cover
Contact Name
Darwanto
Contact Email
bawal.puslitbangkan@gmail.com
Phone
-
Journal Mail Official
bawal.puslitbangkan@gmail.com
Editorial Address
-
Location
Kota adm. jakarta pusat,
Dki jakarta
INDONESIA
BAWAL Widya Riset Perikanan Tangkap
ISSN : 19078229     EISSN : 25026410     DOI : -
Bawal Widya Riset Perikanan Tangkap dipublikasikan oleh Pusat Riset Perikanan yang memiliki p-ISSN 1907-8226; e-ISSN 2502-6410 dengan Nomor Akreditasi RISTEKDIKTI: 21/E/KPT/2018, 9 Juli 2018. Terbit pertama kali tahun 2006 dengan frekuensi penerbitan tiga kali dalam setahun, yaitu pada bulan April, Agustus, Desember. Bawal Widya Riset Perikanan Tangkap memuat hasil-hasil penelitian bidang “natural history” (parameter populasi, reproduksi, kebiasaan makan dan makanan), lingkungan sumber daya ikan dan biota perairan.
Arjuna Subject : -
Articles 348 Documents
SWAMP EELS (Synbranchus sp.) JENIS YANG BARU TERCATAT (NEW RECORD SPECIES) DI DANAU MATANO SULAWESI SELATAN*) Safran Makmur; Husnah Husnah; Samuel Samuel
BAWAL Widya Riset Perikanan Tangkap Vol 1, No 4 (2007): (April 2007)
Publisher : Pusat Riset Perikanan, BRSDM KP.

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (1925.842 KB) | DOI: 10.15578/bawal.1.4.2007.133-137

Abstract

Riset keanekaragaman hayati dan bahan perumusan pengelolaan jenis ikan endemik perairan pedalaman di Sulawesi dilakukan pada tahun 2005 di kompleks Danau Malili Kabupaten Luwu Timur Sulawesi Selatan. Dua ekor masapi ditangkap di perairan Danau Matano pada bulan Desember 2005 dengan panjang total 466 dan 384 mm. Belut atau masapi ditangkap dengan tombak dengan cara menyelam pada kedalaman lebih dari 3 m. Berdasarkan pada hasil identifikasi masapi tersebutmerupakan jenis Synbranchus sp., famili Synbranchidae. Morfologi Synbranchus sp. sepintas seperti Anguilla sp., hanya pada Synbranchus tidak mempunyai sirip dada, sedangkan perbedaan dengan Monopterus albus, terletak pada septum dan jumlah insang. Perbedaan dengan Synbranchus (Macrotrema) hasil identifikasi Smith (1945) yaitu pada posisi anus dengan pangkal sirip punggung. Sedangkan perbedaan dengan Synbranchus bengalensis yaitu pada perbandingan ukuran panjang kepala dengan panjang ekor. Berdasarkan pada hasil penelitian sebelum di DanauMatano, Synbranchus sp. merupakan jenis yang digolongkan new record species di Danau Matano. Berdasarkan pada perbedaan-perbedaan dengan jenis Synbranchidae lain dan mengingat tingkat endemisitas DanauMatano yang tinggi ada kemungkinan jenis tersebut merupakan jenis endemik di Danau Matano
HUBUNGAN PANJANG-BERAT DAN FAKTOR KONDISI LOBSTER PASIR (Panulirus homarus) DI PERAIRAN YOGYAKARTA DAN PACITAN Ignatius Tri Hargiyatno; Fayakun Satria; Andika Prima Prasetyo; Moh Fauzi
BAWAL Widya Riset Perikanan Tangkap Vol 5, No 1 (2013): (April 2013)
Publisher : Pusat Riset Perikanan, BRSDM KP.

