cover
Contact Name
Bidang Fasilitasi Publikasi Hukum dan HAM
Contact Email
balitbangkumham@gmail.com
Phone
-
Journal Mail Official
balitbangkumham@gmail.com
Editorial Address
-
Location
Kota adm. jakarta selatan,
Dki jakarta
INDONESIA
Jurnal HAM
ISSN : 16938704     EISSN : 25798553     DOI : -
Core Subject : Social,
Jurnal HAM merupakan majalah ilmiah yang memuat naskah-naskah di bidang Hak Asasi Manusia (HAM) yang berupa hasil penelitian, kajian dan pemikiran di bidang HAM. Jurnal HAM terbit secara berkala 2 Nomor dalam setahun pada bulan Juli dan Desember.
Arjuna Subject : -
Articles 167 Documents
ANALISIS PENANGANAN KONFLIK ANTAR ORGANISASI KEMASYARAKATAN DI SUMATERA UTARA (MEDAN) DAN JAWA TENGAH (SURAKARTA) Denny Zainuddin
Jurnal HAM Vol 7, No 1 (2016): July Edition
Publisher : Badan Penelitian dan Pengembangan Hukum dan HAM

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (426.586 KB) | DOI: 10.30641/ham.2016.7.10-20

Abstract

AbstrakOrganisasi Kemasyarakatan hadir, tumbuh dan berkembang sejalan dengan sejarah perkembangan bangsa. Dalam sejarah perjuangan kemerdekaan negara Republik Indonesia, Ormas merupakan wadah utama dalam pergerakan kemerdekaan, pada satu sisi, Ormas merupakan sebuah bentuk kebebasan fundamental yang dimiliki oleh setiap individu baik dalam kerangka etika maupun legal, yang dilindungi dan dijamin pelaksanaannya oleh negara. Namun pada sisi lain, pelaksanaan kebebasan fundamental tersebut justru ditengarai memiliki dampak negatif, yakni menabrak batas-batas keajegan dan ketertiban sosial masyarakat Indonesia.Penelitian ini melihat kebijakan pemerintah daerah dalam mengatasi konflik antar organisasi massa. Adapun pokok masalah ini diurai dalam beberapa pertanyaan, yaitu bagaimanakah dinamika konflik antar Ormas yang terjadi dan apa saja faktor penyebabnya, Kebijakan apa saja yang telah keluarkan oleh Pemerintah Daerah dalam rangka pengananan konflik antar Ormas, Bagaimana pengaruh kebijakan Pemda terhadap pengananan konflik antar Ormas.Penelitian ini dianallisis dengan menggunakan teori mobilisasi sumber daya dan analisis circle of conflict, untuk mendapatkan jawaban bagaimana Konflik Ormas yang terjadi di Sumatera Utara dan Jawa tengah (Solo) dan bagaimana penanganan konflik oleh Pemerintah di kedua lokasi tersebut.Penelitian ini menilai bahwa Pemda masih secara parsial menangani potensi konflik antar Ormas. Kebijakan yang ada masih bersifat administratif ketimbang sepenuhnya memberdayakan Ormas dalam mencapai tujuan bersama.Kata kunci: Pemerintah, konflik, OrmasAbstractCivil society organizations present, grow and develop in line with the historical development of the nation. In the history of the struggle for freedom in Indonesia, CSOs are the main container in the independence movement, mass is a form of the fundamental freedoms of every individual in both the ethical and legal framework, which is protected and guaranteed execution by the state. the implementation of the fundamental freedoms it is considered to have a negative impact, namely crashing boundaries and social order of Indonesian society.The research looked at government policy in resolving the conflict between CSOs. As this subject is broken down into several questions, namely how the dynamics of the conflict between CSOs happened and what are the causes, any policy that has been issued by the local government in order from administration of conflict between CSOs, How to influence the Government's policies from administration of conflicts among CSOs.This study in anallisis by using the theory of resource mobilization and the circle of conflict analysis, to get the answer to how conflicts CSOs that happened in North Sumatra and Central Java (Solo) and how to deal with conflict by the Government at both locations.The study assessed that the existing policy is still an administrative nature rather than fully empowering organizations to achieve common goals.Keywords: government, conflict, CBOs
ALTERNATIF PENJATUHAN HUKUMAN MATI DI INDONESIA DILIHAT DARI PERSPEKTIF HAM (Alternative of Death Penalty of Human Rights Perspective, In Indonesia) Bungasan Hutapea
Jurnal HAM Vol 7, No 2 (2016): December Edition
Publisher : Badan Penelitian dan Pengembangan Hukum dan HAM

