cover
Contact Name
Bidang Fasilitasi Publikasi Hukum dan HAM
Contact Email
balitbangkumham@gmail.com
Phone
-
Journal Mail Official
balitbangkumham@gmail.com
Editorial Address
-
Location
Kota adm. jakarta selatan,
Dki jakarta
INDONESIA
Jurnal HAM
ISSN : 16938704     EISSN : 25798553     DOI : -
Core Subject : Social,
Jurnal HAM merupakan majalah ilmiah yang memuat naskah-naskah di bidang Hak Asasi Manusia (HAM) yang berupa hasil penelitian, kajian dan pemikiran di bidang HAM. Jurnal HAM terbit secara berkala 2 Nomor dalam setahun pada bulan Juli dan Desember.
Arjuna Subject : -
Articles 167 Documents
Upaya Pemenuhan Hak Atas Lingkungan Hidup Terhadap Kebakaran Hutan bagi Masyarakat Riau Penny Naluria Utami; Yuliana Primawardani
Jurnal HAM Vol 12, No 3 (2021): Edisi Desember
Publisher : Badan Penelitian dan Pengembangan Hukum dan Hak Asasi Manusia

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (474.695 KB) | DOI: 10.30641/ham.2021.12.367-384

Abstract

Pembakaran hutan untuk perkebunan baru menyebabkan kerusakan lingkungan , termasuk masalah kabut asap yang menimbulkan pencemaran udara di Provinsi Riau. Selain itu, polusi asap rentan menyebabkan berbagai penyakit seperti infeksi saluran pernapasan dan sebagainya. Tulisan ini bertujuan untuk mengidentifikasi faktor-faktor penyebab pencemaran asap kebakaran hutan dan lahan serta mengetahui upaya pemenuhan hak atas lingkungan hidup yang baik dan sehat bagi masyarakat Riau terhadap polusi asap kebakaran hutan. Riset ini merupakan penelitian deskriptif analitik dengan pendekatan yuridis normatif. Hasil riset menunjukkan bahwa salah satu faktor penyebab adanya kebakaran hutan dan lahan adalah kondisi sebagian hutan yang terdiri dari rawa gambut. Faktor kedua adalah banyak perusahaan yang beroperasi tanpa izin lingkungan. Faktor lain penyebab kebakaran hutan adalah tumpang tindihnya peraturan yang berlaku terkait hak guna usaha dan kawasan hutan. Dalam hal ini, upaya untuk pemenuhan hak atas lingkungan hidup yang baik dan sehat bagi masyarakat Riau sudah cukup baik, tetapi hal ini belum optimal. Oleh karena itu, perlu adanya koordinasi dan Kerjasama dengan berbagai instansi untuk menetapkan aturan agar tidak terjadi tumpang tindih aturan.
Ketimpangan Antara Pemenuhan Hak Sipil dan Hak-Hak lainnya pada Anak Sunda Wiwitan, Cireundeu, Cimahi Moh Zaenal Abidin Eko Putro; Kustini Kosasih
Jurnal HAM Vol 12, No 3 (2021): Edisi Desember
Publisher : Badan Penelitian dan Pengembangan Hukum dan Hak Asasi Manusia

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (433.605 KB) | DOI: 10.30641/ham.2021.12.485-502

Abstract

Pemenuhan hak-hak anak kelompok minoritas tetap menjadi tema signifikan terkait implementasi UU tentang Perlindungan Anak. Kelompok minoritas dengan berlandaskan agama adalah hal yang menarik untuk diketahui terkait sejauh mana pemenuhan hak-ahak anak di kalangan mereka. Kelompok penghayat Kepercayaan Sunda Wiwitan di Cireundeu, Cimahi, Jawa Barat merupakan kelompok minoritas yang masih mengalami hambatan perlindungan hak-hak anak. Sebagai hasil pendekatan kualitatif, artikel ini berupaya menggali upaya perlindungan hak-hak anak di komunitas ini. Hasil penelitian menunjukkan bahwa hak-hak anak penghayat Sunda Wiwitan Cireundeu tidak sepenuhnya terabaikan. Hak untuk mengekspresikan identitas diri, memiliki pendidikan, kesejahteraaan dan pelayanan kesehatan serta hak terbebas dari perundungan telah terpenuhi dengan baik. Meskipun demikian, hak-hak sipil mereka tampak belum terpenuhi. Hal ini menciptakan beberapa masalah yaitu adanya anak yang belum memiliki akte kelahiran, dua model KTP kepercayaan, hasil pengisian akte kelahiran yang tidak dikehendaki serta praktik pengurusan akte yang tidak berlaku. Melalui Dinas Kependudukan dan Catatan Sipil Kota Cimahi, Kementerian Dalam Negeri semestinya memperhatikan standar dalam pengurusan dokumen administrasi sipil warga penghayat Kepercayaan Sunda Wiwitan Cireundeu.
Peran Organisasi Internasional dan Regional dalam Penyelesaian Pelanggaran Hak Asasi Manusia Perdagangan Orang di Indonesia Iskandar Iskandar; Nursiti Nursiti
Jurnal HAM Vol 12, No 3 (2021): December Edition
Publisher : Badan Penelitian dan Pengembangan Hukum dan HAM