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (509.565 KB) | DOI: 10.15578/bawal.5.1.2013.41-48

Abstract

Pemanfaatan lobster yang intensif di perairan Selatan Jawa mengakibatkan terjadinya penurunan stok. Untuk menganalisa hal ini perlu dilakukan penelitian mengenai beberapa aspek biologi. Tujuan penelitian ini adalah menganalisa hubungan panjang-berat dan faktor kondisi lobster pasir (Panulirus homarus) di perairan selatan Yogyakarta dan Pacitan. Hasil dari penelitian ini menunjukkan bahwa pola hubungan panjang berat lobster pasir di perairan selatan Yogyakarta dan Pacitan bersifat allometrik negatif. Nilai rata-rata berat relatif (Wr) dan faktor kondisi (K) untuk lobster pasir (Panulirus homarus) jantan adalah 99,54 dan 0,933, sedangkan lobster betina 101,96 dan 1,003. Nilai faktor kondisi dindikasikan semakin menurun seiring pertambahan kelas ukuran panjang.Intensive utilization on spiny lobster in the Southern Java waters impacted on lobster stocks depletion. To analysis this issue, research on some of biological aspect need to be conducted. The aim of this research was to analyze the length-weight relationship and condition factor of the scalloped spiny lobster (Panulirus homarus) in Yogyakarta and Pacitan waters. The results shown P. homarus have allomatric negative growth pattern. The average value of the relative weight (Wr) and condition faktor (K) of the scalloped spiny lobster (Panulirus homarus) males were 99.54 and 0.933, while the female lobster 101.96 and 1.003. Condition factor value decreases as the length of the class.
BIOLOGI REPRODUKSI DAN KEBIASAAN MAKAN IKAN BANGGAI CARDINAL (Pterapogon kauderni, KOUMANS 1933) DI PERAIRAN BANGGAI KEPULAUAN Prihatiningsih Prihatiningsih; Sri Turni Hartati
BAWAL Widya Riset Perikanan Tangkap Vol 4, No 1 (2012): (April 2012)
Publisher : Pusat Riset Perikanan, BRSDM KP.

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (892.99 KB) | DOI: 10.15578/bawal.4.1.2012.1-8

Abstract

Ikan Banggai Cardinal bersifat endemik di perairan Banggai Kepulauan dan saat ini mengalami tekanan penangkapan yang intensif. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui aspek biologi reproduksi sebagai dasar pengelolaannya. Contoh ikan ditangkap dengan menggunakan alat “bundre/serokan” (scoop net) dari bulan April 2010 – Januari 2011. Hasil penelitian menunjukkan panjang cagak ikan Banggai Cardinal berkisar 1,2 – 7,9 cm (rata-rata 4,0 cm) dan berat berkisar 0,1 – 12,9 gram. Pertumbuhannya bersifat allometrik dan rata-rata ukuran panjang cagak pertama kali tertangkap (Lc) = 3,75 cm dan lebih kecil dari rata-rata panjang cagak pertama kali matang gonad (Lm) = 4,40 cm. Tingkat kematangan gonad tersebar pada stadia I sampai memijah dan pemijahan berlangsung sepanjang tahun dan bersifat total spawning. Fekunditas berkisar 12 – 124 butir, diameter telur yang sudah matang berkisar  0,4 – 4,0 mm dengan rata-rata 3,02 mm. Berdasarkan analisis kebiasaan makannya dapat diketahui bahwa ikan Banggai Cardinal tergolong hewan karnivora. Banggai Cardinal Fish are endemic fish obtained in the Banggai Island waters and it is currently intense fishing pressure. This study aims to determine the biological aspects of reproduction as the basis for its management. Samples obtained by using “bundre” (scoop net) during April 2010 - January 2011. The results showed that the individual length of Banggai Cardinal ranged from 1,2 cm to 7,9 cm (mean 4,0 cm) and individual weight ranged from 0,1 gram to 12,9 grams. It is allometrik growth and the average length at first captured (Lc) = 3,75 cm and smaller than average length at first maturity (Lm) = 4,40 cm. Gonadal maturity stages spread in stage I – spent, spawning takes place throughout the year and it seems total spawning, a fecundity is estimated between 12-124 eggs. The average diameter of the mature eggs ranged from 0,4 mm to 4,0 mm (the batch average of 3,02 mm). Based on food habit analysis it can be concluded that the Banggai Cardinal Fish was carnivor
BIOLOGI REPRODUKSI IKAN BETOK (Anabas testudineus) DI PAPARAN BANJIRAN LUBUK LAMPAM,KABUPATEN OGAN KOMERING ILIR Eko Prianto; Mohammad Mukhlis Kamal; Ismudi Muchsin; Endi Setiadi Kartamihardja
BAWAL Widya Riset Perikanan Tangkap Vol 6, No 3 (2014): (Desember 2014)
Publisher : Pusat Riset Perikanan, BRSDM KP.