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (700.749 KB) | DOI: 10.30641/ham.2016.7.69-83

Abstract

Penjatuhan pidana mati merupakan bagian terpenting dari proses peradilan pidana. Penerapan pidana mati oleh Negara melalui putusan pengadilan, berarti Negara mengambil hak hidup terpidana yang merupakan hak asasi manusia yang sifatnya tidak dapat dibatasi (non derogable). Oleh karena itu penerapannya harus memperhatikan Hak Asasi Manusia terpidana. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui penjatuhan hukuman mati bagi pelaku kejahatan, bertentangan dengan atau tidak dengan hak asasi manusia dan kriteria penjatuhan pidana mati bagi pelaku kejahatan yang tidak bertentangan dengan hak asasi manusia. Metode yang digunakan adalah pendekatan yuridis normatif dengan menggunakan data sekunder. Dapat disimpulkan bahwa penjatuhan pidana mati bertentangan dengan Hak Asasi Manusia dan penetapan dapat dibenarkan dengan alasan membela hak asasi manusia dan hanya pada kejahatan yang bersifat melampaui batas kemanusiaan.AbstractThe death penalty is an important thing in the criminal justice process. Its practice by the state with a verdict, that means state takes a life right of convict which is a nonderogable right. Therefore, its practice must pay attention to their human right. The purpose of this research is to know death penalty of the offenders and its criteria against to the human right or not. This method of this research is normative juridical with secondary data. It concludes that death penalty against to human right and its stipulation can be justifiable by reasoning to defend the human right and merely on crime tend to beyond humanity.
PENANAMAN BUDAYA ANTI KEKERASAN SEJAK DINI PADA PENDIDIKAN ANAK MELALUI KEARIFAN LOKAL PERMAINAN TRADISIONAL (Instill Anti-Violence Culture At Early Stage of children Education Through Local Wisdom Of Traditional Games) Oksimana Darmawan
Jurnal HAM Vol 7, No 2 (2016): December Edition
Publisher : Badan Penelitian dan Pengembangan Hukum dan HAM

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (1132.572 KB) | DOI: 10.30641/ham.2016.7.111-124

Abstract

Implementasi Program Nawacita Pemerintahan Jokowi-Jusuf Kalla sebagai revolusi karakter bangsa, maka diperlukan aplikatif pembentukan karakter positif anak sejak dini melalui kearifan lokal permainan tradisional. Permasalahannya adalah bagaimana potensi kearifan lokal yang terdapat dalam permainan tradisional dapat dimanfaatkan di satuan pendidikan anak usia dini dan pendidikan dasar untuk menanamkan budaya anti kekerasan. Tujuan penelitian ini adalah menilai potensi kearifan lokal yang terdapat dalam permainan tradisional dapat dimanfaatkan di satuan pendidikan anak usia dini dan pendidikan dasar untuk menanamkan budaya anti kekerasan. Jenis penelitian adalah kualitatif melalui metode eksploratif dengan pendekatan induktif. Kesimpulan penelitian adalah potensi kearifan lokal yang terkandung dalam permainan tradisional dapat dimanfaatkan untuk mengenalkan budaya anti kekerasan, yaitu dengan merefleksikan dan memaknai kandungan nilai permainan tradisional dalam proses pembelajaran dan aktivitas bermain anak. Untuk itu disarankan, perlu peraturan daerah sampai peraturan gubernur sebagai peraturan pelaksana permainan tradisional agar bisa diterapkan di satuan pendidikan anak usia dini dan pendidikan dasar.AbstractImplementation of Jokowi-Jusuf Kalla’s administration Nawacita program as nation character revolution, so it is necessary to build a positive and applicative character to children, early through the local wisdom of traditional games. This purpose of this research is to assess local wisdom potencies in traditional games can make benefits at early childhood education programs and primary education to establish idea and attitude of anti-violence culture. This research is qualitative with an explorative method and inductive approach. It concludes that local wisdom potencies can be useful to recognize anti-violence culture by reflecting and interpreting values of traditional games in learning process and child playing activities. It suggested that it is important to regulate rule of traditional games both local regulation and governor regulation of early childhood education programs and primary education.
Pemulihan Hak Ekonomi dan Sosial Korban Pelanggaran Berat Hak Asasi Manusia dalam Peristiwa Talangsari 1989 Penny Naluria Utami
Jurnal HAM Vol 8, No 1 (2017): July Edition
Publisher : Badan Penelitian dan Pengembangan Hukum dan HAM

