cover
Contact Name
Eko Didik Widianto
Contact Email
rumah.jurnal@live.undip.ac.id
Phone
+62248312419
Journal Mail Official
hukumprogresif@live.undip.ac.id
Editorial Address
Doctor of Law, Diponegoro University Imam Bardjo, SH. No.1, Semarang, Central Java, Indonesia
Location
Kota semarang,
Jawa tengah
INDONESIA
Jurnal Hukum Progresif
Published by Universitas Diponegoro
ISSN : 18580254     EISSN : 26556081     DOI : -
Core Subject : Social,
Progressive Law journal is a container and pouring the idea of progressive legal thought. published 2 (two) times a year in April and October. Editors receive, edit and publish manuscripts that meet the requirements. Editors are not responsible for the content of published manuscripts.
Arjuna Subject : Umum - Umum
Articles 112 Documents
EPISTEMOLOGI HUKUM (YANG) SUBJEKTIF SEBAGAI JALAN MEWUJUDKAN HUKUM YANG BERPERI-KEMANUSIAAN Aditya Yuli Sulistyawan
Jurnal Hukum Progresif Vol 7, No 1 (2019): Volume: 7/Nomor1/April/2019
Publisher : Doctor of Law, Diponegoro University

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (495.531 KB) | DOI: 10.14710/hp.7.1.98-107

Abstract

Penegakan hukum yang dipengaruhi oleh dominasi paradigma positivisme memaparkan potret penegakan hukum yang tidak berperi-kemanusiaan karena dianggap tidak mengedepankan keadilan, khususnya bagi rakyat kecil. Kasus-kasus hukum seperti pencurian tiga biji kakao oleh Nenek Minah di Banyumas, pencurian setandan pisang oleh Mbah Klijo di Yogyakarta hingga kasus Baiq Nuril yang oleh Putusan MA divonis bersalah melanggar UU ITE. Sepertinya hukum memang tidak didesain untuk memanusiakan manusia. Penegak hukum seperti hanya menjalankan tugasnya untuk merealisasikan teks-teks semata, sekaligus di saat yang sama mengabaikan konteksnya. Ciri demikian sejatinya adalah hakikat hukum yang ber-ontologi realisme naif sebagaimana diyakini oleh pemeluk paradigma positivisme dalam memaknai realitas. Melihat kenyataan paradigmatik yang ada, sejatinya hukum yang ber-epistemologi subjektif adalah sebuah tawaran untuk mewujudkan hukum yang berperikemanusiaan. Apa dan bagaimanakah paradigma yang memberi kemungkinan mewujudkan itu adalah permasalahan yang akan dibahas dalam tulisan ini. Melalui tradisi kualitatif dan paradigma yang menuntun penulis, pembahasan atas permasalahan ini menghadirkan jawaban pada pilihan dua paradigma yang berepistemologi subjektif, yakni: Critical Theory et. al. atau Konstruktivisme. Lantas, perlukah kemudian terjadi shifting paradigm sebagai solusi (?).
Konstruksi Yuridis Pengelolaan Keuangan Daerah Berdasarkan Prinsip-prinsip Good Financial Goverment Soekarwo Soekarwo
Jurnal Hukum Progresif Vol 1, No 1 (2005): Volume: 1/Nomor1/April/2005
Publisher : Doctor of Law, Diponegoro University

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (28.377 KB) | DOI: 10.14710/hp.1.1.45-68

Abstract

Pengelolaan keuangan daerah merupakan bagian integral dari totalitas manajemen penyelenggaraan Pemerintahan Daerah yang secara legalistik-positivistik membutuhkan formulasi hukum dalam perangkat peraturan peraturan perundang-undangan yang mengkristalisasi serta mencerminkan pengimplementasian prinsip-prinsip dasar "good governance" yang demokratis, berupa transparansi, partisipasi, dan akuntabilitas publik
Menerobos Kekakuan Legalitas Formil dalam Hukum Pidana Ferry Fathurokhman
Jurnal Hukum Progresif Vol 4, No 1 (2008): Volume: 4/Nomor1/April/2008
Publisher : Doctor of Law, Diponegoro University