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (417.232 KB) | DOI: 10.15578/bawal.6.3.2014.137-146

Abstract

Ikan betok (Anabas testudineus) adalah salah satu jenis ikan ekonomis penting yang dihasilkan dari perairan paparan banjiran. Penelitian yang bertujuan untuk mengkaji beberapa aspek biologi reproduksi ikan betok di paparan banjiran Lubuk Lampam, Kabupaten Ogan Komering Ilir dilakukan pada bulan Nopember 2012-Oktober 2013. Sampel ikan ditangkap setiap bulanmenggunakan alat tangkap jaring dan bengkirai.Analisis data meliputi sebaran frekuensi ukuran panjang, nisbah kelamin, tingkat kematangan gonad, indeks kematangan gonad, ukuran pertamakali matang gonad, potensi reproduksi dan pola reproduksi. Jumlah sampel ikan betok yang diperoleh sebanyak 540 ekor, terdiri dari 187 ekor ikan jantan dan 353 ekor ikan betina, dengan kisaran panjang ikan betina antara 27-224 mm dan ikan jantan antara 48-243 mm. Rasio kelamin ikan jantan dan betina adalah 0,53 : 1. Tingkat kematangan gonad (TKG) ikan jantan dan betina yang paling banyak ditemui adalah TKG I dengan frekuensi tertinggi pada ukuran 116-132 mm dan 114-129 mmmasing-masing berjumlah 34 dan 33 ekor. Perkembangan tingkat kematangan gonad ikan betok dipengaruhi oleh perubahan tinggimuka air secara musiman. Indek kematangan gonad ikan jantan pada TKGIV berkisar 1,3-15,0%dan ikan betina berkisar antara 1,2 17,1%. Ukuran pertama kali matang gonad ikan betina adalah pada panjang total 160 mm dan ikan jantan pada panjang total 177 mm. Fekunditas ikan betok berkisar antara 224–182.736 butir dengan diameter telur berkisar antara 0,465-1,026 mmdengan pola pemijahan secara sebagian. Climbing perch, Anabas testudineus is a dominant commercial fish inhabit floodplain area of Lubuk Lampam, Ogan Komering Ilir Regency. A study aimed to investigate some aspects of the reproductive biology of climbing perch has been conducted at floodplain of Lubuk Lampam, Ogan Komering Ilir regency from November 2012 to October 2013. Fish sampling was conducted every month using nets and bamboo trap. The data analysis includes lenght frequency distribution, sex ratio, the gonado maturity, gonado somatic index, the size at first maturity, fecundity and reproductive patterns. Climbing perch sample amounted of 540 specimen compose of 187 males and 353 females, with the lenght frequency between 27-224 mm (female) and 48-243 mm (male). Sex ratio of the male and female of the climbing perch was 0,53 : 1. The gonado maturity of male and female are mostly at the first level with the highest frequency between 116-132 mm and 114-129 mm, equivalent to 34 and 33 specimen, respectively. The development of gonado maturity of climbing perch was influenced by seasonally of water level fluctuation. Gonado somatic index of maturity of male and female range 1.3-15.0% and 1.2 -17.1%, respectively. The size at the first maturity of the female was 160 mm lenght and of the male was 177 mm lenght. The fecundity ranges 224 to182,736 eggs with the egg diameter ranges 0.465-1.026 mm and the climbing perch was classified into partially spawner.
BEBERAPAASPEKBIOLOGI IKANKUNIRAN (Upeneus sulphureus) DI PERAIRANTEGALDANSEKITARNYA Duranta Diandria Kembaren; Tri Ernawati
BAWAL Widya Riset Perikanan Tangkap Vol 3, No 4 (2011): (April 2011)
Publisher : Pusat Riset Perikanan, BRSDM KP.