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (711.2 KB) | DOI: 10.30641/ham.2017.8.51-65

Abstract

Dugaan peristiwa pelanggaran berat HAM masa lalu yang pernah terjadi, yakni penyerbuan aparat tentara ke dusun Talangsari III, Desa Rajabasa Lama, Kecamatan Way Jepara, Kabupaten Lampung Timur (sebelumnya masuk Kabupaten Lampung Tengah), yang mengakibatkan penderitaan korban dan inefektivitas langkah-langkah strategis negara dalam mencegah berulangnya pelanggaran berat HAM serta konflik yang bersumber dari ketidakadilan historis. Permasalahan dalam penelitian ini adalah upaya pemulihan oleh negara terhadap hak ekonomi dan sosial korban pelanggaran berat HAM masa lalu dan dampak pelanggaran berat HAM masa lalu terhadap hak ekonomi dan sosial korban. Penelitian ini mengaplikasikan cara berpikir induktif dan analitik dalam menelaah dan memahami dampak hak ekonomi korban pelanggaran berat HAM masa lalu di Talangsari, Kabupaten Lampung Timur. Data lapangan menunjukkan bahwa dimensi hak ekonomi-sosial yang terkena dampak dugaan kejahatan terhadap kemanusiaan tersebut mencakup dimensi hak untuk bekerja, jaminan sosial, kesehatan sampai pada kepemilikan atas harta benda pribadi. Dalam konteks ini, Negara melalui aparat penegak hukum perlu memperhatikan overlap antara pemulihan pelanggaran hak ekonomi-sosial dengan dugaan kejahatan terhadap kemanusiaan dalam kasus Talangsari 1989. Beberapa rekomendasi yang dirumuskan meliputi: pemulihan hak korban dalam kerangka kerja RANHAM, pemberian mandate kepada tim penyelesaian pelanggaran HAM masa lalu di Kemenko Polhukam, pembentukan RUU Komisi Kebenaran dan Rekonsiliasi atau pemulihan hak melalui Pengadilan HAM ad hoc.
Pemulihan Hak Ekonomi dan Sosial Korban Pelanggaran Berat Hak Asasi Manusia dalam Peristiwa Talangsari 1989
Jurnal HAM Vol 8, No 1 (2017): Edisi Juli
Publisher : Badan Penelitian dan Pengembangan Hukum dan Hak Asasi Manusia

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (711.2 KB) | DOI: 10.30641/ham.2017.8.51-65

