cover
Contact Name
Harls Evan Siahaan
Contact Email
evandavidsiahaan@gmail.com
Phone
-
Journal Mail Official
kurios@sttpb.ac.id
Editorial Address
-
Location
Kota adm. jakarta pusat,
Dki jakarta
INDONESIA
Kurios
ISSN : 2615739X     EISSN : 26143135     DOI : -
KURIOS (Jurnal Teologi dan Pendidikan Agama Kristen) merupakan wadah publikasi hasil penelitian teologi dan Pendidikan Agama Kristen dengan nomor ISSN: 2614-3135 (online), ISSN: 2406-8306 (print), yang diterbitkan oleh Sekolah Tinggi Teologi Pelita Bangsa Jakarta.
Arjuna Subject : -
Articles 219 Documents
Pedagogi filoeirene: Ajakan untuk mencintai perdamaian dalam kemajemukan Sopakua, Samel; Hasugian, Johanes Waldes
KURIOS (Jurnal Teologi dan Pendidikan Agama Kristen) Vol 8, No 1: April 2022
Publisher : Sekolah Tinggi Teologi Pelita Bangsa, Jakarta

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.30995/kur.v8i1.460

Abstract

Hate speech and invitations to be hostile to adherents of other religions and beliefs are becoming a strengthening phenomenon today. Intolerance and radicalism that lead to violence and social conflict are increasingly arbitrary. This hostility occurs in the world of education, teachers and students are exposed to ideas that are contrary to the values of Pancasila and religious norms. Religious moderation as an effort to deradicalize through religious education, especially Christian religious education, is gaining momentum to instill peace-loving values in students. To achieve this, Christian religious education exists and participates in and through it. Various sources of literature or literature study to explore the data, with qualitative-descriptive research were conducted to find a picture of the philoeirene model in Christian religious education and to actualize the education of peace-loving attitudes in students. This study found that a comprehensive, basic, or deep and deeply rooted understanding of the concepts of peace and philoeirene is not an option but is imperative in nature to be instilled in every student. Strengthening contextual or relevant curriculum and commitment to implementing a peace-loving attitude is praxis in Christian religious education in a pluralistic society. AbstrakUjaran kebencian dan ajakan untuk memusuhi penganut agama dan kepercayaan lain menjadi fenomena yang menguat dewasa ini. Intoleransi dan radikalisme yang berujung pada kekerasan dan konflik sosial semakin semena-mena. Sikap permusuhan tersebut terjadi di dunia pendidikan, guru dan murid terpapar pada paham yang bertentangan dengan nilai Pancasila dan norma agama. Moderasi beragama sebagai upaya deradikalisasi melalui pendidikan agama, khususnya pendidikan agama Kristen mendapat momentum untuk menanamkan nilai cinta damai dalam diri peserta didik. Untuk mewujudkan hal tersebut pendidikan agama Kristen hadir dan berpartisipasi di dalam dan melaluinya. Berbagai sumber literatur ataupun studi pustaka untuk mengeksplorasi data, dengan penelitian kualitatif-deskriptif dilakukan untuk menemukan gambaran model filoeirene dalam pendidikan agama Kristen, serta mengaktualisasikan pendidikan sikap cinta damai dalam dalam diri peserta didik. Penelitian ini menemukan bahwa pemahaman yang komprehensif, mendasar atau mendalam serta mengakar kuat berkenaan dengan konsep perdamaian dan filoeirene bukan opsi namun bersifat imperatif ditanamkan bagi setiap peserta didik. Penguatan kurikulum yang kontekstual atau relevan dan komitmen dalam mengimplementasikan sikap cinta damai merupakan suatu praksis dalam pendidikan agama Kristen di tengah masyarakat majemuk.
Perwujudan kebahagiaan dalam relasi interpersonal: Implementasi etika Kerajaan Allah berdasarkan Matius 5:3-9 Widiyanto, Mikha Agus; Sukri, Armin
KURIOS (Jurnal Teologi dan Pendidikan Agama Kristen) Vol 8, No 1: April 2022
Publisher : Sekolah Tinggi Teologi Pelita Bangsa, Jakarta