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (740.658 KB) | DOI: 10.15578/bawal.3.4.2011.261-267

Abstract

Ikan kuniran (Upeneus sulphureus)merupakan salah satu ikan demersal dari familiMullidae banyak tertangkap di perairan Laut Jawa. Penelitian ini tentang beberapa aspek biologi ikan kuniran di perairan Tegal dan sekitarnya dilakukan pada bulan Maret, April, dan Agustus 2009. Penelitian ini bertujuan untuk mengkaji beberapa aspek biologi ikan kuniran, seperti nisbah kelamin, sebaran frekuensi panjang, hubungan panjang dan bobot, tingkat kematangan gonad, panjang pertama kali matang gonad (length at first maturity), dan faktor kondisi. Ikan yangdiamati 358 ekor yang terdiri atas 170 jantan dan 188 betina. Perbandingan jumlah ikan jantan dan betinamenunjukanrasio kelamin yang tidak seimbang. Berdasarkan atas sebaran frekuensi panjang, ikan dengan panjang 9 cmFL mendominansi hasil tangkapan pada bulan Maret dan April dan pada bulan Agustus didominansi ikan dengan panjang 11 cmFL. Pertumbuhan ikan kuniran pada bulan Maret bersifat allometrik negatif, sedangkan pada bulan April danAgustus bersifat isometrik.Analisis tingkat kematangan gonad menunjukan bahwa pada bulan Agustus banyak ditemukan tingkat kematangan gonad I dan II dan pada bulanMaret banyak ditemukan tingkat kematangan gonad III dan IV. Ikan kuniran diduga pertama kali matang gonad pada ukuran panjang 9,87 cmFL. Faktor kondisi menunjukan tidak ada perbedaan antara bulan Maret, April, dan Agustus. The silver goatfish (Upeneus sulphureus) is demersal fish which caught excessively in the Java Sea and taxonomically belong to the family Mullidae. Some biological aspects of the silver goatfish in Tegal and adjacent waters were studied on March, April, and August in 2009. The objective of this research were to know some biological aspects, i.e. sex ratio, length frequency distribution, length weight relationship, gonad maturity stage, length at first maturity, and condition factor. A total of 358 fishes that consisted of 170 males and 188 females were examinated their biological aspects. The composition of male and female showed an unequal sex ratio. According to the lenght frequency distribution, the fishes of 9 cmFL were dominant onMarch and April, while on August was dominated by the fishes of 11 cmFL. The growth characteristic of the silver goatfish were allometric negative on March and isometric on April and August. Gonad maturity stage level 1 and 2 were dominant on August and level 3 and 4 onMarch. Lenght at first maturity (Lm) of silver goatfish were 9,87 cmFL. The condition factor showed that there is no difference on March, April, and August.
DISTRIBUSI UKURAN DAN PARAMETER POPULASI LOBSTER PASIR (Panulirus homarus) DI PERAIRAN ACEH BARAT Duranta D Kembaren; Erfind Nurdin
BAWAL Widya Riset Perikanan Tangkap Vol 7, No 3 (2015): (Desember 2015)
Publisher : Pusat Riset Perikanan, BRSDM KP.

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (206.615 KB) | DOI: 10.15578/bawal.7.3.2015.121-128