Abstract

Dugaan peristiwa pelanggaran berat HAM masa lalu yang pernah terjadi, yakni penyerbuan aparat tentara ke dusun Talangsari III, Desa Rajabasa Lama, Kecamatan Way Jepara, Kabupaten Lampung Timur (sebelumnya masuk Kabupaten Lampung Tengah), yang mengakibatkan penderitaan korban dan inefektivitas langkah-langkah strategis negara dalam mencegah berulangnya pelanggaran berat HAM serta konflik yang bersumber dari ketidakadilan historis. Permasalahan dalam penelitian ini adalah upaya pemulihan oleh negara terhadap hak ekonomi dan sosial korban pelanggaran berat HAM masa lalu dan dampak pelanggaran berat HAM masa lalu terhadap hak ekonomi dan sosial korban. Penelitian ini mengaplikasikan cara berpikir induktif dan analitik dalam menelaah dan memahami dampak hak ekonomi korban pelanggaran berat HAM masa lalu di Talangsari, Kabupaten Lampung Timur. Data lapangan menunjukkan bahwa dimensi hak ekonomi-sosial yang terkena dampak dugaan kejahatan terhadap kemanusiaan tersebut mencakup dimensi hak untuk bekerja, jaminan sosial, kesehatan sampai pada kepemilikan atas harta benda pribadi. Dalam konteks ini, Negara melalui aparat penegak hukum perlu memperhatikan overlap antara pemulihan pelanggaran hak ekonomi-sosial dengan dugaan kejahatan terhadap kemanusiaan dalam kasus Talangsari 1989. Beberapa rekomendasi yang dirumuskan meliputi: pemulihan hak korban dalam kerangka kerja RANHAM, pemberian mandate kepada tim penyelesaian pelanggaran HAM masa lalu di Kemenko Polhukam, pembentukan RUU Komisi Kebenaran dan Rekonsiliasi atau pemulihan hak melalui Pengadilan HAM ad hoc.
Prinsip Non-Intervensi Bagi ASEAN Ditinjau dari Perspektif Hak Asasi Manusia Tony Yuri Rahmanto
Jurnal HAM Vol 8, No 2 (2017): December Edition
Publisher : Badan Penelitian dan Pengembangan Hukum dan HAM

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (617.09 KB) | DOI: 10.30641/ham.2017.8.145-159

Abstract

Prinsip non-intervensi yang dijadikan pedoman oleh ASEAN disinyalir sudah tidak relevan dengan perkembangan zaman saat ini. Dari sekian konflik internal yang terjadi di ASEAN, banyak diantaranya yang melanggar nilai-nilai universal HAM dan demokrasi. Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui kompatibilitas (kesesuaian) antara prinsip non-intervensi dengan norma dan prinsip hak asasi manusia. Metode penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif yang bersifat deskriptif, kemudian dilakukan analisis secara kualitatif terhadap substansi, konteks berdasarkan data sekunder. Adanya penerapan Prinsip non-intervensi secara nyata memperburuk perlindungan, penghormatan dan pemenuhan Hak Asasi Manusia di ASEAN. Selain itu dengan adanya prinsip tersebut ASEAN menjadi tidak mampu untuk menyediakan legislasi yang mengikat dan implementasi yang baik dalam penanganan kasus-kasus pelanggaran HAM. Adapun saran yang diberikan adalah penerapan dalam Prinsip non-intervensi sebaiknya tidak dilaksanakan secara kaku sehingga dapat memberikan ruang gerak bagi penegak hukum di bidang HAM dalam memberikan rekomendasi atau masukan bahwa apa yang dilakukan oleh suatu negara anggota ASEAN telah menyimpang dari prinsip-prinsip HAM dan kemanusiaan dunia internasional. Namun intervensi yang dilakukan diharapkan tidak melanggar kebebasan politik sebuah negara, sehingga tindakan tersebut hanya bertujuan untuk memulihkan hak asasi manusia pada suatu negara.
Prinsip Non-Intervensi Bagi ASEAN Ditinjau dari Perspektif Hak Asasi Manusia
Jurnal HAM Vol 8, No 2 (2017): Edisi Desember
Publisher : Badan Penelitian dan Pengembangan Hukum dan Hak Asasi Manusia

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (617.09 KB) | DOI: 10.30641/ham.2017.8.145-159