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.30995/kur.v8i1.547

Abstract

Happiness is hope for all human beings. Happiness is not just affected by income or economic factors, but also by social dimensions related to the relationship built with others. Through the implementation of Kingdom of God ethical principles based on Matthew 5:3-9 make one’s interpersonal relationship to be good and impact the happiness realization. This research used a mixed method design, namely exploratory sequential design, examining Matthew 5:3-9 by qualitative approach with exegeses, followed by a quantitative approach to find the causal relationship between variables. The result showed that: there is a significant influence on the implementation of the ethical principles based on Matthew 5:3-9 on the interpersonal relationship; there is a significant influence on the implementation of the ethical principles based on Matthew 5:3-9 to the happiness; and, there is no significant influence on the interpersonal relationship to the happiness. Implementing the Kingdom of God ethical principles by being poor before God or living in submission and relying on God, expressing meek attitudes, showing generosity, and being able to bring peace will improve the personal relationship to be good and happiness realization.  AbstrakKebahagiaan menjadi harapan bagi semua manusia. Kebahagiaan tidak hanya dipengaruhi faktor pendapatan atau ekonomi, melainkan dimensi sosial terkait dengan relasi yang terbangun dengan orang lain. Melalui pengimplementasikan prinsip-prinsip etika Kerajaan Allah berdasarkan Matius 5:3-9 membuat relasi interpersonal seseorang menjadi baik dan berdampak pada terwujudnya kebahagiaan. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui perwujudan kebahagiaan melalui implementasi prinsip-prinsip etika Kerajaan Allah dalam relasi interpersonal berdasarkan Matius 5:3-9. Penelitian ini menggunakan desain mixed methods ini yang dinamakan exploratory sequential design, dengan mengkaji Matius 5:3-9 melalui pendekatan kualitatif dengan eksegese, kemudian dilanjutkan dengan pendekatan kuantitatif untuk mengetahui hubungan kausal antar variabel. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa:  terdapat pengaruh yang signifikan implementasi prinsip-prinsip etika Kerajaa Allah berdasarkan Matius 5:3-9 terhadap relasi interpersonal; terdapat pengaruh yang signifikan implementasi prinsip-prinsip etika Kerajaa Allah berdasarkan Matius 5:3-9 terhadap kebahagiaan; dan tidak terdapat pengaruh yang signifikan relasi interpersonal terhadap kebahagiaan. Mengimplementasikan prinsip-prinsip etika Kerajaan Allah dengan menjadi miskin di hadapan Allah atau hidup berserah dan mengandalakan Tuhan, menampilkan sikap lemah lembut, menampilkan kemurahan hati dan mampu menjadi pembawa damai akan meningkatkan relasi interpersonal menjadi baik dan terwujudnya kebahagiaan.
Roh Kudus dan kehidupan sosial politik: Sebuah tawaran peranan Roh Kudus dalam tanggung jawab sosial politik Gereja Sitanggang, Asigor Parongna
KURIOS (Jurnal Teologi dan Pendidikan Agama Kristen) Vol 8, No 1: April 2022
Publisher : Sekolah Tinggi Teologi Pelita Bangsa, Jakarta

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.30995/kur.v8i1.423

Abstract

Too often the work of the Holy Spirit is reduced to mere personal, interpersonal, or ecclesial dimensions which becomes subjective, and unrelated to the social-political life in the public space. This is a common perspective that we see in the churches. On the contrary, the Scripture places a great emphasis on the social and global dimension of the Holy Spirit who, in the Nicene Creed, is called the Giver of Life. This paper will discuss the socio-political dimension of the Holy Spirit. The method used in this paper is literary research. This paper is based on the idea that the Holy Spirit works not only in a personal, interpersonal, or ecclesial dimension, but has a strong socio-political dimension, which in that way we can truly understand and involve ourselves in the work of the Spirit in the socio-political life of each of us. AbstrakKarya Roh Kudus terlalu sering direduksi hanya pada dimensi personal, interpersonal, ataueklesial belaka. Padahal, Kitab Suci sangat menekankan dimensi sosial dan global dari Roh Kudus yang, dalam Kredo Nicea, disebut sebagai Pemberi Kehidupan (the Giver of Life). Makalah ini akan membahas dimensi sosial-politik dari Roh Kudus sehingga kita dapat sungguh memahami dan melibatkan diri dalam karya Roh di dalam kehidupan sosial-politik kita masing-masing.
Spiritualitas egaliter mengantisipasi eksklusivitas budaya di lingkungan gereja pada wilayah Sumba Timur: Refleksi teologis Filipi 2:1-8 Gultom, Joni Manumpak Parulian; Pramini, Pramini; Novalina, Martina
KURIOS (Jurnal Teologi dan Pendidikan Agama Kristen) Vol 8, No 1: April 2022
Publisher : Sekolah Tinggi Teologi Pelita Bangsa, Jakarta