Abstract

Penelitian tentang distribusi ukuran dan parameter populasi lobster pasir di perairan Aceh Barat dilakukan pada bulanApril sampai November 2013. Penelitian ini bertujuan untukmengkaji status lobster di perairan Aceh Barat dilihat dari aspek distribusi ukuran dan parameter populasinya. Pengamatan dan pengukuran lobster dilakukan di tempat pengumpul lobster dengan sistem sampling acak. Sebaran frekuensi panjang karapas selanjutnya ditabulasikan dan dianalisa dengan metode kurva logistik. Struktur ukuran lobster yang tertangkap menunjukkan bahwa lobster jantan dominan tertangkap dibawah ukuran nilai tengah 72,5 mm dan sebaliknya diatas ukuran nilai tengah 72,5 mm yang didominasi jenis kelamin betina. Lobster terlebih dahulu tertangkap sebelum mencapai ukuran matang gonad (Lc = 65,8mm< Lm= 76,8 mm). Puncak musim pemijahan terjadi pada bulan Mei dan Agustus. Panjang asimtosis (CL∞ ) sebesar 119,5 mm dengan laju pertumbuhan (K) 0,39/tahun serta laju kematian total (Z) 1,44/tahun, laju kematian alamiah (M) 0,67/tahun dan laju keamatian akibat penangkapan (F) 0,77/tahun. Laju eksploitasi sudah mengarah kepada penangkapan yang berlebih (E=0,54), oleh karena itu perlu dilakukan tindakan pengelolaan perikanan lobster yang berkelanjutan. Salah satu upaya yang dapat di tempuh adalah dengan menerapkan sistem penutupan musim penangkapan lobster pada saat terjadinya puncak musim pemijahan.Research on the length distribution and population parameters of scalloped spiny lobster conducted in the Aceh Barat waters during April to November 2013. The aim of this study was to assess lobster fishery status in this waters from the point of view their length size and population parameters. Sampel collected randomly in the lobster landing site. Distribution of carapace length frequency was tabulated and analysed using logistic curve method. Length composition of male lobster was dominated under 72,5 mm midlenght, while female lobster was dominated above 72,5 mm midlength. This study found that the scalloped spiny lobster was caught before their reach the size of maturity (Lc = 65,8 mm < Lm = 76,8 mm). The peak season of spawning was indicated on May and August. Asimtotic length (CL∞) of scalloped spiny lobster was 119,5 mm with the growth rate (K) 0,39/year, total mortality (Z) 1,44/year, natural mortality (M) 0,67/year, and fishing mortality (F) 0,77/year. Exploitation rate was leading to the overfishing condition (E=0,54). Thus, it is needed to manage the lobster fishery in this area to gain the sustainability. We suggest that closing system season should be applied, especially in the peak spawning season.
TUMBUHAN AIR DI DANAU LIMBOTO, GORONTALO: MANFAAT DAN PERMASALAHANNYA Astri Suryandari; Yayuk Sugianti
BAWAL Widya Riset Perikanan Tangkap Vol 2, No 4 (2009): (April 2009)
Publisher : Pusat Riset Perikanan, BRSDM KP.

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (125.252 KB) | DOI: 10.15578/bawal.2.4.2009.151-154

Abstract

Danau Limboto cenderung semakin hari, semakin menurun luasnya. Luas danau pada tahun 1932 mencapai 8.000 ha, pada tahun 1970 menurun menjadi 4.500 ha. Pada tahun 1993, perairan ini mengalami penurunan luasnya menjadi 3.057 ha dengan kedalaman maksimumnya 2,3 m dan pada tahun 2004 tersisa 3.000 ha. Masalah pendangkalan dengan laju sedimentasi 1,5 cm per tahun dan perkembangan populasi tumbuhan air (rumput liar dan eceng gondok, Eichhornia crassipes) yang telah mencapai luas 9.420 m2menjadi ancaman bagi sumber daya perikanan di danau tersebut. Tujuan dari tulisan ini adalah untuk mengetahui jenis tumbuhan air serta menggambarkan kondisinya di Danau Limboto beserta manfaat dan permasalahannya. Hasil pengamatan menunjukkan bahwadi Danau Limboto ditemukan 9 jenis tumbuhan air, meliputi tipe tumbuhan yang muncul di tepian danau, yang tenggelam dan berakar di dasar, dan yang mengapung bebas ataupun yang berakar. Jenis tumbuhan yang dominan adalah eceng gondok yang telah menjadi gulma.
ASPEK BIOLOGI IKAN KURISI (Nemipterus japonicus) DI PERAIRAN TELUK BANTEN Selvi Oktaviyani; Mennofatria Boer; Yonvitner Yonvitner
BAWAL Widya Riset Perikanan Tangkap Vol 8, No 1 (2016): (April 2016)
Publisher : Pusat Riset Perikanan, BRSDM KP.