Abstract

Prinsip non-intervensi yang dijadikan pedoman oleh ASEAN disinyalir sudah tidak relevan dengan perkembangan zaman saat ini. Dari sekian konflik internal yang terjadi di ASEAN, banyak diantaranya yang melanggar nilai-nilai universal HAM dan demokrasi. Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui kompatibilitas (kesesuaian) antara prinsip non-intervensi dengan norma dan prinsip hak asasi manusia. Metode penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif yang bersifat deskriptif, kemudian dilakukan analisis secara kualitatif terhadap substansi, konteks berdasarkan data sekunder. Adanya penerapan Prinsip non-intervensi secara nyata memperburuk perlindungan, penghormatan dan pemenuhan Hak Asasi Manusia di ASEAN. Selain itu dengan adanya prinsip tersebut ASEAN menjadi tidak mampu untuk menyediakan legislasi yang mengikat dan implementasi yang baik dalam penanganan kasus-kasus pelanggaran HAM. Adapun saran yang diberikan adalah penerapan dalam Prinsip non-intervensi sebaiknya tidak dilaksanakan secara kaku sehingga dapat memberikan ruang gerak bagi penegak hukum di bidang HAM dalam memberikan rekomendasi atau masukan bahwa apa yang dilakukan oleh suatu negara anggota ASEAN telah menyimpang dari prinsip-prinsip HAM dan kemanusiaan dunia internasional. Namun intervensi yang dilakukan diharapkan tidak melanggar kebebasan politik sebuah negara, sehingga tindakan tersebut hanya bertujuan untuk memulihkan hak asasi manusia pada suatu negara.
Pencegahan Kekerasan Terhadap Anak dalam Perspektif Hak Atas Rasa Aman Di Nusa Tenggara Barat Penny Naluria Utami
Jurnal HAM Vol 9, No 1 (2018): July Edition
Publisher : Badan Penelitian dan Pengembangan Hukum dan HAM

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (489.542 KB) | DOI: 10.30641/ham.2018.9.1-17

Abstract

Keutuhan dan kerukunan rumah tangga bahagia dan aman merupakan dambaan setiap orang berumah tangga. Apabila terjadi kekerasan maka akan menimbulkan ketidakamanan bagi penghuninya. Dalam mencegah ter- jadinya kekerasan terhadap anak maka negara dan masyarakat harus melakukan pencegahan, perlindungan, dan penindakan sesuai aturan. Tantangan yang dihadapi adalah kerangka hukum masih kurang optimal dalam mencegah segala bentuk kekerasan terhadap anak karena menganggap hukum diam di tempat. Tulisan ini ber- tujuan untuk menjelaskan faktor-faktor penyebab kekerasan terhadap anak dan mencari solusi untuk mencegah terjadinya kekerasan terhadap anak agar tercipta pola pengasuhan yang aman. Dengan menggunakan metode penelitian deskriptif kualitatif maka dapat disimpulkan bahwa peran orangtua sangatlah penting bagi perkem- bangan anak. Seringkali kasus yang terjadi sudah diketahui, namun dianggap biasa dan cenderung ada pembi- aran. Pencegahan dapat dilakukan dengan mengidentifikasikan orangtua yang mempunyai faktor resiko yang tinggi untuk melakukan kekerasan terhadap anak. Kini saatnya memperlihatkan yang tidak terlihat dan sudah waktunya untuk menghentikan kekerasan terhadap anak. Berdasarkan hasil penelitian maka direkomendasikan agar Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak segera membuat juklak dan juknis terkait pelibatan masyarakat sebagai pelindung dan pengawas anak di lingkungan sekitar rumah dan Pemerintah Dae- rah di Provinsi Nusa Tenggara Barat perlu menyediakan dan menciptakan lingkungan yang aman dan nyaman untuk anak-anak beraktivitas.
Pencegahan Kekerasan Terhadap Anak dalam Perspektif Hak Atas Rasa Aman Di Nusa Tenggara Barat
Jurnal HAM Vol 9, No 1 (2018): Edisi Juli
Publisher : Badan Penelitian dan Pengembangan Hukum dan Hak Asasi Manusia

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (489.542 KB) | DOI: 10.30641/ham.2018.9.1-17