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.30995/kur.v8i1.482

Abstract

The phenomenon of religious exclusivity does not only occur with other religions but in one religion. The phenomenon of religious exclusivity does not only occur between religious adherents but also between groups of people within the same religion. This phenomenon can be seen in the district of East Sumba, where there is still persecution of priests of different denominations, bullying related to the caste of the congregation, and pastors are higher than others, in local culture. This article provides an understanding of the spirituality of the church's egalitarianism in anticipating Sumba's socio-cultural institutions in placing equal values and rights of everyone in the eyes of God and others, according to Philippians 2:1-8. Research with a qualitative descriptive approach through a literature review found that churches in East Sumba Regency must be inclusive by opening themselves up to existing differences, not just doctrinal differences, but also ethnicity and caste egocentricity which must be minimized. The spirituality of the egalitarianism of the church is a divine value to continue to work on, through the existing local culture with the leaders of the people and the nobles (maramba), who sit together in divine leadership. Whole human development in the work of Christ's salvation is the focus of the church, with equal actions by leaders from any caste, open and providing equal opportunities for every believer in the local culture.  AbstrakFenomena eksklusivitas beragama bukan saja terjadi dengan agama lainnya tetapi dalam satu Fenomena eksklusivitas beragama bukan saja terjadi antarpemeluk agama, namun juga antarkelompok umat dalam satu agama. Fenomena ini dapat dilihat di daerah Kabupaten Sumba Timur, di mana masih terjadi persekusi terhadap pendeta yang berbeda denominasi, perundungan terkait kasta jemaat, bahwa pendeta lebih tinggi dari yang lain, dalam budaya lokal. Artikel ini memberikan pemahaman spiritualitas egalitarianisme gereja dalam mengantisipasi pranata sosial budaya Sumba dalam mendudukakn kesejajaran nilai dan hak setiap orang yang sama di mata Tuhan dan sesama, menurut Filipi 2:1-8. Penelitian dengan pendekatan deskriptif kualitatif melalui kajian literatur menemukan bahwa gereja di Kabupaten Sumba Timur harus bersikap inklusif dengan membuka diri terhadap perbedaan yang ada, bukan sekadar perbedaan doktrin, tetapi juga egosentris sukuisme dan kasta yang harus diminimalisir. Spiritualitas egalitarianisme gereja menjadi nilai ilahi untuk terus dikerjakan, melalui budaya lokal yang ada dengan para pemimpin umat dan para bangsawan (maramba), yang duduk bersama dalam kepemimpinan Ilahi. Pembangunan manusia seutuhnya di dalam karya keselamatan Kristus menjadi fokus utama gereja, dengan tindakan kesetaraan para pemimpin dari kalangan kasta apa pun, terbuka dan memberi kesempatan yang sama untuk setiap orang percaya dalam lingkup budaya lokal.
Klarifikasi nilai dan pencegahan radikalisme dalam dunia pendidikan (sekolah menengah) di Indonesia Hattu, Justitia Vox Dei
KURIOS (Jurnal Teologi dan Pendidikan Agama Kristen) Vol 8, No 1: April 2022
Publisher : Sekolah Tinggi Teologi Pelita Bangsa, Jakarta

