc.v3i1.3052

Abstract

The process of buying a house through a Home Ownership Credit is always encountered problems with installment payment problems, so that the buyer is exposed to default because he does not pay the installments according to the agreement signed between the buyer and the bank. The effort taken by the buyer to avoid default in the form of a foreclosure or auction of a house is to sell to a third party. The act of the buyer transferring the ownership of the house when the credit process has not been completed to a third party raises legal problems when in the process of transfer (take over) without the knowledge of the lending Bank, such as the detention of the land deed by the Bank which is still on behalf of the first debtor. This study uses a normative approach and a case approach to review the decision No. 80 / Pdt.G / 2015 / PN.Sda on the issue of transferring credit to third parties without the knowledge of the bank, namely the National Savings Bank that provides credit. This study concludes that the court's decision to accept claims from the plaintiff (third party), although only based on evidence in the form of a stamped purchase agreement, proof of installment payments and land and building tax in a timely manner which is assessed as good faith as stated in Article 55 ( 2) Law Number 01/2011 and the provisions of Article 1338 (1) of the Civil Code is valid. Legal considerations in court decisions refer to good faith, and arguments about the application of the principle of balance in agreements that both parties should fulfill and implement the agreement, although the position of the State Savings Bank is stronger but it must be balanced with the obligation to fulfill good faith. In addition, the principle of protecting the rights of debtors in a home purchase credit agreement, in accordance with Article 4 of the UUPK, the buyer or debtor is entitled to obtain documents that are used as collateral for the duration of the credit process.Proses pembelian rumah melalui Kredit Pemilikan Rumah sepanjang waktu selalu dijumpai masalah kendala pembayaran angsuran, sehingga pihak pembeli terkena wanprestasi karena tidak membayar angsuran sesuai kesepakatan yang ditandatangani antara pihak pembeli dengan pihak bank. Upaya yang dilakukan pihak pembeli untuk menghindari wanprestasi berupa penyitaan atau pelelangan atas rumah adalah menjual pada pihak ketiga. Tindakan pembeli yang mengalihkan kepemilikan rumah saat proses kredit belum selesai ke pihak ketiga menimbulkan masalah hukum bilamana dalam proses pengalihan (take over) tanpa sepengetahuan pihak Bank pemberi kredit, seperti penahanan akta tanah oleh pihak Bank yang masih atas nama debitur pertama. Penelitian ini menggunakan pendekatan normatif dan pendekatan kasus untuk mengkaji putusan No. 80/Pdt.G/2015/PN.Sda  atas masalah pengalihan kredit  pada pihak ketiga tanpa sepengatahuan pihak bank, yaitu Bank Tabungan Negara yang memberikan kredit. Penelitian ini menyimpulkan bahwa putusan pengadilan yang menerima tuntutan dari penggugat (pihak ketiga) meskipun hanya berdasarkan bukti berupa surat perjanjian jual beli bermaterai cukup, bukti pembayaran angsuran dan pajak bumi dan bangunan secara tepat waktu yang dinilai sebagai itikat baik seperti yang tertera dalam Pasal 55 (2) UU Nomor 01/2011 dan ketentuan Pasal 1338 (1) KUH Perdata adalah sah. Pertimbangan hukum dalam putusan pengadilan mengacu pada itikad baik, dan argumentasi tentang penerapan asas keseimbangan dalam perjanjian yang semestinya kedua belah pihak memenuhi dan melaksanakan perjanjian, meskipun kedudukan pihak Bank Tabungan Negara lebih kuat namun harus diimbangi kewajiban untuk memenuhi itikad baik. Selain itu asas perlindungan hak debitur pada perjanjian kredit pembelian rumah, sesuai Pasal 4 UUPK pihak pembeli atau debitur berhak memperoleh dokumen yang dijadikan jaminan selama proses kreditnya selesai.
SELEBGRAM DIKENAKAN PAJAK? Novitasari, Indah
Jurnal Hukum Bisnis Bonum Commune Volume 3, Nomor 1 Februari 2020
Publisher : Faculty of Law, Universitas 17 Agustus 1945 Surabaya