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (28.844 KB) | DOI: 10.14710/hp.4.1.22-35

Abstract

KUHP (Kitab Undang-Undang Hukum Pidana ) yang diberlakukan di Indonesia pada hakikatnya merupakan hokum yang ditrasparansikan/dicangkokan dari negeri Belanda ke negeri Indonesia melalui asas konkordasi. Hukum suatu Negara pada dasarnya merupakan reeksi dari masyarakat Negara tersebut. Sebagi dua Negara yang berbeda, Belanda dan Indonesia memliki karakteristik masyarakatnya masing-masing. Perbedaan karateristik masyarakat tersebut menghasilkan nilai-nillai yang juga memiliki karaterisitknya masing-masing. Menjadi persoalan manakala kedua nilai tersebut bertemu dan berbenturan satu sama lain. Asas legalitas  formil adalah salah satu asas yang merupakan  perwujudan dari nilai kepastian yang dicangkokan  di Indonesia. Sementara Indonesia sebenarnya juga memiliki ‘kepastian hukum’ yang telah hidup lama dalam masyarakatnya.. Kepastian hukum dalam hukum yang hidup dalam masyarakat banyak tersebar dan tidak (selalu) dirumuskan dalam tertulis sebagaimana yang dikehendaki asas legalitas formil. Pemberlakuan asas legalias tatanan local yang dalam hokum pidana dimungkinkan untuk diberlakukan. Kita kemudian terbelenggu oleh legalitas formil. Terbelenggu oleh Undang-undang yang kita buat sendiri. Kebingungan karena muncul permasalahan yang tidak ada pengaturannya dalam undang-undang. Konsep KUHP kemudian untuk melepaskan kebingungan – kebingungan yang muncul dengan nilai-nilai pancasila yang kita telah hidp lama bersamanya. Indonesia telah berhukum dengan nilai-nilai Pancasila, jauh sebelum Belanda lhadir di Indonesia
Membangun Visi Baru Pemberantasan Korupsi dengan Progresif Kamri Ahmad
Jurnal Hukum Progresif Vol 1, No 2 (2005): Volume: 1/Nomor2/Oktober/2005
Publisher : Doctor of Law, Diponegoro University

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (74.136 KB) | DOI: 10.14710/hp.1.2.123

Abstract

Sekurang-kurangnya terdapat 4 (empat) indikator untuk menentukan mapan atau tidaknya kondisi suatu negara, yaitu kemampuan ekonomi, kestabilan politik, keamanan, dan sistem hukum yang baik (mulai dari tahap formulatif hingga kepada tahap implementasi, law in action). Pembangunan sistem hukum adalah sesuatu yang mutlak dalam mendukung pembangunan kemampuan ekonomi, kestabilan politik dan keamanan serta keamanan sosial budaya. Namun demikian pembangunan hukum yang dilaksanakan harus secara integral dengan pembangunan manusianya, karena fakta menunjukkan bahwa rusaknya mental, pengaruh faham materialisme, kebodohan, dan rendahnya rasa nasionalisme adalah faktor-faktor dominan yang inheren pada manusia dan mempunyai andil yang besar terhadap rusaknya hukum, misalnya dengan melakukan tindakan korupsi. Selanjutnya, khusus berkaitan dengan Sistem Peradilan Pidana (SPP), perlu diupayakan pembangunan visi baru dalam pemberantasan korupsi yang dilaksanakan secara progresif, karena tingkat tindak pidana korupsi yang luar biasa tingginya di Indonesia dan bahkan telah membudaya, tentunya menuntut adanya optimalisasi penegakan hukum pidana dengan cara yang luar biasa pula. Secara formulatif konseptual SPP sudah cukup baik, tetapi dari segi kontekstual-aplikatif, pelaksanaan hukum di lapangan masih sangat tidak memadai alias tidak progresif.
Hukum Progresif Berdamai dengan Alam Satjipto Rahardjo
Jurnal Hukum Progresif Vol 3, No 2 (2007): Volume: 3/Nomor2/Oktober/2007
Publisher : Doctor of Law, Diponegoro University

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (4.165 KB) | DOI: 10.14710/hp.3.2.1