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.30995/kur.v8i1.466

Abstract

This article discusses the risks of (religious) radicalism infiltrating formal education in Indonesia, particularly in middle and high schools. The value clarification approach popularized by Louis Rahts, Sidney B. Simon, Leland W. Howe, and Howard Kirschenbaum is used in this article to examine this problem by showing that educational design, which is dominated by indoctrinating model, opens up a place for radicalism to grow faster since it does not open an adequate space for students to question and discuss the values, they have learned in the learning process. This article argues that the value clarification approach helps teachers and students choose appropriate learning models to create an adequate space for students to understand, talk, and consider the values they are learning. In order to prevent the student from and minimize radicalism in school, then, in the end, based on the value clarification model, this article offers the three tasks of preventing students from radicalism, which are sharpening intelligence, sharpening the sense and sensitivity, and improving the way we are working with others.  AbstrakArtikel ini membahas tentang bahaya radikalisme (atas nama agama) yang sudah merambahi dunia pendidikan formal, secara khusus pada level sekolah menengah di Indonesia. Pendekatan klarifikasi nilai (value clarification) yang dipopulerkan oleh Louis Rahts, Sidney B. Simon, Leland W. Howe, dan Howard Kirschenbaum dipakai untuk menelaah persoalan ini dengan memperlihatkan bahwa pembelajaran yang masih didominasi oleh model indoktrinasi membuka ruang bagi bertumbuhnya paham radikalisme karena tidak tersedia “ruang” yang memadai bagi para siswa untuk mempertanyakan dan mendiskusikan nilai-nilai yang diterima dalam proses pembelajaran. Pendekatan klarifikasi nilai dapat menolong para guru dan juga siswa memilih model pembelajaran yang tepat sehingga tersedia ruang yang memadai bagi para siswa untuk memahami, mempercakapkan, dan mempertimbangkan dengan baik apa yang mereka pelajari. Sebagai upaya mencegah dan meminimalisir bahaya radikalisme di sekolah, dengan berbasis pada konteks dan juga pendekatan klarifikasi nilai, maka bagian akhir artikel ini menawarkan tritugas pencegahan radikalisme, yaitu mengasah kecerdasan, mengasah rasa dan kepekaan, serta meningkatkan kerja bersama dengan mereka yang berbeda.
Development of Christian religious education learning model based on the philosophy of orang basudara life in Maluku Eklefina Pattinama; Beatrix J.M. Salenussa
KURIOS (Jurnal Teologi dan Pendidikan Agama Kristen) Vol 8, No 2: Oktober 2022
Publisher : Sekolah Tinggi Teologi Pelita Bangsa, Jakarta

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.30995/kur.v8i2.254

Abstract

Knowledge of the Basudara concept in Maluku is generally understood by adults only. Among young people, the concept of the Basudara is not familiar. The impact of the loss of its concept, that views as a philosophy, among young people in Ambon City, Latta Village, often occurs in brawls between teenagers of different ethics and religions. It is a threat to finding peace and can create new conflicts. Therefore, the teachers need to develop a model of Christian Religious Education for peace based on the philosophy of the Basudara people in Maluku. This study aims to develop a learning model for Christian religious education for peace based on the philosophy of life of the Orang Basudara in Maluku. The research method used is development research using the ADDIE learning model (Analysis-Design-Develop-Implement-Evaluate). The results of this study indicate that the development of the peaceful Christian religious education learning model based on the Orang Basudara philosophy of life in Maluku is needed by Sunday School students. It is learning materials based on local content that can be used as relevant teaching materials. An effective cultural instrument in revitalizing and transforming peace in the context of the Church, which is contextually adapted to the philosophical values of local cultural wisdom in Maluku. Thus, it is concluded that with the teaching materials used, students can apply how to live peacefully side by side in a multicultural context.
Partisipasi pemimpin umat dalam memutus mata rantai penyebaran Covid-19 Telhalia, Telhalia; Natalia, Desi
KURIOS (Jurnal Teologi dan Pendidikan Agama Kristen) Vol 8, No 1: April 2022
Publisher : Sekolah Tinggi Teologi Pelita Bangsa, Jakarta