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.30996/jhbbc.v3i1.3078

Abstract

-Indonesian State Revenues need to increase from year to year. Efforts in increasing the Indonesian State Revenues can be made by boosting tax revenues. A new and current phenomenon occurs in the world of taxation because of the emergence of a special expertise in promoting an item or service through Instagram social media, known as Selebgram (Celebrity Instagram). Selebgram receives monetary rewards for its services in promoting an item or service, and users of this Selebgram service are generally Online Shop owners who want their products to be known then their sales are expected to increase after being promoted by the Selebgram. The money received by this program if accumulated within one month, for example, can fulfill the category as income. With this fact, but Indonesia has not been able to accommodate the basis for the imposition of the Selebgram income tax, the procedure for reporting income, how income categories can be taxed, and other confusing matters and have not found a solution. The Directorate General of Tax for the time being only relies on a system they call the Social Network Analytic System but is still opaque in its implementation and supervision. This clearly shows the absence of legal norms, the absence of legal certainty in regulating the procedures for collecting income tax for Selebgram. The writing of this scientific article uses the method of normative legal research with the method of law approach, historical approach and comparative approach. The problem in this scientific article has the objective to find out how to arrange income tax collection for celebrities.Pendapatan Negara Indonesia dari tahun ke tahun perlu mengalami peningkatan. Upaya dalam melakukan peningkatan Pendapatan Negara Indonesia dapat dilakukan dengan mendongkrak penerimaan pajak. Sebuah fenomena baru dan kekinian terjadi dalam dunia perpajakan karena munculnya suatu keahlian khusus dalam mempromosikan suatu barang atau jasa melalui media sosial Instagram yang dikenal dengan sebutan Selebgram (Selebriti Instagram).  Selebgram menerima imbalan berupa uang atas jasanya dalam mempromosikan suatu barang atau jasa, dan pengguna dari jasa Selebgram ini umumnya adalah pemilik Toko Online (Online Shop) yang ingin produknya dikenal kemudian penjualannya diharapkan mengalami peningkatan setelah dipromosikan oleh Selebgram tersebut. Uang yang diterima oleh Selebgram ini apabila diakumulasikan dalam jangka waktu satu bulan misalnya, dapat memenuhi kategori sebagai penghasilan. Dengan fakta demikian, tetapi Indonesia belum mampu mengakomodir tentang dasar pengenaan pajak penghasilan Selebgram, tata cara melaporkan penghasilannya, kategori penghasilan yang bagaimana dapat dikenakan pajak, dan hal-hal membingungkan lainnya dan belum mendapatkan solusi. Direktorat Jendral Pajak untuk sementara waktu hanya mengandalkan suatu sistem yang mereka sebut dengan Social Network Analitics System tetapi masih buram pelaksanaan dan pengawasannya. Hal ini jelas menunjukkan adanya kekosongan norma hukum, tidak adanya kepastian hukum dalam mengatur tata cara pemungutan pajak penghasilan bagi Selebgram. Penulisan artikel ilmiah ini menggunakan metode penelitian hukum normatif dengan metode pendekatan undang-undang, pendekatan historis dan pendekatan komparatif. Permasalahan dalam artikel ilmiah ini memiliki tujuan untuk mengetahui bagaimana pengaturan pemungutan pajak penghasilan bagi Selebgram.
THE BANKRUPTCY OF FOREIGN CAPITAL COMPANIES AND INDONESIAN LABOR PROTECTION Farahni, Fadilah Nariza
Jurnal Hukum Bisnis Bonum Commune Volume 3, Nomor 1 Februari 2020
Publisher : Faculty of Law, Universitas 17 Agustus 1945 Surabaya

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (1525.074 KB) | DOI: 10.30996/jhbbc.v3i1.3007

Abstract

Indonesia as a destination for investment will open an opportunity to foreign investor to come and invest their money in Indonesia. As the time goes by, those foreign companies cannot survive due to tight competition that may lead to bankruptcy. In Indonesia, Law No. 37 Year 2004 about bankruptcy and debt moratorium/suspension of payment has not been arranged it in detail about foreign stock company bankruptcy. Therefore, this research aims to examine 2 aspects, which are first, to show that foreign stock company in Indonesia can be bankrupted. Second, to explain the rights of Indonesian employees that works in that bankrupted company. From this research, we found that foreign stock company in Republic of Indonesia area can be bankrupted based on Act No. 25 Tahun 2007 about capital investment, which says that foreign capital investment must be in a form of Limited Liability Company based on the Indonesian law. This clearly states that foreign stock company in Indonesia should obey the law and order of Republic of Indonesia. Indonesian labor's rights for the labour who works for foreign stock company that experiences bankruptcy based on Labour Law No. 13 Year 2003 Act 165 states that the labor's rights include: severance payments, long service payment and com-pensation payment.
IMPLIKASI USAHA PENAMBANG GALIAN C TERHADAP DEGRADASI KUALITAS MUTU LINGKUNGAN HIDUP SUNGAI (Studi Kasus Kecamatan Palasah Kabupaten Majalengka) Sutrisno, Endang; Sutarih, Ayih; Artadi, Ibnu
Jurnal Hukum Bisnis Bonum Commune Volume 3, Nomor 1 Februari 2020
Publisher : Faculty of Law, Universitas 17 Agustus 1945 Surabaya

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (3326.019 KB) | DOI: 10.30996/jhbbc.v3i1.2685