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (318.793 KB) | DOI: 10.15578/bawal.8.1.2016.21-28

Abstract

Ikan kurisi (Nemipterus japonicus) merupakan salah satu sumber daya ikan ekonomis penting di Perairan Teluk Banten dan banyak didaratkan di Pelabuhan Perikanan Nusantara (PPN) Karangantu, Banten. Intensitas penangkapan yang tinggi akan menyebabkan tangkap lebih (overfishing), sehingga mengancam kelestarian ikan kurisi. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui beberapa aspek biologi ikan kurisi di Perairan Teluk Banten, seperti struktur ukuran panjang, rasio kelamin, hubungan panjang berat, tingkat kematangan gonad, ukuran panjang rata-rata tertangkap (Lc) dan ukuran pertama kali matang gonad (Lm). Informasi yang diperoleh dapat menjadi bahan pertimbangan dalam kegiatan pengelolaan perikanan. Lokasi pengambilan contoh dilakukan di Pelabuhan Perikanan Nusantara (PPN) Karangantu, Banten dari bulan Mei hingga Agustus 2012. Hasil penelitian menunjukkan bahwa ukuran panjang total ikan kurisi berkisar antara 98 dan 211 mm. Perbandingan kelamin jantan dan betina dalam keadaan seimbang dan memiliki pola pertumbuhan allometrik negatif yang menunjukkan pertumbuhan panjang lebih cepat dibandingkan pertumbuhan beratnya. Lebih dari 50% ikan-ikan yang diamati baik jantan maupun betina selama bulan pengamatan belum matang gonad (immature).  Ukuran pertama kali matang gonad adalah 196 mm sedangkan ukuran panjang rata-rata tertangkap adalah 146 mm. Banyaknya ikan yang tertangkap dalam ukuran kecil (kurang dari panjang pertama kali matang gonad) akan mengganggu kelestarian ikan kurisi.Japanese threadfin bream (Nemipterus japonicus) is one of the most important economical fish resources in the Gulf of Banten and many landed at Archipelago Fishing Port (PPN) of Karangantu. High intensity of fishing activity can cause an overfihing, and threat sustainability of japanese threadfin bream. The research was aimed to determine some biological aspects of japanese threadfin bream in the Gulf of Banten, such as structure of the length, sex ratio, length-weight relationship, gonad maturity stage, the average length of captured (Lc) and the length of first maturity (Lm). It is believed that the collected information can be taken into consideration in the fisheries management activities. The sample was collected at PPN Karangantu, Banten from May to August 2012. The result showed that the length of this fish ranged between 98 and 211 mm. Ratio of male and female is balance and have negative allometric growth pattern show that the length of growth is more faster than the weight of growth. More than 50% of fish sample both males and females were immature gonads. During observation, length of  first maturity was 196 mm and the average length of captured was 146 mm. Many fishes caught was smaller than Lm, It will interfere the sustainability of japanese threadfin bream.
DISTRIBUSI SPASIO-TEMPORAL POPULASI RAJUNGAN (Portunus pelagicus) BETINA MENGERAMI TELUR DI PERAIRAN PESISIR LAMPUNG TIMUR Zairion Zairion; Yusli Wardianto; Achmad Fahrudin; Mennofatria Boer
BAWAL Widya Riset Perikanan Tangkap Vol 6, No 2 (2014): (Agustus 2014)
Publisher : Pusat Riset Perikanan, BRSDM KP.

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (254.481 KB) | DOI: 10.15578/bawal.6.2.2014.95-102