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (87.203 KB) | DOI: 10.30641/ham.2021.12.385-404

Abstract

Perdagangan orang merupakan kejahatan transnasional. Tahun 2019, KPPA mencatat 213 kasus dan meningkat menjadi 400 kasus pada tahun 2020. Kondisi ini mewajibkan negara mengambil tindakan tegas untuk melindungi warga negara khususnya perempuan dan anak agar tidak terjebak dalam perdagangan orang. Tujuan penulisan artikel ini adalah untuk menganalisis peran organisasi internasional dan regional dalam mengatasi persoalan perdagangan orang, peran pemerintah dan aparat penegakan hukum dalam penyelesaian tindak pidana perdagangan orang di Indonesia serta upaya perlindungan kepada korban perdagangan orang. Penelitian ini menggunakan metode penelitian yuridis normatif dengan kajian kepustakaan. Bahan hukum primer yang digunakan adalah Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2007 Tentang Tindak Pidana Perdagangan Orang (TPPO). Hasil penelitian menunjukkan bahwa IOM dan ASEAN telah melakukan berbagai upaya untuk penanganan perdagangan orang melalui fasilitasi pembuatan regulasi, diplomasi antar negara transit dan negara tujuan, koordinasi antar kementerian dan kepolisian untuk penindakan secara cepat dan tepat. UU TPPO tidak menimbulkan efek jera karena memberikan sanksi rendah. Pemerintah Indonesia harus lebih meningkatkan upaya pencegahan dan perlindungan terhadap korban, serta menetapkan hukuman yang dapat menjerakan pelaku.
Alternatif Penanganan Deret Tunggu Terpidana Mati di Lembaga Pemasyarakatan dalam Konstruksi Hak Asasi Manusia Firdaus Firdaus; Okky Chahyo Nugroho; Oksimana Darmawan
Jurnal HAM Vol 12, No 3 (2021): December Edition
Publisher : Badan Penelitian dan Pengembangan Hukum dan HAM

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (476.846 KB) | DOI: 10.30641/ham.2021.12.503-520

Abstract

Fenomena deret tunggu eksekusi mati bukan hanya menjadi masa tunggu terpidana mati dalam proses pengajuan upaya hukum permohonan grasi ke Presiden, tetapi juga menjadi bentuk penghukuman tersendiri bagi para terpidana mati. Rumusan masalah membahas tiga hal. Pertama, bagaimana alternatif penanganan deret tunggu terpidana mati dari sudut pandang hak asasi manusia yaitu hak sipil politik (hak hidup) hak ekonomi, sosial dan budaya (hak kesehatan jiwa)?. Kedua, apa upaya yang telah dilakukan Lembaga Pemasyarakatan dalam memenuhi hak dasar terpidana mati?. Ketiga, bagaimana alternatif lainnya dalam penanganan fenomena deret tunggu? Metode yang digunakan adalah metode penelitian yuridis empiris yang merupakan penelitian hukum sosiologis dengan melakukan wawancara dan studi pustaka. Hasil penelitian menunjukkan bahwa alternatif pidana yang dapat menggantikan pidana mati dan tantangan penerapannya yaitu kembali ke tujuan pemidanaan sebagai koreksi sosial dimana hal ini tidak hanya menghukum narapidana. Perlu terdapat perubahan dalam sistem penegakan hukum termasuk institusi terkat. Tantangan alternatif pengganti pidana mati adalah political will dari pemerintah dengan mengedepankan hak asasi manusia terpidana mati. Selain itu, pemenuhan hak kesehatan jiwa terpidana mati harus didukung oleh tenaga profesional tentang kejiwaan.
Eksistensi Gerakan Sosial Pasangan Campur Antarnegara: Upaya Memperoleh Hak Untuk Menikah di Masa Pandemi Dwi Bima Achmad Setyawan; Rizqi Ganis Ashari
Jurnal HAM Vol 12, No 3 (2021): December Edition
Publisher : Badan Penelitian dan Pengembangan Hukum dan HAM