Abstract

Quarrying C Mining Activities, which are carried out by residents in the river area in Majalengka Regency, are mining sand individually or in groups in the form of traditional micro and medium enterprises. The existence of the business is carried out with various limitations namely minimal technology, the existence of limited human resources, small capital aspects and activities carried out by ignoring the licensing factor by referring to Law Number 4 of 2009 concerning Mineral and Coal Mining. Traditional miners must have a People's Mining License (IPR) granted by the local Regional Government. The fact is that the mining activities are carried out without a permit and public policies are needed from the continuous support of the local government to maintain the environmental quality of the river basin. The formulation of the problem is how is the implementation of Majalengka District Government's policy to maintain the quality of the river's environmental quality? And how is the legal understanding of traditional illegal miners in the District of Palasah Majalengka Regency to build awareness and legal compliance? This study uses the hermeneutic paradigm with the aim of understanding the interaction of actors who are involved or involved themselves in a social process, including social processes that are relevant to legal issues. The so-called actors in this research are the traditional illegal miners in Palasah Sub-District, Majalengka Regency. The legal basis for local community control of sand mining activities carried out naturally and is handed down for more than 50 (fifty) years. However, the legal basis for the control is not enough, in this case the people conducting sand mining must have a People's Mining License (IPR) granted by the local government as regulated in Article 1 paragraph (10) of Law No. 4 of 2009 concerning Mineral and Coal Mining.Kegiatan Penambangan Galian C, yang dilakukan oleh penduduk di kawasan sungai di Kabupaten Majalengka yaitu penambangan pasir secara perorangan atau berkelompok dalam bentuk usaha kecil mikro dan menengah secara tradisional. Eksistensi usaha tersebut dilakukan dengan berbagai keterbatasan yaitu minim teknologi, keberadaan sumber daya manusia yang terbatas, aspek permodalan kecil serta kegiatan yang dilakukan dengan mengabaikan faktor perizinan dengan merujuk kepada Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2009 tentang Pertambangan Mineral dan Batu Bara.  Penambang tradisioanl harus mempunyai Izin Pertambangan Rakyat (IPR) yang diberikan oleh Pemerintah Daerah setempat. Faktanya aktivitas penambangan tersebut, dilakukan tanpa adanya izin dan dibutuhkan kebijakan publik dari keberpihakan Pemerintah Daerah setempat secara berkesinambungan untuk menjaga kualitas lingkungan hidup kawasan sungai. Rumusan masalahnya bagaimanakah implementasi kebijakan Pemerintah Daerah Kabupaten Majalengka untuk menjaga kualitas mutu lingkungan hidup sungai? Dan bagaimanakah  pemahaman hukum penambang liar tradisional di Kecamatan Palasah Kabupaten Majalengka untuk membangun kesadaran dan kepatuhan hukum? Penelitian ini menggunakan paradigma hermeneutika dengan tujuan untuk memahami interaksi para aktor yang tengah terlibat atau melibatkan diri ke dalam suatu proses sosial, termasuk proses-proses sosial yang relevan dengan permasalahan hukum. Yang disebut aktor dalam penelitian ini adalah para penambang liar tradisional yang ada di Kecamatan Palasah Kabupaten Majalengka. Dasar hukum penguasaan oleh masyarakat lokal atas kegiatan penambangan pasir yang dilakukan yang terjadi secara alamiah dan turun temurun selama 50 (lima puluh) tahun lebih. Akan tetapi, dasar hukum penguasaan tersebut tidaklah cukup, dalam hal ini masyarakat yang melakukan penambangan pasir harus mempunyai Izin Pertambangan Rakyat (IPR) yang diberikan oleh Pemerintah Daerah setempat sebagaimana yang diatur  dalam Pasal 1 ayat (10) Undang-Undang No. 4 Tahun 2009 tentang Pertambangan Mineral dan Batu Bara
PENYELESAIAN SENGKETA DI LAUT NATUNA UTARA Novianto, Rizal Dwi; Firmansyah, Dimas Agung; Pratama, Naufal Adi
Jurnal Hukum Bisnis Bonum Commune Volume 3, Nomor 1 Februari 2020
Publisher : Faculty of Law, Universitas 17 Agustus 1945 Surabaya

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (186.862 KB) | DOI: 10.30996/jhbbc.v3i1.3074