Abstract

Distribusi spasio-temporal populasi rajungan betina yang mengerami telur (BEF) telah dikaji di perairan pesisir Lampung Timur. Penelitian dilakukan pada tiga stratifikasi kedalaman perairan: <5 m (strata S1), antara 5-10 m (strata S2), dan >10 m (strata S3) serta empat sub-area (A1-A4) di setiap stratum dari bulan Maret 2012-Februari 2013. Kelimpahan populasi rajungan BEF diindikasikan dengan proporsi rajungan BEF/betina tidak mengerami telur (NBF) dan BEF/total individu. Perbedaan proporsi dianalisis dengan uji ANOVA satu arah. Hasil penelitian menunjukan bahwa proporsi rajungan BEF bervariasi secara spasial, ditemukan mulai dari strata S1 dan meningkat ke strata S3. Daerah pemijahan dan pembiakan yang dominan terdapat pada kedalaman air >5 m dan di sub-area A2 dan A3. Secara agregat, BEF ditemukan sepanjang tahun dengan dua puncak kelimpahan (Mei dan September-Oktober) sebagai puncakmusimpemijahan dan pembiakan. Proporsi rajungan BEF secara spasio temporal tumpang tindih dengan daerah penangkapan rajungan pada hampir semua musim. Diperlukan strategi pengelolaan pemanfataan yang sesuai untukmenunjang keberhasilan reproduksi, diantaranya penangkapan menggunakan alat yang dapat mempertahankan BEF dalam keadaan hidup selama terperangkap, kemudian melepaskannya atau memeliharanya di area tertentu sampai menetaskan telurnya sehingga dapat meningkatkan produksi larva dan pada akhirnya dapat mempertahankan populasi dan stok.Spatial-temporal distribution of berried females (BEFs) Portunus pelagicus was studied in East Lampung coastal waters. An investigation was conducted at three water depth stratifications, i.e., less than 5 m (stratum S1), between 5-10 m (stratum S2) and more than 10 m (stratum S3), as well as four sub-areas (A1 A4) in each of stratifications from March 2012 to February 2013. The abundance of BEF population was indicated by their proportion to non-berried females (NBFs) and to the total individual crabs, while the differences among the results were tested by one-way ANOVA test. The results showed that the proportions of BEFs varied spatially, increased from stratum S1 to S3. Spawning and breeding seemed to dominantly occur at water depth more than 5 m and A2 and A3 sub-areas. BEFs were found throughout the year with two peaks of its occurrence, i.e. in May and in September to October, and those months were considered as peak of spawning and breeding seasons. The spatial and temporal occurrence of BEFs overlapped with crab fishing grounds in most fishing seasons. An appropriate fisheries management strategy is required for their reproduction success. Capturing crab by using eco-friendly fishing gear that render caught BEFs alive and releasing them or keeping them in certain area for hatching their eggs would enhance larvae production to maintain population and stock.
BEBERAPAASPEK BIOLOGI IKAN BILIH (Mystacoleucus padangensis) DI DANAU SINGKARAK Kunto Purnomo; Mas Tri Djoko Sunarno
BAWAL Widya Riset Perikanan Tangkap Vol 2, No 6 (2009): (Desember 2009)
Publisher : Pusat Riset Perikanan, BRSDM KP.

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (679.985 KB) | DOI: 10.15578/bawal.2.6.2009.265-271

Abstract

Sebagai ikan endemik di Danau Singkarak dan ekonomis penting, ikan bilih (Mystacoleucus padangensis) menyumbang sekitar 71,2% dari total produksi ikan pada tahun 2003 dan cenderung menurun populasinya akibat tangkap lebih dan degradasi lingkungan. Untuk kelestarian ikan tersebut,antara lain perlu didukung oleh data dan informasi mengenai aspek biologinya. Oleh karena itu, suatu penelitian telah dilakukan untuk pengumpulan beberapa aspek biologi ikan bilih mulai bulan Agustus 2003-Oktober 2004 di Danau Singkarak. Contoh ikan bilih diambil dari stasiun penelitian yang ditetapkan secara sengaja di empat tempat. Contoh ikan diukur panjang dan bobotnya, isi saluran pencernaannya, serta diameter dan jumlah telurnya. Parameter pertumbuhan von Bertalanffy(L dan K), mortalitas alami (M), mortalitas penangkapan (F), mortalitas total (Z), dan laju eksploitasi (E) dihitung dengan menggunakan data frekuensi panjang total, kemudian diolah dengan menggunakan program FiSAT. Pola kebiasaan makan dari ikan dianalisis memakai indeks preponderan. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa panjang total ikan bilih berkisar 4,2-8,6 cm (rata-ratanya 6,2 cm). Pertumbuhan ikan bilih bersifat alometrik positif (p<0,05). Rasio ikan jantandan betina adalah 2:1. Ikan betina mempunyai 5.830-7.390 butir telur per ekor atau 436-628 butir per gram bobot tubuh. Ikan bilih secara teoritis dapat tumbuh sampai mencapai panjang 11,6 cm (L ) dengan laju pertumbuhan (K) 0,5 cm per tahun. Mortalitas alami (M) sebesar 1,46 tahun-1, Nilaimortalitas penangkapan (F)=1,56 tahun-1 dan mortalitas total (Z)=3,02 tahun-1 (kisarannya 2,47-3,55) serta laju eksploitasi (E) sebesar 0,52. Makanan ikan bilih terdiri atas detritus (38,9±7,1%), fitoplankton (33,0±9,2%), zooplankton (22,6±13,6%), dan tumbuhan air (5,4±2,7%).