Abstract

Hukum Progresif memiliki ideologi tertentu. Ideologi inilah yang kemudian menggerakkan dan menuntun aksi-aksi yang dilakukan oleh Hukum Progresif. Di belakang langkah pembebasan dan langkah berkelit menghadapi kemapanan, bekerjalah ideologi tersebut. Dalam hal ini, Hukum Progresif memihak kepada cara berhukum yang mengunggulkan peniliaian dari pada sekedar menggunakan logika semata. Cara berhukum menurut Hukum Progresif, tidak lagi menggunakan IQ (Intellectual Quotient) semata, melainkan EQ (Emotional Quotient) dan SQ (Spiritual Quotient), sehingga cara berhukum progresif sebenarnya dibangun dengan tidak sekedar melibatkan ciri berfikir linier, tetapi juga melibatkan rasa-perasaan dan kecerdasan meta-rasional.
“BENANG MERAH” PENALARAN HUKUM, ARGUMENTASI HUKUM DAN PENEGAKAN HUKUM Miftahul Qodri
Jurnal Hukum Progresif Vol 7, No 2 (2019): Volume: 7/Nomor2/Oktober/2019
Publisher : Doctor of Law, Diponegoro University

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (92.053 KB) | DOI: 10.14710/hp.7.2.182-191

Abstract

Saat ini pemahaman dan pengetahuan tentang logika, penalaran hukum semakin dibutuhkan oleh semua kalangan. Kebutuhan ini dirasakan tidak hanya bagi kaum akademisi dalam bidang filsafat dan ilmuhukum tetapi juga seluruh masyarakat yang setiap hari berhadapan dengan persoalan-persoalan hukum, khususnya bagi penegak hukum dalam hal mengambil keputusan dalam penegakan hukum. Penalaran hukum sebagai bagian dari penalaran pada umumnya memiliki sejumlah karakteristik yang berbeda, baik itu pada kaidah-kaidah penalaran yang tepat seperti hukum-hukum berpikir, hukum-hukum silogisme, ketentuan tentang probabilitas induksi, dan kesesatan informal penalaran. Penalaran hukum bukanlah jenis penalaran yang berbeda dan terpisah dari logika sebagai ilmu tentang bagaimana berpikir secara tepat (sebagai salah satu cabang filsafat), akan tetapi sama dengan jenis penalaran pada umumnya, hanya saja penalaran hukum mempelajari tentang bagaimana menerapkan kaidah-kaidah berpikir menurut ketentuan logika dalam bidang hukum.
Antara Studi Normatif dan Keilmuan Adji Samekto
Jurnal Hukum Progresif Vol 2, No 2 (2006): Volume: 2/Nomor2/Oktober/2006
Publisher : Doctor of Law, Diponegoro University

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (4.667 KB) | DOI: 10.14710/hp.2.2.55

Abstract

Hukum mengandung nilai-nilai yang tak pernah dapat diempirikkan, maka hukum sebagai tujuan kajian studi normatif (sebagai kajian khas dari ilmu hukum) tidak akan dapat dipandang sebagai obyek studi empirik. Ilmu-ilmu empirik tidak melibatkan diri dalam persoalan-persoalan nilai yang sifatnya subyektif. Namun bukan berarti hukum tidak dapat diangkat sebagai kajian ilmu empirik. Hanya saja kektika hukum diangkat sebagai obyek studi ilmu-ilmu em[irik maka hukum harus didekati dari sudut optik instrumental, artinya hukum ditinjau sebagai sarana untuk mencapai tujuan tertentu. Pamahaman hukum sebagai obyek  studi ini harus tetap menjadi pegangan bagi mereka yang hendak mengkaji hukum dalam ranah kajian doktrinal maupun ranah kajian hukum non-doktrinal. Hal ini semata-mata untuk tetap mengembalikan pemikiran bahwa muara kajian doktrinal mapun non-doktrinal dalam ilmu hukum tetap sama yaitu mewujudkan tujuan hukum yang diidentifikasi berikut: menstabilkan pergaulan hidup, merealisasikan ketertiban dan perdamaian serta mewujudkan keadilan.
Hukum Progresif, Kesinambungan, Merobohkan, dan Membangun Rahardjo Satjipto
Jurnal Hukum Progresif Vol 2, No 1 (2006): Volume: 2/Nomor1/April/2006
Publisher : Doctor of Law, Diponegoro University