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (54.209 KB) | DOI: 10.30641/ham.2021.12.405-428

Abstract

Pasangan campur antarnegara yang tidak terakomodasi oleh kebijakan keimigrasian membentuk gerakan #loveisnottourism di media sosial. Artikel ini bertujuan mendeskripsikan berbagai hal yang melatarbelakangi munculnya gerakan sosial #loveisnottourism dan pemenuhan hak untuk menikah dalam konteks undang- undang yang mengatur hak asasi di Indonesia saat pandemi. Penelitian ini dilakukan melalui metode penelitian kualitatif deskriptif dan pendekatan yuridis normative dengan menganalisis data hukum primer dan data sekunder. Faktor pemicu gerakan sosial #loveisnottourism dikategorikan menjadi faktor personal dan faktor eksternal. Ketiadaan fasilitas keimigrasian bagi pasangan campur untuk bertemu dan melaksanakan pernikahan merupakan pengejawantahan doktrin positif hukum tentang hak asasi di Indonesia, yang mengkategorisasikan hak untuk menikah di saat pandemi sebagai bagian dari derogable rights. Hak tersebut dapat dibatasi pemenuhannya oleh negara dengan mempertimbangkan kondisi kesehatan dan keamanan negara dari sebaran Covid-19. Artikel ini merekomendasikan perlunya penjelasan yang transparan mengenai doktrin positif hak untuk menikah sebagai derogable rights sehingga pemenuhannya dapat dibatasi.
The Indonesian Electronic Information and Transactions Within Indonesia’s Broader Legal Regime: Urgency for Amendment? Tasya Safiranita; Travis Tio Pratama Waluyo; Elizabeth Calista; Danielle Putri Ratu; Ahmad M. Ramli
Jurnal HAM Vol 12, No 3 (2021): December Edition
Publisher : Badan Penelitian dan Pengembangan Hukum dan HAM

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (556.29 KB) | DOI: 10.30641/ham.2021.12.533-552

Abstract

Cyberspace is the interdependent network of information technology infrastructures such as the internet, telecommunications networks, and computer systems. Meanwhile, Indonesia’s Law Number 11 of 2008 and its amendment through Indonesian Law Number 19 of 2016 governing cyberspace have been viewed to contradict and infringe other areas of law, such as protection of press or freedom of expression. Hence, this study seeks to identify the controversies and problems regarding the law deemed urgent for amendment. Further, this study creates recommendations so the government may amend electronic information policy more fairly and efficiently. This study uses a judicial normative and comparative approach. This research tries to analyze the existing regulations and the implementation and compare Indonesia’s cyberspace regulation with other States’. This study finds that Articles 27(3) and 28(2) of the law criminalize defamation and hate speech in an overly broad manner and that Article 40(2)(b) allows the government to exercise problematic censorship. As a result, they have infringed the freedom of the press and general freedom of expression in practice. In response to this, this study compares similar provisions from other States and recommends amendment the articles to become narrower and more clearly defined.
Keadilan Hak Asasi Manusia dalam Aksi Kamisan di Indonesia Sabit Irfani; Ricky Santoso Muharam; Sunarso Sunarso
Jurnal HAM Vol 13, No 1 (2022): April Edition
Publisher : Badan Penelitian dan Pengembangan Hukum dan HAM

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (310.292 KB) | DOI: 10.30641/ham.2022.13.81-96