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.30995/kur.v8i1.435

Abstract

The pastor, as the leader of the people, has an important role in the church. One of his important roles is to participate in breaking the chain of the spread of Covid-19, ending the pandemic period until it becomes a Covid-19 endemic. This is undertaken as a reflection of the value of love: to love God and human beings. The purpose of this study is to describe the reality of the pastor's participation in breaking the chain of the spread of Covid-19, as a call to love God and others as oneself. This action explains the motivation and mutual understanding in the form of love. The method used is qualitative research with a descriptive-interpretation approach to the text of Matthew 22:37-40. The results of this study, namely the actions taken by the pastor toward the GKE Kapakat Tumbang Samba congregation, it appears that the pastor's motivation is to support the government's health program with the aim of protecting his congregation by supporting the provision of vaccines to his people as an action to stop the spread of Covid-19 and stay healthy. This motivational goal can be realized if there is a mutual agreement between the pastor and the congregation. Through this motivation and agreement, the pastor's participation has a vital role in breaking the chain of the spread of Covid-19 based on Matthew 22:37-40 as a real and active activity that begins with loving oneself in loving God and others to achieve the goal of using vaccines.  AbstrakPendeta, sebagai pemimpin umat, memiliki peran penting dalam gereja. Salah satu peran pentingnya adalah ikut berpartisipasi dalam memutus mata rantai penyebaran Covid-19, mengakhiri masa pandemi hingga menjadi endemi Covid-19 Hal tersebut dilakukan sebagai refleksi atas nilai kasih; mengasihi Allah dan sesama manusia. Tujuan penelitian ini adalah untuk mendeskripsikan realitas partisipasi pendeta dalam memutus mata rantai penyebaran Covid-19, sebagai panggilan mengasihi Allah dan sesama seperti diri sendiri. Aksi ini menjelaskan motivasi dan saling pengertian dalam wujud cinta. Metode yang digunakan yaitu penelitian kualitiatif dengan pendekatan deskriptif-interpretasi teks Matius 22:37-40. Hasil penelitian ini yaitu tindakan yang telah dilakukan oleh pendeta terhadap jemaat GKE Kapakat Tumbang Samba tampak bahwa motivasi pendeta tersebut mendukung program kesehatan pemerintah dengan tujuan dapat melindungi jemaatnya dengan mendukung pemberian vaksin kepada umatnya sebagai tindakan pemutusan persebaran Covid-19 dan tetap sehat. Tujuan motivasi tersebut dapat terealisasi, jika ada kesepakatan bersama antara pendeta dan jemaat. Melalui motivasi dan kesepakatan tersebut, maka partisipasi pendeta memiliki peran vital dalam memutus mata rantai persebaran Covid-19 berdasarkan Matius 22:37-40 sebagai perbuatan nyata dan aktif yang dimulai dengan mencintai diri sendiri dalam mengasihi Tuhan dan sesama demi mencapai tujuan dari penggunaan vaksin.
Air menjadi anggur dalam perkawinan di Kana: Sebuah tanda penyataan diri Yesus sebagai Anak Allah James Anderson Lola; Darius Darius
KURIOS (Jurnal Teologi dan Pendidikan Agama Kristen) Vol 8, No 2: Oktober 2022
Publisher : Sekolah Tinggi Teologi Pelita Bangsa, Jakarta

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.30995/kur.v8i2.573

Abstract

This is a qualitative research article with an exegesis approach to finding the meaning of the miracle of the water turning into wine in the marriage at Cana which is recorded in John 2:1-11. The miracle of water turning into wine in the perspective of the Gospel of John is the first miracle that Jesus did to reveal Himself as the Son of God which fulfilled God's Covenant in the Old Testament. The miracle of water turning into wine is a miracle that must be understood in the theological perspective and the agenda of the Gospel of John which is intended to display the presence of Jesus and all that He did in history as an expression of Jesus' identity as the Son of God as well as the fulfillment of God's promise in the Old Testament.AbstrakPenelitian ini adalah penelitian kualitatif dengan pendekatan eksegesis untuk menemukan makna dari peristiwa mujizat air berubah menjadi anggur dalam perkawinan di Kana yang dicatat dalam Yohanes 2:1-11. Mujizat air berubah menjadi anggur dalam perspektif Injil Yohanes merupakan mujizat pertama yang Yesus lakukan untuk memberikan penyataan diri-Nya sebagai Anak Allah yang menggenapi Perjanjian Allah di dalam Perjanjian Lama. Mujizat air berubah jadi anggur adalah mujizat yang harus dipahami dalam perspektif teologis dan agenda dari Injil Yohanes yang memang bertujuan untuk menampilkan kehadiran Yesus dan semua yang Ia lakukan dalam sejarah sebagai penyingkapan identitas Yesus sebagai Anak Allah sekaligus juga adalah pemenuhan dari janji Allah di dalam Perjanjian Lama
Merefleksikan ibadah nabi-nabi abad delapan dalam ibadah new normal Susila, Tirta
KURIOS (Jurnal Teologi dan Pendidikan Agama Kristen) Vol 8, No 1: April 2022
Publisher : Sekolah Tinggi Teologi Pelita Bangsa, Jakarta