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (3.498 KB) | DOI: 10.14710/hp.2.1.1

Abstract

Hukum Progresif masih terus menerus menegaskan sosoknya (contour). Hukum Progresif ingin menerobos kemandekan dan status quo, dalam rangka hukum setia melayani kemanusiaan. Salah satu yang ia lakukan adalah merobohkan, membebaskan (rule-breaking) dan kemudian membangun yang baru (rule-making). Semua berlangsung dalam satu kesinambungan.
MENELUSURI AKAR PEMIKIRAN HANS KELSEN TENTANG STUFENBEAUTHEORIE DALAM PENDEKATAN NORMATIF-FILOSOFIS FX. Adji Samekto
Jurnal Hukum Progresif Vol 7, No 1 (2019): Volume: 7/Nomor1/April/2019
Publisher : Doctor of Law, Diponegoro University

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (561.224 KB) | DOI: 10.14710/hp.7.1.1-19

Abstract

Ajaran Hans Kelsen yang sangat mendasar dan komprehensif ada dalam Stufenbeautheorie. Sebagai sebuah teori hukum, Stufenbeautheorie adalah teori hukum positif, tetapi bukan berbicara hukum positif pada suatu sistem hukum tertentu, melainkan suatu teori hukum umum. Paparan Hans Kelsen dalam Stufenbeautheorie bertujuan untuk menjelaskan bagaimana sesungguhnya hukum itu berasal, hingga muncul dalam peraturan hukum positif. Stufenbeautheorie adalah bagian ilmu hukum (legal science) dan bukan soal kebijakan hukum (legal policy). Di dalam studi ilmu hukum, Stufenbeautheorie diajarkan kepada mahasiswa baik mahasiswa Program Sarjana, Magister, hingga Doktoral, akan tetapi hasil temuan menunjukkan bahwa pemahaman tentang Stufenbeautheorie yang diajarkan dan diterima mahasiswa masih terbatas. Studi ini akan menelaah tentang Stufenbeautheorie hingga sampai kepada akar pemikirannya, dalam pembahasan yang menggunakan pendekatan normatif-filosofis. Pemikiran Hans Kelsen tentang hukum yang terwujud dalam Stufenbeautheorie merupakan puncak dari pemikiran bahwa hukum sesungguhnya merupakan peraturan-peraturan yang diberlakukan untuk mengatur masyarakat, tetapi dilandaskan pada nilai-nilai yang disepakati bersama oleh masyarakat yang bersangkutan.
Pembangunan Berkelanjutan dalam Tatanan Sosial yang Berubah Adji Samekto
Jurnal Hukum Progresif Vol 1, No 2 (2005): Volume: 1/Nomor2/Oktober/2005
Publisher : Doctor of Law, Diponegoro University

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (52.632 KB) | DOI: 10.14710/hp.1.2.15

Abstract

Konsep pembangunan berkelanjutan dilahirkan pada tatanan sosial global. Dalam era tatanan sosial, konsep pembangunan berkelanjutan terus-menerus didengungkan oleh PBB, sebagai konsep yang melandasi pengelolaan lingkungan, baik di negara-negara maju maupun negara-negara berkembang. Konsep ini terus berkembang karena pengaruh aliran ekonomi yang dipelopori oleh ahli ekonomi, akan tetapi keadaan menjadi berubah ketika negara-negara memasuki era globalisasi sejak awal tahun 1990-an. Perubahan ini mempengaruhi daya pengaruh konsep pembangunan berkelanjutan sebagai konsep yang melandasi pengelolaan lingkungan baik di tingkat global maupun di negara-negara. Sedangkan pendorong utama terjadinya globalisasi adalah ekspansi kapitalisme global yang menuntut agar tata perekonomian dunia diserahkan kepada mekanisme pasar bebas. Perubahan tatanan sosial inilah menjadi tantangan dalam pembangunan berkelanjutan saat ini.

Page 5 of 12 | Total Record : 112