Abstract

The study aims to analyze “Thursday’s struggle for action” in seeking justice for human rights. This research is a type of descriptive research with a qualitative approach. Techniques used to collect data uses observations, interviews, and searches of documents and archives. The subject of this study is a “Thursday Action” and determination of the study subject using Purposive. This study shows the struggle of the victims’ families who never get tired, showing their longing related to the clarity provided by the government. Komnas HAM has recommended that there have been human rights violations against various cases of disappearances and acts of violence. There are indications that the perpetrators of human rights violations are not ordinary people. The state’s commitment to resolving cases of human rights violations is a key variable in resolving stalled cases in the Attorney General’s Office.
Interpretasi HAM dalam Ideologi Pancasila dan Implikasinya terhadap Persatuan dan Kesatuan di Indonesia Ario Putra
Jurnal HAM Vol 13, No 1 (2022): April Edition
Publisher : Badan Penelitian dan Pengembangan Hukum dan HAM

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (237.709 KB) | DOI: 10.30641/ham.2022.13.1-14

Abstract

Human values in the form of human rights are also included in the Pancasila ideology. This research was conducted to contribute to academic development related to human rights issues in Indonesia. The method used in this research is descriptive exploratory. This research is library research. The data collection method is through classifying and analyzing data. The data analysis method in this study is through interpretation and analysis methods. Human rights in Indonesia experience various forms of dynamics that are full of struggle in their enforcement. Ancestors in the past or leaders in the present have made multiple attempts to uphold human rights in Indonesia. Human rights in Indonesia originate from the Pancasila ideology. Therefore, human rights in Indonesia receive strong guarantees because they are based on the Pancasila ideology. Unity in Indonesia will be achieved if all Indonesians can apply human rights values in their lives.
Reaktualisasi Hak Atas Pelayanan Kesehatan Mental Pasca Pandemi Covid-19 di Indonesia: Sebuah Ius Constituendum? Zaki Priambudi; Namira Hilda Papuani; Ramdhan Prawira Mulya Iskandar
Jurnal HAM Vol 13, No 1 (2022): April Edition
Publisher : Badan Penelitian dan Pengembangan Hukum dan HAM

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (4194.198 KB) | DOI: 10.30641/ham.2022.13.97-112

Abstract

The Covid-19 pandemic has increased the need for mental health services in Indonesia. However, the government hasn’t prioritized the mental health aspect in handling the pandemic. The WHO has stated that the COVID-19 pandemic has created a worldwide mental health crisis. This article aims to examine whether the fulfillment of mental health is the state's responsibility, what is the urgency of the fulfillment of mental health services and how is the ius constituendum for the fulfillment of the right to mental health services in Indonesia. By combining doctrinal research and Research-Oriented Reform, this article finds that based on the UDHR, ICESCR, 1945 Constitution of the Republic of Indonesia, Health Law, and Mental Health Law stipulate that the fulfillment of mental health services is the state’s responsibility. However, Indonesia law hasn’t fulfilled facilities and access to mental health laws. Therefore, the article recommends three things. First, Promulgate the Psychology Practice Bill which regulates the development and management of human resources in the psychology profession. Second, Ratify the Government Regulation of the Mental Health Law regarding the procedures for implementing mental health services. Third, Ratify Regional Regulations to regulate mental health administration’s planning, financing, and supervision.
Perlindungan Hukum Hak Asasi Manusia dalam memperoleh Hak Atas Tanah di Indonesia Suharyono Suharyono; Khalisah Hayatuddin; Muhamad Sadi Is
Jurnal HAM Vol 13, No 1 (2022): Edisi April
Publisher : Badan Penelitian dan Pengembangan Hukum dan HAM

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (56.971 KB) | DOI: 10.30641/ham.2022.13.15-28

Abstract

All living things philosophically need the land, especially humans. Human need land to maintain their lives. Based on it, the protection of human rights in obtaining land rights is essential as well as in defending their land rights. Defending the land means preserving life. The research problem in this paper is how the legal protection of human rights in obtaining land rights in Indonesia? This paper aims to learn about legal protection for human rights in obtaining land rights in Indonesia. Therefore, to maintain and ensure legal protection of human rights in obtaining land rights in Indonesia, it has been regulated in the 1945 Constitution of the Republic of Indonesia and then regulated explicitly in Law Number 5 of 1960 concerning Regulations about Basic Agrarian Fundamentals. However, it still has weaknesses in the legal protection of human rights in obtaining land rights in Indonesia. So, it can be concluded that the legal protection of human rights in obtaining land rights in Indonesia still has weaknesses. Therefore, the government and the DPR RI are supposed to immediately revise Law Number 5 of 1960 about Basic Regulations on Agrarian Principles.