Page 4 of 35 | Total Record : 348


Filter by Year

2006 2023


Filter By Issues
All Issue Vol 15, No 2 (2023): (AGUSTUS) 2023 Vol 15, No 1 (2023): (APRIL) 2023 Vol 14, No 3 (2022): (DESEMBER) 2022 Vol 14, No 2 (2022): (Agustus) 2022 Vol 14, No 1 (2022): (APRIL) 2022 Vol 13, No 3 (2021): (DESEMBER) 2021 Vol 13, No 2 (2021): (AGUSTUS) 2021 Vol 13, No 1 (2021): (April) 2021 Vol 12, No 3 (2020): (Desember) 2020 Vol 12, No 2 (2020): (AGUSTUS) 2020 Vol 12, No 1 (2020): (April) 2020 Vol 11, No 3 (2019): (Desember) 2019 Vol 11, No 2 (2019): (Agustus) 2019 Vol 11, No 1 (2019): (April) 2019 Vol 10, No 3 (2018): (Desember) 2018 Vol 10, No 2 (2018): (Agustus) 2018 Vol 10, No 1 (2018): April (2018) Vol 9, No 3 (2017): (Desember) 2017 Vol 9, No 2 (2017): (Agustus 2017) Vol 9, No 1 (2017): (April, 2017) Vol 8, No 3 (2016): (Desember, 2016) Vol 8, No 2 (2016): (Agustus 2016) Vol 8, No 1 (2016): (April 2016) Vol 7, No 3 (2015): (Desember 2015) Vol 7, No 2 (2015): (Agustus 2015) Vol 7, No 1 (2015): (April 2015) Vol 6, No 3 (2014): (Desember 2014) Vol 6, No 2 (2014): (Agustus 2014) Vol 6, No 1 (2014): (April 2014) Vol 5, No 3 (2013): (Desember 2013) Vol 5, No 2 (2013): (Agustus 2013) Vol 5, No 1 (2013): (April 2013) Vol 4, No 3 (2012): (Desember 2012) Vol 4, No 2 (2012): (Agustus 2012) Vol 4, No 1 (2012): (April 2012) Vol 3, No 6 (2011): (Desember 2011) Vol 3, No 5 (2011): (Agustus 2011) Vol 3, No 4 (2011): (April 2011) Vol 3, No 3 (2010): (Desember 2010) Vol 3, No 2 (2010): (Agustus 2010) Vol 3, No 1 (2010): (April 2010) Vol 2, No 6 (2009): (Desember 2009) Vol 2, No 5 (2009): (Agustus 2009) Vol 2, No 4 (2009): (April 2009) Vol 2, No 3 (2008): (Desember 2008) Vol 2, No 2 (2008): (Agustus 2008) Vol 2, No 1 (2008): (April 2008) Vol 1, No 6 (2007): (Desember 2007) Vol 1, No 5 (2007): (Agustus 2007) Vol 1, No 4 (2007): (April 2007) Vol 1, No 3 (2006): (Desember 2006) Vol 1, No 2 (2006): (Agustus 2006) Vol 1, No 1 (2006): (April 2006) More Issue