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.30995/kur.v8i1.371

Abstract

This study examines the prophet Amos' perspective on worship and its implications in new normal worship. Researchers use qualitative methods with literature studies to obtain the purpose of the research. The results revealed that: first, worship should avoid excitement, luxury, and hypocrisy. The church and the people of God today need to avoid worship that highlights the excitement and luxury that can distance itself from God, instead prioritizing social care and simple worship pleasing to God's eyes. Second, worship should be accompanied by an attitude that is faithful to God and away from sinful acts. With loyalty, any condition, including the new normal today does not prevent a person from doing personal worship or worship together, and dedication does not make oneself far from the place of worship. Third, worship should be accompanied by justice, truth, and holiness. Worship is accompanied by actual acts of justice and fact in social interaction. Fourth, worship should be accompanied by sacrifices and offerings pleasing to God. The principle of imitating Christ's sacrifice became the basis of Christian worship. Even if the difficulties and unfriendly circumstances due to the new normal conditions do not make the attitude of surrender and offerings pleasing to God fade. AbstrakPenelitian ini mengulas perspektif nabi Amos tentang ibadah dan implikasinya dalam ibadah new normal. Untuk memperoleh tujuan penelitian tersebut peneliti menggunakan metode kualitatif dengan kajian literatur. Hasil penelitian mengungkapkan bahwa: pertama, ibadah hendaknya menghindari kemeriahan, kemewahan, dan kemunafikan. Gereja dan umat Allah masa kini perlu menghindari ibadah yang menonjolkan kemeriahan dan kemewahan yang dapat menjauhkan diri dengan Allah, sebaliknya lebih mengutamakan kepedu-lian sosial dan ibadah sederhana yang berkenan di mata Tuhan. Kedua, ibadah hendaknya disertai sikap yang setia kepada Tuhan dan menjauhi perbuatan dosa. Dengan kesetiaan, kondisi apa pun, termasuk new normal sekarang ini, tidak menghalangi seseorang untuk melakukan ibadah pribadi maupun ibadah bersama, serta kesetiaan tidak membuat diri jauh dari tempat ibadah. Ketiga, ibadah hendaknya disertai keadilan, kebenaran, dan kekudusan. Ibadah yang diiringi perbuatan nyata akan keadilan dan kebenaran dalam interaksi sosial. Keempat, ibadah hendaknya disertai pengorbanan dan persembahan yang berkenan di hadapan Allah. Prinsip meneladani pengorbanan Kristus menjadi dasar ibadah-ibadah umat Kristen. Sekalipun kesulitan dan keadaan yang tidak bersahabat karena kondisi new normal, tidak membuat sikap pengorbanan dan persembahan yang berkenan kepada Tuhan menjadi pudar.
Ritual cepa lingko dan tahun Sabat: Sebuah pemahaman keadilan berladang orang Manggarai Benediktus Denar; Antonius Denny Firmanto
KURIOS (Jurnal Teologi dan Pendidikan Agama Kristen) Vol 8, No 2: Oktober 2022
Publisher : Sekolah Tinggi Teologi Pelita Bangsa, Jakarta

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.30995/kur.v8i2.303

Abstract

This article aims to introduce justice in the provisions of the Sabbath year held in the Christian Scripture and its encounter with the cepa lingko ritual in the farming tradition of the Manggarai people, East Nusa Tenggara (NTT). Ethnography is used to collect data for this research, while the data are analyzed and presented using a qualitative approach. This research concludes that the basis of the Sabbath provisions is the creator's will that upholds ecological justice and social justice. The values contained in the requirements of the Sabbath are also essential aspects contained in the cepa lingko ritual, which materializes in the farming tradition of the Manggarai people, NTT. So, there is an authentic encounter between the values of the biblical Sabbath and the traditional Manggarai sabbath, especially in the provisions of the cepa lingko ritual. These values can be essential themes in the inculturation of environmental theology and the theology of social justice, especially among the Manggaraian community, who are predominantly Catholic and still adhere to their ancestors??" traditions and culture.AbstrakArtikel ini bertujuan memperkenalkan aspek keadilan yang terdapat dalam ketentuan tahun sabat yang terdapat dalam Kitab Suci Kristiani dan perjumpaannya dengan ritual cepa lingko dalam tradisi berladang orang Manggarai, Nusa Tenggara Timur (NTT). Metode yang digunakan dalam pengumpulan data untuk penelitian ini adalah etnografi, sedangkan data-data dianalisis dan dipaparkan menggunakan pendekatan kualitatif. Dari penelitian ini disimpulkan bahwa ketentuan-ketentuan seputar tahun sabat mengerucut pada kehendak pencipta untuk menegakkan keadilan ekologis, sekaligus keadilan sosial. Nilai-nilai yang termaktub dalam ketentuan tahun sabat tersebut juga menjadi aspek penting yang terkandung dalam ritual cepa lingko yang dilaksanakan dalam tradisi berladang orang Manggarai, NTT. Jadi ada perjumpaan otentik antara nilai-nilai sabat alkitabiah dengan sabat tradisional orang Manggarai, khususnya dalam ketentuan ritual cepa lingko. Nilai-nilai ini dapat dijadikan tema-tema penting dalam inkulturasi teologi lingkungan hidup dan teologi keadilan sosial, khususnya di kalangan masyarakat Manggarai yang mayoritas beragama Katolik dan yang secara umum masih memegang teguh tradisi dan budaya leluhur mereka.