Abstract

Keutuhan dan kerukunan rumah tangga bahagia dan aman merupakan dambaan setiap orang berumah tangga. Apabila terjadi kekerasan maka akan menimbulkan ketidakamanan bagi penghuninya. Dalam mencegah ter- jadinya kekerasan terhadap anak maka negara dan masyarakat harus melakukan pencegahan, perlindungan, dan penindakan sesuai aturan. Tantangan yang dihadapi adalah kerangka hukum masih kurang optimal dalam mencegah segala bentuk kekerasan terhadap anak karena menganggap hukum diam di tempat. Tulisan ini ber- tujuan untuk menjelaskan faktor-faktor penyebab kekerasan terhadap anak dan mencari solusi untuk mencegah terjadinya kekerasan terhadap anak agar tercipta pola pengasuhan yang aman. Dengan menggunakan metode penelitian deskriptif kualitatif maka dapat disimpulkan bahwa peran orangtua sangatlah penting bagi perkem- bangan anak. Seringkali kasus yang terjadi sudah diketahui, namun dianggap biasa dan cenderung ada pembi- aran. Pencegahan dapat dilakukan dengan mengidentifikasikan orangtua yang mempunyai faktor resiko yang tinggi untuk melakukan kekerasan terhadap anak. Kini saatnya memperlihatkan yang tidak terlihat dan sudah waktunya untuk menghentikan kekerasan terhadap anak. Berdasarkan hasil penelitian maka direkomendasikan agar Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak segera membuat juklak dan juknis terkait pelibatan masyarakat sebagai pelindung dan pengawas anak di lingkungan sekitar rumah dan Pemerintah Dae- rah di Provinsi Nusa Tenggara Barat perlu menyediakan dan menciptakan lingkungan yang aman dan nyaman untuk anak-anak beraktivitas.
REVITALISASI SISTEM PEMERINTAHAN DESA DALAM PERSPEKTIF UNDANG-UNDANG NO. 6 TAHUN 2014 TENTANG DESA DI PROVINSI SUMATERA BARAT Donny Michael Situmorang
Jurnal HAM Vol 7, No 1 (2016): Edisi Juli
Publisher : Badan Penelitian dan Pengembangan Hukum dan Hak Asasi Manusia

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (330.243 KB) | DOI: 10.30641/ham.2016.7.21-34

Abstract

AbstrakBerangkat dari Nawa Cita ketiga yaitu “membangun Indonesia dari pinggiran dengan memperkuat daerah-daerah dan desa dalam kerangka Negara Kesatuan Republik Indonesia” dan kesadaran untuk melaksanakan amanat Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2014 tentang Desa. Tujuan penelitian ini untuk mengetahui pengakuan hak atas asal usul masyarakat desa serta melihat peta keragaman kesiapan kelembagaan desa dan fisibilitas mengenai pengelolaan dana desa, dengan menggunakan metode kualitatif. Dari data lapangan dapat disimpulkan bahwa Undang-Undang No.6 Tahun 2014 tentang Desa berupaya mengkoreksi kesalahan-kesalahan Negara dalam mengatur desa dan masyarakat hukum adat. Undang-Undang desa ingin mengembalikan hak asal usul yang melekat pada desa adat untuk mengurus kehidupan masyarakat hukum adat dan pengurusan wilayah masyarakat hukum adatnya (hak ulayat). Negara perlu memberikan sarana dan prasarana kepada setiap lembaga adat agar lembaga adat dalam mengelola masyarakat adat serta adat istiadatnya dapat berjalan dengan baik. Untuk itu, perlu ada payung hukum untuk menampung keistimewaan desa adat dibeberapa daerah. Selain itu juga, perlu diatur secara khusus didalam peraturan perundang-undangan mengenai penetapan anggaran khusus terhadap lembaga-lembaga adat, sehingga lambat laun keberadaan lembaga adat ini tidak akan hilang.Kata kunci: Revitalisasi, Pemerintahan Desa, Sumatera Barat.AbstractBased on the third Nawa Cita it is “to build Indonesia by strengthening areas and villages within the framework of The Unitary State of the Republic of Indonesia” and awareness to implement the Act No. 6 2014 about Village. The purpose of this research is to know the recognition of the origin of rural community rights and to look at the map of the diversity of Village institutional readiness and feasibility on the village funds management, by using the qualitative method. From the data the field we can conclude that the act of no.6 year 2014 village about trying to emend state mistakes in regulating village and community adat law.The act of village want to restore the right of the origin of attached to customary village to take care of the lives of the customary law and management of the region of law community custom (unalienated rights). The state needs to give of facilities and infrastructure to every customary institutions that create a conducive customary in managing indigenous people as well as customary to take place. For that, there should be a legal framework for accommodate village customary privileges of several regions .It is also, needs to be regulated specifically in the legislation regarding the stipulation of a special budget against customary institutions, so which gradually customary the existence of this institution will be lost.Keywords: Revitalization, Village Administration, West Sumatra

Page 1 of 17 | Total Record : 167