Abstract

Indonesia is arguably one of the countries could be threatened by losses due to the action of China that illustrates or made nine points of new territory for the Natuna islands in the Riau Islands. Which of course with the threat of the Chinese state, will have a very significant effect on the Indonesian state. Can be seen in the gas-rich waters were impressed or seen to enter the territory of China's sovereignty. Judging from the legal aspect (juridical), the handling of the outer small islands currently requires an adequate, adequate set of laws in order to defend the territory and empower the conditions that occur. Reviewing various laws and regulations such as laws, government regulations, Presidential Decrees, and others relating to the handling or determination of boun-daries and borders of the State, including land areas and sea boundaries which when it becomes urgent or needed.Indonesia dapat dibilang salah satu Negara bisa saja terancam kerugian karena adanya aksi dari Cina yang menggambarkan atau membuat Sembilan titik wilayah-wilayah baru untuk kepulauan Natuna di Kepulauan Riau. Yang mana tentu dengan ancaman negara Cina tersebut, akan memberikan efekyang sangat berarti bagi negara Indonesia. Dapat dilihat dalam perairan kaya gas itu terkesan atau terlihat masuk wilayah kedaulatan China. Ditinjau dari aspek hukum (yuridis), penanganan dari pulau-pulau kecil terluar saat ini membutuhkan perangkat perundangundangan yang mencukupi, memadai dalam rangka mempertahankan wilayah dan memberdayakan keadaan yang terjadi. Peninjauan berbagai peraturan perundangundangan seperti Undang-undang, Peraturan pemerintah, Kepres, dan lain-lainnya yang berkaitan dengan penanganan atau penentuan batas dan perbatasan dari Negara baik mencakup wilayah darat maupun batas laut yang pada saat menjadi hal yang mendesak atau dibutuhkan.
PRINSIP KEPERCAYAAN SEBAGAI FONDASI UTAMA KEGIATAN PERBANKAN Putera, Andika Persada
Jurnal Hukum Bisnis Bonum Commune Volume 3, Nomor 1 Februari 2020
Publisher : Faculty of Law, Universitas 17 Agustus 1945 Surabaya

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (1842.919 KB) | DOI: 10.30996/jhbbc.v3i1.2984

Abstract

Banking as an intermediary institution plays an important role in advancing the national economy as an intermediary between capital owners and users of funds. In carrying out its business activities, banks as business entities have special characteristics, which are obliged to maintain public trust which is a fundamental principle for banks because the existence of the banking industry is highly dependent on public trust as the owner of funds. The public funds deposited in the bank are used to finance the customer's credit. The magnitude of the role of the community in the banking industry, so that banks are also called trust institutions. That is, as a financial institution whose basic foundation is public trust. In this article, the things that will be discussed are first, bank business activities related to the Trust Principle. Second, the Trust Principle is the main foundation of banking in carrying out its business activities. This article is based on juridical-normative research with primary and secondary legal materials as secondary data on which the analysis is based. The results of the analysis are related to the implementation of daily bank activities (day to day activities) which include funding, lending and services, all of which require public confidence in order to develop properly and to maintain the existence of the bank. The principle of trust is a fundamental principle for banks because it serves as the main foundation of banks in carrying out their daily business activities, especially related to the collection of public funds (funding) as capital for bank lending.Perbankan sebagai lembaga intermediasi berperan penting dalam memajukan perekonomian nasional sebagai perantara antara pemilik modal dengan pengguna dana. Dalam menjalankan kegiatan usahanya, bank sebagai badan usaha memiliki karakteristik khusus, yaitu wajib menjaga kepercayaan masyarakat yang merupakan prinsip fundamental bagi bank karena keberadaan industri Perbankan sangat tergantung pada kepercayaan masyarakat sebagai pemilik dana. Dana masyarakat yang disimpan di bank itulah yang digunakan untuk membiayai kredit nasabahnya. Besarnya peran masyarakat pada industri perbankan, sehingga bank disebut juga sebagai lembaga kepercayaan. Artinya, sebagai suatu lembaga keuangan yang fondasi dasarnya adalah kepercayaan masyarakat. Dalam artikel ini, hal-hal yang akan dibahas adalah pertama, kegiatan usaha bank yang berkaitan dengan Prinsip Kepercayaan. Kedua, Prinsip Kepercayaan merupakan fondasi utama perbankan dalam menjalankan kegiatan usahanya. Artikel ini dibuat berdasarkan penelitan yuridis-normatif dengan bahan hukum primer dan sekunder sebagai data sekunder yang menjadi dasar analisisnya. Hasil analisis adalah terkait dengan pelaksanaan kegiatan bank sehari-hari (day to day activities) yang meliputi funding, lending dan services, semuanya membutuhkan kepercayaan masyarakat agar dapat berkembang dengan baik serta guna mempertahankan keberadaan bank tersebut. Prinsip kepercayaan merupakan prinsip fundamental bagi perbankan karena berfungsi sebagai fondasi utama bank dalam melaksanakan kegiatan usahanya sehari-hari, terutama terkait dengan penghimpunan dana masyarakat (funding) sebagai modal untuk penyaluran kredit bank.

Page 4 of 10 | Total Record : 99